Part 13

413 23 3
                                    

Pukul 18:05 WIB.

Reina baru saja tiba dirumahnya karena les. Terlihat disana sudah terparkir mobil kedua orang tuanya. Berarti bunda sama ayah udah pulang, pikirnya.

"Bunn.. Yahh!!" Teriaknya.

Tak ada jawaban. Ia melepaskan kaus kakinya diruang tamu. Saat sedang sibuk dengan urusannya tiba-tiba terdengar suara seperti teriakan-teriakan dibelakang sana.

Reina bingung. Tubuhnya memaku.

"Saya capek ya sama kamu! Kamu itu gak pernah puas dengan apa yang udah saya kasih!"

"Kamu itu gak tau apa apa!"

"Kamu gak pernah bersyukur!"

"Saya gak kayak yang kamu bilang!"

"Kamu itu seharusnya ngerti perusahaan saya itu sudah mau bankrut!"

Otaknya mencoba mencerna apa yang didengarnya.

Apaan lagi sih ini? Sontak Reina melempar kaus kakinya kesembarang tempat. Tanpa melepaskan tasnya ia langsung berlari keluar rumah dan memakai sepatunya asal.

Rumah yang biasa terasa hangat kini terasa sangat asing untuknya. Sudah beberapa hari belakangan ini terjadi perang dingin antara kedua orang tuanya dan sekarang mereka bertengkar.

Persetan dengan semuanya.

Hari sudah mulai gelap. Ia berjalan tanpa arah. Kakinya mulai sakit. Jari-jari kakinya bergesekkan dengan ujung sepatu, sedangkan bagian tumitnya sudah memerah karena lecet.

Terlihat sebuah taman didepannya. Ternyata ia berjalan menuju taman di kompleknya. Tak ada orang disana. Cocok.

Ia berjalan menuju salah satu kursi di bawah pohon kamboja, membuka sepatunya, melepaskan tasnya kemudian menyandarkan punggungnya di kursi yang sekarang ia duduki.

Semua kejadian hari ini berputar dikepalanya. Kedua orang tuanya, kedua sahabatnya, sekolahnya. Semuanya membuat ia pusing. Bahkan untuk pertama kalinya ia diusir dari kelas karena terlambat datang jam pelajaran.

Reina frustasi. Tak ada seorang pun yang bisa membantunya.

Ia menelungkupkan wajahnya diatas kedua telapak tangannya, rambut yang tadi ia kuncir satu kini sudah tak karuan bentuknya.Rasanya ia tidak mau pulang saja.

"Ngapain disini?"

Terdengar suara seseorang yang sepertinya berada dibelakangnya.

Eh anjir itu siapa? Pliss bukan setan kan? Sumpah gak lucu banget lagi kayak gini kalo itu setan, batinnya.

"Gue nanya lo, Reina." Orang itu sudah berada didepannya sekarang, Reina tau karena orang itu menutupi cahaya lampu jalan yang masuk melewati celah jarinya.

Eh anjir kok setannya tau nama gue? Tuhann tolong Reina..

"Na."

Reina mengintip sedikit dari celah jarinya. Kemudian ia membuka kedua telapak tangannya dan menegakkan tubuhnya.

"Eh Aldino, gue kira setan hehe.." Reina tersenyum menampilkan deretan giginya, bahkan sampai matanya tidak terlihat lagi.

Seketika mood Reina naik beberapa persen.

"Mana ada setan ganteng kayak gue," ujar Aldino santai.

"Dihh pede banget!" Reina menggeser tubuhnya agar Aldino dapat duduk disebelahnya kemudian ia menaikkan kedua kakinya.

"Lo ngapain malem-malem kesini?" Tanya laki-laki yang sekarang duduk di sebelah Reina.

"Lo ngapain kesini?" Reina tidak menjawab, ia malah bertanya balik.

Different [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang