Setelah puas melempar batu ke dalam air, aku pulang dengan wajah sedih.
Sesampainya di rumah, aku terkejut melihat kakakku Alpha, sedang menenangkan ibuku yang menangis histeris.
Pasti ayah melakukannya lagi.
Harus kuakui, walau kakakku adalah seorang penjudi dan pemabuk, hatinya benar-benar tulus menyayangi ibu kami.
"Xia, ayah melakukannya lagi!" seru kakakku.
"Dengan siapa?" tanyaku, kini aku benar-benar lemas tidak berdaya.
"Ayah melakukannya lagi dengan tetangga kita"
Jujur saja saudara tiriku sudah mencapai angka lebih dari sepuluh, itu semua karena perlakuan bejat ayahku. Namun aku dan kakak-kakakku tidak pernah mengenal saudara tiri kami.
"Xia, kau bisa menjaga ibu sebentar, kan? Aku mau menghajar ayah" ucap kakakku, Alpha.
"Jangan kak, bagaimanapun juga ia itu ayah kita!" Seruku sambil menghalang-halanginya.
Terlambat, ia sudah pergi melabrak ayah dan tetangga selaku selingkuhan ayah itu.
Aku memeluk ibu erat-erat.
Tidak lama kemudian, para warga datang menonton perkelahian ayah-anak itu.
Aku dan ibu menahan rasa malu kami untuk keluar rumah melihat apa yang terjadi agar lebih jelas.
"Hei Lina! Kau itu seharusnya urus anak dan suamimu!" terdengar seruan mencemooh ibuku.
"Iya tuh, mantan putri, sih!" cemooh yang lain.
Memang ibuku dulunya adalah anak orang terpandang, namun ia jatuh cinta pada ayahku yaitu seorang berandalan dan playboy kelas kakap. Setelah mereka menikah, keluarga ibuku tidak mau mengakui ibuku lagi sehingga nasib ibuku kini sungguh memperihatinkan.
Beberapa orang yang lain pun ikut mencibir.
Ibuku hanya bisa tertunduk lesu.
"Bu, ibu nggak tau apa-apa kan? Jangan sok tahu dan sok nasihatin!" balasku emosi.
"Hih, anak gendut jelek sok-sokan" cibir yang lain.
Aku tak memedulikan ucapan ibu itu dan segera melerai ayah dan kakakku.
****
Malamnya, kami sekeluarga duduk bersama di meja makan. Ya, suasana memang sedikit mencengkam. Bagaimana tidak? Tadi siang saja ayah dan kakakku baru saja bertengkar hebat.
"Hei Lina, aku minta kita cerai!" seru ayahku tiba-tiba.
Aku dan kakakku saling menukar pandangan.
Ibuku menunduk sesaat lalu menangis.
Kakakku sudah bangkit dari kursinya hendak menghajar ayahku.
Aku menghalang-halangi pertengkaran mereka.
"Aku tidak mau bertengkar lagi padamu!" seru ayah pada kakakku.
Kakakku hanya bisa tertawa sinis.
"Besok kita bertemu pukul delapan untuk mengurus perceraian, aku sudah tidak mencintaimu lagi, Lina" itulah ucapan terakhir yang kudengar dari mulut ayahku, karena setelah hari itu ia pergi entah mungkin ke rumah istri barunya atau ke manapun itu.
Aku dan Kak Alpha memeluk ibu erat-erat.
****
Esok harinya, aku berangkat ke sekolah dengan lesu, bagaimana tidak? Kemarin aku dibully habis-habisan, lalu sekarang orang tuaku akan bercerai.
Sesampainya di sekolah, aku dan anak kelas IPA-3 segera berjalan menuju lapangan. Ya, hari ini ada pelajaran olahraga.
Saat pelajaran olahraga, aku hanya terdiam. Karena aku benci olahraga. Kenapa? Karena anak dengan tubuh gemuk akan dibenci dan dihindari saat pelajaran itu. Kebanyakan anak bertubuh gemuk hanya akan dijadikan lemparan (tim yang asli membuang ke tim lain, tim lain jelas tidak mengakui, dan seterusnya) karena anak dengan tubuh gemuk tidak bisa berolahraga.
****
Author POV
"Alexia, kau bukan timku!" seru Fraden ketua tim kasti yang sebenarnya.
"Bu... Bukannya aku adalah anggota tim-mu, kan tadi Pak Redi sudah membaginya?" tanya Alexia pada Fraden.
"Oh ya? Sepertinya bukan, deh! Kau itu timnya Deby!" seru Fraden menyelak.
"Tapikan..." ucap Alexia terpotong.
Alexia sudah terlebih dahulu didorong Fraden kepada Deby.
Alexia pun berjalan ke arah tim Deby dengan lesu.
"Alexia! Kau itu tim Fraden, bukannya Pak Redi tadi sudah membaginya?!" seru Deby galak.
Alexia pun hanya terdiam, memang ucapan Deby ada benarnya juga.
Ia pun segera berjalan ke arah tim Fraden.
"Hoi, Alexia, kau!" seru Fraden saat menyadari kedatangan Alexia.
Alexia hanya terdiam tak bersuara.
"Sudah kau bilang, kau bukanlah timku! Kau hanya akan membuat tim kita kalah!" seru Fraden.
Alexia hanya tertunduk lesu, air mata jatuh dari pelupuk matanya. Kata-kata itu akan selalu terngiang-ngiang di pikirannya.
"Hei Fraden, dia menangis!" seru Vio salah satu anggota tim Fraden.
Vio, Amy, dan beberapa gadis lain ingin menghibur Alexia. Namun Fraden melarang mereka, Vio selaku kekasih Fraden hanya terdiam memandang Alexia dengan tatapan iba.
Nichole yang berada di tim Fraden pula ikut tersenyum sinis.
****
Alexia POV
Setelah pelajaran olahraga, banyak anak mengejekku 'cengeng', tetapi hari ini aku tidak memedulikannya.
Aku duduk di bangkuku sambil termenung.
Tiba-tiba Nichole dan rombongannya datang dan menggangguku, namun aku tidak memedulikan mereka.
Nichole yang kesal segera mendobrak mejaku.
Aku masih saja tidak memedulikan mereka.
"Hei jelek! Sok-sokan banget sih jadi orang!" seru Nichole yang kesal.
Tiba-tiba Bu Yumi selaku guru BK masuk ke dalam kelasku.
"Perasaan hari ini nggak ada pelajaran BK deh, bu" gerutu Fiko, berandalan kelas kami.
"Bukan itu, ada Alexia, kan?" tanya Bu Yumi sambil mencari-cariku.
Aku berdiri dan menghampiri Bu Yumi, meninggalkan Nichole dan kawan-kawannya.
"Alexia, ibumu.... "
****
Makasih udah baca, ya 😊😀😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Girl
Teen Fiction(#1 dalam Sad Story 29/06/2018) (#275 dalam Teen Fiction 31/03/2017) Alexia adalah gadis gemuk buruk rupa yang sering menjadi bahan bully-an teman-temannya. Alexia sering dibela Alexanto, seorang anak basket yang populer luar biasa dan memiliki waja...