Part 5

566 31 2
                                    

Laki-laki itu masih menunggu Reina sadar dari pingsannya. Ini sudah lebih dari 2 jam ia pingsan namun, tak ada sedikit pun tanda tanda bahwa ia akan sadar. Randy -nama laki-laki itu- sudah berkali-kali melihat keadaannya, namun Reina masih saja memejamkan matanya.

"Tuh cewe ko ga sadar-sadar ya," Katanya mengusap rambut frustasi. Ia meminum air mineral yang berada disebelah tempat duduknya untuk yang kesekian kali.

Tak lama setelah itu ia mendengar seperti ada percakapan di dalam ruang UKS. Randy mendengarnya karena ia duduk di kursi tunggu yang berada di depan ruang UKS. 'Mungkin perempuan itu sudah sadar,' batinnya.

Randy segera membuka pintu UKS, terlihat disana terdapat tiga orang perempuan yang sedang mengobrol, salah satu dari tiga perempuan itu adalah perempuan yang kena bola basketnya tadi.


"Dia udah sadar?" Tanya Randy berpura-pura tidak tahu.

Reina langsung menolehkan kepalanya kearah laki-laki yang sekarang sedang berjalan menghampirinya.

Deg. Tatapan mata mereka bertemu dan Randy mengingat sesuatu. 'Anjrit! dia kan perempuan yang terkena bola basket gue tiga hari lalu.' Batinnya.

"Iya dia udah sadar, dia pulangnya gimana? Gue sama Ilana naik angkutan umum, ga mungkin kan dia naik angkutan umum juga." Tanya Sheryll.

"Yaudah dia pulang bareng gue aja. Gue bawa mobil." Jawab Randy santai. "Tunggu sini jangan kemana mana, gue ganti baju dulu."

Randy mengganti bajunya dengan cepat agar Reina tidak menunggunya terlalu lama. Setelah selesai, ia segera kembali ke ruang UKS.

Sejarang Reina sudah berdiri tanpa bantuan kedua sahabatnya, karena sekarang ia dibantu oleh Randy untuk berjalan ke mobilnya. Sedangkan kedua temannya membantu membawakan semua barangnya.

Ketika di mobil suasana sangat hening dan canggung. Tak ada percakapan sedikit pun antara Randy dan Reina. Tak lama Randy memecah keheningan dengan membuka percakapan.

"Hmm.. rumah lo dimana?" Tanyanya yang membuat Reina tersadar dari lamunannya.

"E..eh di Perumahan Anggrek, blok A, nomer 54." Jawab Reina sedikit canggung.

"Nama lo Reina kan?" Tanya Randy mencoba mencairkan suasana.

"I..iya, lo tau nama gue darimana?" Tanya Reina bingung.

"Tadi gue denger temen-temen lo manggil lo gitu," Jawabnya jujur. Reina hanya menganggukkan kepalanya landa mengerti.

"Jadi, nama lo Randy?" Kali ini Reina yang mulai bertanya.

"Yap," Jawabnya singkat.

Suasana kembali hening, terlihat Randy sesekali memperhatikan Reina. Sedangkan Reina hanya memandang jalanan yang sudah sangat macet.

'Kalo diliat-liat dia manis juga, lucu juga kalo lagi diem.' Batin Randy, senyum kecil terukir di wajahnya.

Tak lama kemudian mobil Randy sudah memasuki perumahan tempat rumah Reina. Tangan Reina terulur saat menunjukkan jalan menuju rumahnya.

"Itu, 2 rumah setelah rumah ini rumah gue." Kata Reina menunjuk rumahnya. Randy memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Reina.

"Hmm.. mau mampir dulu?" Tawar Reina kepada laki-laki yang sekarang sedang menatap kearahnya.

"Gausah deh makasih, lagian udah malem juga. Lain kali aja," Jawab Randy menolak tawaran Reina, walaupun sesungguhnya ia sangat ingin mampir kerumah Reina tapi segera ia tepis keinginannya itu.

"Oh yaudah. Gue masuk ya," Jawab Reina yang sudah mulai akrab dengan Randy. Reina membuka pintu gerbang rumahnya, kemudian tubuhnya hilang tertutup oleh gerbang yang sudah ditutup.

Randy sudah meninggalkan rumah Reina dan segera pulang ke rumahnya, biasanya ketika mama dan papanya sedang pergi ke luar kota seperti ini ia akan memilih untuk pergi ke cafe kesukaannya. Namum saat ini ia sedang ingin pulang ke rumahnya saja.

"Selamat malam den, Randy," ucap Bi Yuli sopan, Randy baru saja memasuki rumahnya.

"Malam bi," Jawabnya singkat dan dingin.

"Den, makan dulu itu udah bibi siapin makan malamnya."

"Iya nanti bi, Randy mau mandi dulu," Ujarnya yang sekarang ia sudah berjalan ke lantai 2 untuk menuju kamarnya.

Setelah selesai mandi ia segera menuju meja makan untuk memakan makan malamnya. Perutnya sudah terasa sangat lapar, ia baru ingat bahwa terakhir kali ia makan adalah pagi tadi.

Selesai makan Randy langsung menuju kamarnya untuk beristirahat. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Yap, tepat sekali ia teringat Reina dan semua kejadian hari ini. Beruntung tadi ia sudah meminta nomer telponnya dari salah satu temannya.

Randy mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Ia segera memasukkan nomer telpon Reina kedalam kontaknya.

Edelweis A. Reinavi is now your friend. Satu notifikasi masuk yang berasal dari Line-nya. Dengan cepat ia membuka dan melihat profil Reina, ia segera mengirim pesan kepada Reina.

Randy Julian: Na, add back ya.

Randy Julian: Gue Randy yang nganterin lo tadi.

Randy Julian: Oh iya cepet sembuh ya buat kepalanya. Maaf, gara-gara gue kepala lo jadi sakit gitu.

Send.

Tak lama kemudian ponselnya berbunyi menandakan ada notifikasi lain masuk, ia membukanya dengan cepat. Seketika senyumnya mengembang saat aku melihat nama Reina ada dideretan notifikasinya.

Edelweis A. Reinavi: Udah gue add back ya.

Edelweis A. Reinavi: Makasih udah nganterin gue.

Edelweis A. Reinavi: By the way, lo dapet nomer gue darimana?

Randy membalas Line dari Reina dengan cepat dan mengganti nama Line-nya menjadi 'Reina'. Ia sangat berharap bahwa Reina belum tertidur.

Randy: Gue dapet nomer lo dari temen lo yang rambutnya ikal sebahu.

Send.

Randy masih memegang ponselnya dan melihat-lihat timeline-nya, sebenarnya ia sedang menunggu Reina membalas pesannya. Sudah lebih dari 15 menit ia menunggu, namun nihil, tak ada balasan dari Reina. Bahkan pesannya pun belum di read.

Randy melirik jam dinding bergambar club sepak bola kesayangannya. Jam menunjukkan pukul 9. 'Mungkin dia udah tidur,' pikirnya.


*****

Different [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang