[10] Prewedding

19.8K 1.4K 29
                                    

flashback

Di waktu istirahat kedua ini, Shasa bersama Dea baru saja menyelesaikan kegiatan ibadah dan hendak kembali ke kelas. Seperti biasa menyeberangi lapangan utama sekolah menuju gedung sekolah sembari bercakap ria tanpa menyadari adanya seseorang berlari di belakang mereka.

Menubruk keduanya, terutama mengejutkan Shasa ketika merasakan adanya tangan yang merangkul pundaknya, merasakan sebelah bahunya bersentuhan dengan bagian tubuh seseorang yang sontak menggerakkan motorik Shasa untuk menoleh. Kemudian menyesal karena refleknya justru membuat kinerja jantungnya naik drastis.

Wajah tegas begitu tegak, mata yang menatap lurus ke depan, hidungnya terlihat semakin mancung dari arah samping, dan tarikan bibirnya yang menciptakan ulasan senyum lebar.

Hanya itu yang bisa Shasa rekam dengan baik sebelum akhirnya orang itu melepasnya lalu berlari mendahului. Menyadarkan Shasa yang ternyata berhenti melangkah bersama Dea yang tampak bersungut-sungut di sampingnya.

"Adiraaaan! Kira-kira dong kalau mau lewat! Lo kata badan lo itu langsing, apa?!" Dea berseru nyaring, tangannya yang bebas mengusap-usap sebelah bahunya yang baru saja menjadi korban seruduk tubuh Adiran. "Dasar! Modus banget itu orang sama Shasa!"

Shasa mengerjap sadar begitu namanya disebut oleh Dea. Sekaligus merasakan tarikan dari tangan teman sebangkunya itu yang mengajaknya untuk kembali berjalan.

"Tadi itu dia ngapain?"

"Tau, tuh! Anjrit banget lah, tuh cowok nggak kira-kira, ya! Berasa lagi adu sumo kali?!"

Sayangnya Shasa tidak merasakan apa yang dijelaskan Dea yang penuh kekesalan itu. Melainkan...

Apa itu bisa dikatakan bahwa Adiran baru saja memeluknya?


&&&


Bukan. Itu bukanlah pelukan.

Tapi yang Shasa rasakan di tempo hari, bisa disebut demikian. Menjadi bayang-bayang yang menyarang begitu jelasnya di kepala Shasa hingga sekarang. Terlalu membekas sampai-sampai Shasa terus merasa panas di bagian pipi tiap kali mengingatnya.

Shasa masih tidak percaya bahwa Adiran akan bertindak hingga sejauh itu. Dia tidak pernah yang namanya dipeluk apalagi memeluk lawan jenis yang jelas tidak memiliki hubungan darah. Bergandengan tangan saja Shasa tidak pernah. Tapi kenapa, sejak dulu, Adiran selalu mudah sekali menghancurkan teritorinya?

Padahal Shasa sudah sekeras mungkin menjaga jarak. Tapi apakah Shasa sebenarnya semudah itu di mata Adiran untuk bisa didekati? Apa Shasa terlihat seperti gadis kebanyakan yang menginginkan sentuhan seorang Adiran tanpa lelaki itu tawarkan terlebih dahulu?

Rasanya sangat tidak mungkin. Shasa jelas-jelas masih tahu diri dan bisa menahan diri.

"Halo, Sayang!"

Shasa terlonjak kaget. Hampir saja melempar spatula dari tangannya karena mendengar sekaligus mendapati Mama Citra sudah berdiri di dekatnya. Oh, ya ampun, kapan beliau datang? Kenapa Shasa tidak tahu?

"Waah, kamu masak apa? Duh, pagi-pagi begini udah rajin ya, bantu Mama masak!" puji mama Adiran dengan sumringah.

Shasa tersipu malu dibuatnya. "Ah, enggak kok, Tante. Ini, kebetulan Mama lagi mandi jadi Shasa yang ambil alih. Setidaknya hari ini Mama masak yang udah bisa Shasa masak sendiri. Hehehe."

"Tapi Tante nggak nyangka, lho, kamu bisa bikin balado kentang. Pasti itu kesukaan kamu, makanya bisa."

"Nggak juga, Tante, yang lainnya memang suka sama masakan balado gitu."

(un)Expected 21stTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang