Bab- 16

8.6K 626 18
                                    

Sengaja gue update cepet, karena gue takut saat selesai UAS gue malah kesenengan untuk makan-makan.

[Just..Ah Nothing] ~ chapter 16

~~

Saat Farrel hendak masuk kedalam kamar, Farrel mendengar suara isakan dari kamar Gabrielle. Cowok itu langsung berbalik dan mendekati kamar Gabrielle, dari sini isakan Gabrielle semakin terdengar. Hatinya ikut teriris mendengar isakan Gabrielle yang terdengar sangat menyedihkan, walaupun awalnya ragu Farrel tetap mengetuk pintu kamar gadisnya itu. Sampai Gabrielle bertanya dari dalam dengan suara yang parau. "Siapa?"

Farrel menghembuskan nafasnya, dirinya benar-benar khawatir dengan Gabrielle, ia takut kalau Gabrielle tau tentang permintaan gila Ayah Siska. "Farrel."

Perlahan pintu terbuka menampakan sosok yang Farrel khawatirkan. Dan benar saja gadisnya itu terlihat sangat kacau, Farrel menghapus air mata Gabrielle dengan ibu jarinya. "Kenapa? Jangan nangis donk." Gabrielle merasakan hatinya bergetar, mungkin kali ini ia akan terima semua perlakuan Farrel sebelum cowok itu keluar dari kehidupannya. Sebelum mereka menjadi dua remaja yang tidak saling kenal. Seperti dulu,

Gabrielle takut kalau Farrel pergi dari kehidupannya, cowok itu membawa semua kebahagiaannya. Dirinya takut kalau dirinya tidak bisa seperti dulu, dirinya tidak sanggup kalau harus menganggap semua ini tidak pernah terjadi. Sekarang satu hal yang Gabrielle sadari, kalau dirinya sudah jatuh cinta dengan cowok idiot di depannya ini.

Dan saat dirinya menyadari itu, semuanya malah akan segera berakhir. "Please, jangan nangis okay. I'm here." Gabrielle mengangguk pelan, dirinya tidak yakin bisa menepati janjinya dengan Sean untuk tidak menangis. Farrel tersenyum melihat Gabrielle mengangguk, "mau ikut ke gue ke kedai coklat gak?"

Gabrielle mendongak. "Seriously? Dengan muka gue kayak gini?"

"Demi buat lo tenang kenapa enggak?" Farrel menutup pintu kamar Gabrielle lalu menarik gadis itu turun bersamanya. "Gue belum bilang iya, Rel." Farrel menoleh, lalu menyunggingkan senyumnya. "I don't care"

***
Sesampainya di kedai coklat, Farrel langsung memesan dua coklat hangat dan sepiring kue coklat. "Ini udah hampir malem Rel, gue cape."

'hati gue gak kuat Rel, gue cape'

Farrel meminum coklat hangatnya, tidak peduli dengan omongan Gabrielle. Pokoknya dirinya cuman ingin Gabrielle tersenyum lagi, senyum yang bisa membuatnya tidak bisa berhenti tersenyum, dan juga senyum yang bisa membuatnya tidak bisa berpikir dengan akal. "Minum aja sih." Gabrielle mengerucutkan bibirnya tapi tetap saja Gabrielle meminum coklat hangatnya.

Gabrielle tersenyum ketika rasa manis dari coklat yang ia minum meledak-ledak di lidahnya, tidak salah kalau Farrel mengajaknya kesini.

Ponsel Gabrielle mendadak bergetar di dalam saku roknya, dengan cepat Gabrielle mengambil dan membuka ponselnya.

Sean : Gitu donk, senyum.

Mau nangis rasanya tidak sanggup, Gabrielle tersenyum. Tangannya dengan cepat mengetikan balasan untuk Sean.

Gabrielle : Thankyou, buat semuanya. Walaupun gue kenal lo gak lama, but, gue rasa gue perlu berterima kasih. See you on top, Sean.

Di luar sana, cowok berambut coklat itu tersenyum. "Moga lo gak pernah salah ambil keputusan Rel. Bego kalo lo ngelepasin Gabrielle." Setelah itu Sean melangkah menjauh dari Kedai Coklat.

"Jangan liatin hape terus, makan kuenya. Gue takut lo maag lo kambuh, kata Dean di cafe tadi lo cuman minum coklat dan gak makan apapun. Setidaknya kue bisa ganjel perut lo," Gabrielle merasa perhatian Farrel bertambah 2 kali lipat. Mungkin Farrel bersikap seperti itu karena sebentar lagi mereka akan saling menjauh.

"Iya-iya."

"Anyway, tadi kenapa nangis?"

Kunyahan Gabrielle yang awalnya cepat perlahan melambat, dirinya menangis gara-gara dua cowok idiot yang ada di hidupnya. Dua cowok yang datang sembarangan lalu pergi begitu saja. "Gakpapa, emang gue gak boleh nangis ya?" Dirinya tidak mungkin bilang kalau dirinya menangis karena Sean pergi dan juga karena cowok itu yang sebentar lagi juga akan pergi dari kehidupannya. Farrel menggaruk dahinya, bingung juga membalasnya. "Yah, boleh sih. Tapi gue khawatir,"

Gabrielle terkekeh mendengar jawaban dari Farrel.

***
Setelah keluar dari kedai coklat, Farrel dan Gabrielle pulang dengan berjalan kaki. Karena jaraknya juga yang tidak begitu jauh, dan juga untuk hemat bensin.

"Rel, makasih buat apa yang lo kasih ke gue. Apa yang lo lakukan buat gue, itu berarti banyak buat gue. Makasih lo udah jaga gue selama gue ada dirumah lo, maaf kalo kemarin gue bertingkah di luar bates." Ucap Gabrielle sambil tersenyum. Farrel yang berjalan di sebelahnya merasa... aneh.

Gabrielle terpana ketika Farrel tiba-tiba menariknya kedalam pelukannya. Pelukan Farrel yang kokoh membuat darah Gabrielle berdesir, pelukan Farrel seolah-olah tidak membiarkan Gabrielle pergi. Oke, itu hanya pemikiran Gabrielle.

"Jangan bilang kayak gitu, karena gue merasa lo seakan mau pergi." Farrel meletakan dagunya di puncak kepala Gabrielle. Sekarang cowok itu takut, kalau Gabrielle ada niatan meninggalkan dirinya. Seperti yang dirinya ucapkan tempo lalu saat dirumah Elvio, dirinya menyukai Gabrielle. Tapi permintaan Ayah Siska dan janji konyol dulu, apa bisa dia mempertahankan Gabrielle.

'Bukan gue yang bakal pergi, tapi lo Rel. Karena lo bakal lebih milih Siska ketimbang gue, dan juga lo bisa aja nendang gue keluar dari kehidupan lo' batin Gabrielle tersenyum miris.

Kalau dirinya bisa memutar waktu, dirinya mau mengulang ini semua dari awal. Mencoba untuk tidak telat menyadari perasaan, dan lebih pintar tentunya.

Tragis.

~~~
T B C

Hai, 1 hari. Gue nulis lagi Ha Ha, gue ngebet pengen update karena gue gakuat kalo gak kasih apa gitu. Jadi gue coba nulis kebut semalam, wkwk.

And then, makasih banget udah vote or comment cerita ini atau cerita gue yang lain. :3

Gracias
12.05.16

sky

Wildest Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang