Debaran Pertama

42 0 0
                                    

Aku kembali ke lingkungan ini setelah pindah untuk waktu yang cukup lama. Jika diingat lagi saat itu aku masih duduk dibangku Sekolah Dasar ketika pindah dari lingkungan rumah ini. Aku tersenyum ketika menyadari tidak banyak hal yang berubah. Hanya saja saat ini aku kembali sebagai gadis remaja yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) tingkat akhir. Meskipun aku kembali dengan perubahan banyak pada diriku, tapi lingkungan rumah ini masih tidak berubah persis seperti terakhir kali aku meninggalkanya.

Aku sedang merapikan kamarku yang masih berantakan. Karena baru pindah hari ini, jadi aku masih kerepotan untuk menata kamarku. Dari luar jendela kamarku, aku bisa mendengar suara tertawa dan candaan. Petikan senar gitar juga terdengar samar-samar. Karena kesunyian malam seolah-olah sirna ketika suara-suara itu memenuhi udara. Ada perasaan aneh dalam diriku yang membuat kedua tanganku berhenti seketika. Seperti sebuah tali pipih yang tidak terlihat menarik tubuhku untuk berhenti bekerja dan berjalan mendekati jendela kamar.

Sudah pukul 7 malam, siapa yang bernyanyi dan membuat keributan malam-malam begini?

Aku menghampiri jendela kamarku, lalu menyibak kain gorden jendela. Aku menemukan beberapa pria sedang duduk di sebuah halaman yang terletak tepat di depan sebuah rumah yang berhadapan dengan rumahku. Aku fikir mereka belum terlalu dewasa untuk ukuran tubuh. Apa mereka masih dibangku sekolah sepertiku? Lalu kenapa jam segini mereka masih berada di luar rumah?

Tatapanku tertuju pada seorang pria yang duduk di dalam kegelapan dengan kedua tangannya yang sibuk memetik senar gitar. Seolah-olah cahaya lampu dari rumah itu tidak mencapai dirinya dan membuat dirinya berada di dalam kegelapan. Perlahan-lahan aku bisa merasakan debaran jantungku dan rasa nyeri dalam hatiku ketika tatapanku terlalu lama memperhatikan pria itu.

"Chie, apa yang kau lihat sayang?"

Suara ibu cukup mengagetkanku. Aku kembali menurunkan gorden jendela yang sedikit terangkat ketika aku mengintip keluar. Aku tersenyum malu karena ibu memergokiku sedang mengintip para pria di depan rumahku. Tidak mungkin aku terlena ketika menatap pria yang bahkan tidak bisa kulihat jelas bagaimana rupanya, sampai-sampai aku tidak menyadari bahwa ibu sudah berdiri di kamarku sejak tadi.

"Siapa mereka? Ribut sekali."

"Oh, kau tidak ingat yaa? Rumah itu kan milik Koji-obasan."

Koji-obasan? Tentu saja gambaran wajah Koji-obasan sangat familiar dikepalaku. Tapi setahuku beliau memiliki dua putra dan satu putri. Dan lagi putra tertuanya juga seumuran denganku, kalau tidak salah namanya Koji Kazuo kan? Selain itu putranya juga adalah temanku saat duduk di bangku SD.

"Apa itu Kazuo-kun?"

"Ibu fikir itu bukan Kazuo-kun. Mungkin itu Haruo-kun."

Ingatanku kembali berputar ketika namanya disebutkan. Haruo, Koji Haruo? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, entah dimana tapi...

"Kau tidak ingat juga? Koji Haruo, adik ipar dari Koji-obasan."

"Ah, begitu yaa."

Ternyata memang aku hanya mengenal nama tapi tidak mengenal wajahnya. Lalu apa Haruo-kun itu juga tinggal di rumah Koji-obasan? Lalu, apa para pria itu adalah teman-temannya? Banyak pertanyaan yang mengitari kepalaku saat ini. Tertarik pada seorang pria yang bahkan tidak bisa dilihat wajahnya adalah hal aneh yang pernah terjadi dalam hidupku. Pria yang duduk di dalam kegelapan itu, seperti ksatria dengan gitarnya.

When Love is BreakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang