Birdella Pov
Kurasa benar yang dikatakan Cassie, belum cukup aku sebulan bekerja aku sudah tak tahan karena kelakuan anaknya. Aku tak apa disiksa dengan pekerjaan, daripada disuruh menghadapi anaknya itu. Dan lebih pentingnya, aku lebih sering mengurus anaknya yang sinting itu dibanding mengurus pekerjaan rumah.
Aku sudah cukup lelah hari ini membersihkan semua kekacuan yang dibuat anak mommy itu di dalam kamarnya. Apa coba, yang dia lakukan sampai kamarnya dipenuhi tissue seperti ini atau dia memang sengaja ingin mengerjai aku.
"Sial!" Aku menendang tempat sampah yang ada di hadapanku sebagai pelampiasanku. Alhasil, sampah yang tadi aku pungut pun kembali berserahkan. Aku kembali memungut Tissue dan kertas yang berserahkan pada lantai. Ahk, niat melarikan diri dari neraka, aku justru menemukan penjara. tapi, masih lebih baik ini, dan aku lebih memilih ini.
Biar aku terangkan. Aku bukan pembantu, aku hanya asisten pribadi anak pemilik rumah ini. Pekerjaanku? Aku ditugaskan menjaga pria yang otaknya banyak bergeser itu, menuruti apa yang ia perintahkan, dan menemaninya kemana-mana, yeah aku akui aku lebih mirip pembantu dibanding asistennya. Buktinya, ibunya mengatakan kalau aku sudah tidak ada pekerjaan, aku harus membersihkan kamar anaknya atau apapun itu yang bisa menyibukkan ku, apa-apaan itu. Well, aku lebih memilih melakukan ini, dibanding menemani anaknya yang cara bicaranya mirip mirip dengan orang yang habis meminum tiga botol whiskey itu.
"Oh, aku terlalu bersedih untuk bekerja." Aku menyeka keringatku yang tidak menetes sama sekali sambil menirukan gaya tokoh Sadness di film Inside Out.
Aku harap hari ini pria itu tidak ada jadwal bertemu dengan firaun perempuan itu, namanya Cleopatra. Dia adalah gadis yang mempunyai ciri dada montok, rambut pirang, dan lipstick merah darahnya. Aku cukup senang dia pacaran dengan firaun itu, karena Cassie ibu dari pria yang menjadi tuan ku itu, tidak menyukai kekasih anaknya sendiri, HahAhA... setidaknya ada yang menjadi hiburanku selama menjadi asisten pribadi, yaitu menyaksikan pria setengah waras itu diamuk ibunya sendiri. pembantu biadab ya kamu, duh.
"Birdella!" Aku bilang juga apa, pendek umur memang. Baru aku fikirkan suaranya sudah terdengar dan sekarang dia memanggil aku. Tunggu, dia memanggil aku? Kacau, aku harus segera menghadap sebelum dia menyanyikan lagu seriosa untukku.
"Birdella!"
Wanita tua itu pasti ingin menyuruh aku lagi, aku harus menambahkan kata 'banyak banyak sabar' dalam kamusku.
"Yes madam, i'm coming!" Aku segera membawa tempat sampah yang berisikan tissue keluar kamar."Bawakan ini, pada putraku," titahnya dengan menyerahkan nampan padaku yang di atasnya ada spaghetti carbonara dan susu putih.
"Tapi ini." Aku menununjukkan tempat sampah yang ada di tanganku sebagai tanda sibuknya aku, alias pura-pura sibuk.
Cassie mengambil tempat sampah yang ada di tanganku. "Sini, biar aku yang buang." Coba, kurang bodoh apa lagi majikan aku ini, dia lebih memilih menenteng tempat sampah daripada membawakan makanan untuk anaknya sendiri. apa dia takut pada anaknya juga, ya.
"Yes madam."
"Kau tidak perlu memanggil aku dengan sebutan madam, panggil aku Cassie kurasa umur kita tidak jauh berbeda" sama darimana nya, bau vanila disamakan bau tanah, dia 'kan sudah tua, hidupnya tinggal sebentar lagi, intinya tidak jauh jauh dari tanah.
"Ya, Cassie." Pun, aku membawa nampan menuju ruangan yang ditempati oleh manusia itu.
Aku menyebut ini sebagai uji nyali, membawakan makanan pada mahkluk itu, atau terkadang aku menyebutnya dua dunia karena aku dan dia beda dunia. stop! Itu seperti judul acara tv, bedanya aku tidak bisa melambaikan tanganku ke kamera. Kalau aku bisa melakukan itu ketika sudah menyerah, aku melakukannya dari hari pertama aku menjadi asisten pribadinya. Aku juga tidak mungin mengundurkan diri dari pekerjaan yang lebih banyak menguras otakku ini, enak saja, mau di kemana kan gaji ku selama tiga minggu jika aku mengundurkan diri. Dan satu lagi, cari pekerjaan yang seperti ini itu, susah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birdella
Fanfiction[✔ ️| harry styles fanfiction] Aku baru menarik pintu ruangan yang ditempati oleh tuanku, aku melihat dia sedang duduk pada kursi singgasana miliknya sembari menaikkan kedua kakinya diatas meja. Tiga kancing atas bajunya terbuka dan kepalanya...