Sore ini aku menitipkan Zalfaa kepada Zahra, karena aku ingin ke suatu tempat. Sudah lebih dari 5 tahun aku tak melihatnya, rasa rinduku memuncak untuk sekedar melihatnya dari jauh.Flashback
Bel sekolah berbunyi, tanda pulang sekolah. Anak- anak dengan rok merah itu berlomba- lomba, lari keluar gerbang untuk main atau pun pulang ke rumah masing- masing. Humaira kecil segera membereskan peralatan sekolahnya, “Hum, ayo kita pulang!”Ajak teman nya
“Aku mau kerumah papa-ku, kamu pulang aja, fi.”Ujar Humaira dengan wajah riang, Fia mengangguk.
Saat itu umurnya 11 tahun, sebentar lagi dia akan menjalani Ujian Nasional
“Ya sudah, kamu hati- hati ya! Hum”
“Iya fi”Gadis berumur 11 tahun itu berjalan ke arah rumah besar itu. Begitu sampai, dia menyapa satpam penjaga “Assalamualaikum pak min”
“Waalaikumussalam non”jawab pak Min, dia membukakan gerbang untuk gadis itu. Humaira tersenyum cerah, dia sangat merindukan papa tersayangnya itu. Sudah lama ia tak melihatnya, sejak saat papanya bertengkar besar dengan mama.Pertengkaran itu berakhir dengan papa pergi dari rumah dan membeli rumah besar di depannya ini. Tanganya meraih pintu besar di depanya, gadis itu segera membukanya sambil mengucap salam.
Wajahnya berubah bingung saat mendapati papanya tak ada, dan mendapati wanita yang lebih muda dari mamanya itu.
“Tante siapa?”Tanyanya
“Kamu yang siapa!? Kenapa kamu main masuk ke rumah orang aja!”bentaknya kasar
“Aku anaknya papa, ini rumah papaku”sahut Humaira tenang“Dan aku adalah istri papa kamu”ujarnya sengit
“Apa? Ini gak mungkin! Tante bohongkan?”Tanya Humaira, air mata menggenang di pelupuk matanya.‘Apa tante ini, yang membuat papa dan mama bertengkar dan sampai bercerai?’ “Tante tolong jangan menikah dengan papaku”Mohon Humaira, air mata yang di bendungnya kini mengalir turun. Walaupun papanya suka memukul dirinya, tapi dia tak pernah membenci sosok papanya itu. Karena dia selalu meyakini, setiap pukulan itu tanda sayang.
“Humaira!!!”bentak seseorang, Humaira dan wanita di depanya terlonjak kaget. Dia memandang kaget ke belakangnya,
“Pa… papa?”Ujar Humaira lirih, wajah papanya memerah menahan marah“Apa yang kamu lakukan di sini!?” tanyanya dengan nada membentak
“Aku ingin bertemu papa, aku merindukan papa. Pa, kita kembali ke rumah yuk”ujar Humaira, menyatakan tujuan dan keinginannya. Laki- laki itu mengeraskan rahangnya, cepat- cepat dia melangkah menuju Humaira. Dia menarik lengan putrinya itu, lalu menyeretnya keluar.Humaira merasa sakit pada lenganya, papanya begitu kencang menarik lengannya.
Brukk…
Ismail menghempas tubuh Humaira, wanita yang menjadi istrinya itu tersenyum penuh kemenangan. “Pergi dan jangan pernah menginjakan kakimu ke rumah ini!”Teriaknya, Humaira menangis
Rasanya bukan hanya lengan dan tubuhnya yang sakit, tapi dadanya juga terasa sakit.
‘Ya Allah, inikah takdir untukku? Beginikah? Aku hanya ingin di beri kasih sayang, sedikit saja. Tidak bolehkah? Haruskah aku terus percaya padamu?’ batin Humaira menjerit***
Setelah puas memandangi wajah papanya, Humaira beranjak pergi. Dia harus menjemput putri kecilnya, dia sudah menganggap Zalfaa sebagai anaknya sendiri.
Pa, aku sangat merindukan papa. Aku menyayangi papa,
Terkadang aku ingin merasakan pelukanmu papa,
Aku ingin mancium tanganmu,
Aku ingin berbakti padamu,
Aku ingin merawatmu di masa tuamu,
Aku ingin kau menyayangiku, papa.
Bisakah?***
Ismail membanting barang- barang di kantornya, anak buahnya yang baru saja melaporkan sesuatu padanya beringsut takut. Jika seorang Ismail sudah marah, dia akan melakukan sesuatu yang mengerikan. “Bagaimana bisa, kalian tak dapat menemukannya!?”teriaknya marah
Sudah satu tahun dia menyuruh orang- orang suruhanya untuk menemukan putri satu- satunya. Hanya Humairalah anak satu- satunya, karena Hanifa anak pertamanya sudah meninggal. Sedangkan dari Sinta istri ke duanya, dia tak pernah mendapatkan anak.“Maafkan kami, kami sudah hamper menemukannya. Tapi lagi- lagi kami kehilangan jejak”
Brakkk…
“Aku tidak mau tau!! kau harus menemukan Humaira”perintahnya
“Baik tuan!”Sinta segera menyingkir dari tempatnya tadi, dia baru saja menguping pembicaraan suami dan anak buah suaminya itu.
‘Bagaimanapun anak itu tak boleh di temukan! Ismail pasti akan memberikan semua hartanya untuk anak itu. Tak akan aku biarkan’pikirnya***
Raihan baru saja sampai di rumah, dia cukup lelah hari ini karena menangani banyak operasi. “Kalau punya istri itu enak, pulang ke rumah di sambut. Di pijitin, di siapin air buat mandi., di manja. Rasanya capek pada ilang, buyar semua tuh yang namanya lelah, letih, lesu.”Ujar seseorang tak jauh dari sofa tempat dia duduk. Raihan memandang datar orang yang berbicara tadi, memang siapa lagi yang suka meledeknya. Ya kalau tidak Zahra, ya adik iparnya itu.
“Astagfirullahaladzim!”
Al meringis, mendapat lemparan bantal sofa dari kakak iparnya itu. “Bang, ini sakit loh! Ane serius”Keluh Al, jelas dia melebih- lebihkanya. Padahal bantal itu empuk, dan tidak terlalu sakit saat bantal itu dengan rela mencium kepalanya.“Ga berdarahkan? Ga usah lebay Al”Ujar Raihan galak, dia melangkah pergi ke kamarnya.
“Galak amat bang”Canda Al
“Hahaha… makanya jangan ngeledek abang”Ujar Zahra, dia memberikan Teh yang tadi di buatnya.
***Raihan menghentikan langkahnya saat akan masuk ke dalam kamar. Sebuah suara tertangkap pendengaranya, suaranya merdu, begitu dalam, , tak terasa Raihan menjatuhkan air matanya.
“Shodakallahuladzim..”
Dia melihat siapakah yang barus saja membaca ayat Al quran begitu indahnya. Kakinya mendekat ke arah mushola di dekat kamarnya itu, dan dia.. dialah yang membacanya
***Assalamualaikum..
Akhirnya bisa update juga, semoga kalian suka ceritanya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di atas Sajadah- Mu
Spiritual"Ketika aku di liputi kegelapan, kau datang menerangi jalanku dengan mengirimnya, Ya Allah. Buruknya masa laluku mengajarkan bertaubat kepadamu adalah keharusan bagiku." Humaira Afsheen "Dia seperti bintang, bintang yang paling terang di langit. Sia...