Untaian Cerita Lama

18 0 0
                                    

"Onee-chan akan pergi besok yaa?"

Aku menghentikan aktivitasku yang sejak tadi mengemasi pakaian dan peralatanku yang lain ke dalam tas. Tsujiya yang sedang berdiri di depan pintu kamarku terlihat murung. Aku tersenyum geli karena sikapnya yang masih seperti balita meskipun tahun ini dia sudah resmi masuk SMA.

Dia masuk ke dalam kamarku sambil mengamati barang-barangku yang berserakan di lantai hingga diatas tempat tidur. Aku merasa bahwa selama ini hanya aku saja yang tumbuh semakin dewasa, tapi ketika melihat Tsujiya tumbuh menjadi adik laki-laki yang tampan rasanya juga tidak percaya.

Sudah lima tahun setelah cinta pertamaku berakhir. Kisah cintaku yang diiringi oleh air mata disetiap jalannya. Saat ini aku bukan lagi seorang gadis kecil karena hari ini aku genap berusia dua puluh tahun. Dan aku adalah seorang mahasiswi di Universitas Hakkonori, Yokohama.

Sudah hampir dua bulan ini aku kembali ke Sapporo karena liburan musim panas. Aku memutuskan untuk mengunjungi keluargaku karena sudah beberapa tahun ini tinggal terpisah.

Ketika lulus SMA aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Yokohama meskipun pada awalnya ayah dan ibu menolak permohonanku. Tapi aku merasa jika masih bertahan di Sapporo, jika aku masih tetap tinggal di rumah ini maka aku tidak akan pernah lepas dari kenangan tentang Sata. Meskipun dia tidak lagi berada di Sapporo untuk waktu yang lama.

"Onee-chan, apa ini?"

Aku melihat sebuah amplop berwarna merah muda yang sedang dipegang oleh Tsujiya. Amplop itu sudah berdebu dan terselip diantara lembaran buku-buku yang berserakan di lantai kamarku. Sejujurnya aku malah tidak ingat lagi dimana aku menyimpan amplop yang berisi sebuah surat ini. Tsujiya memberikan amplop itu kepadaku dan aku tersenyum menatap amplop lusuh tersebut.

Dear Chie.

Aku tidak tahu bagaimana cara agar bisa berbicara seperti biasanya denganmu. Aku berfikir panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk menulis surat ini kepadamu. Mungkin cara seperti ini sudah kuno, tapi aku fikir ini adalah cara yang efektif untuk berbicara leluasa denganmu.

Aku tahu hubungan kita tidak berakhir dengan baik dan aku minta maaf karena hal itu. Melihatmu menangis rasanya begitu menyakiti perasaanku. Aku berfikir jika melepaskanmu maka kita berdua akan baik-baik saja meskipun dengan kemungkinan yang kecil. Tapi aku tidak menyangka malah lebih mengkhawatirkanmu ketika kau tidak bersamaku. Sudahlah, lagipula semuanya sudah berlalu dan aku tidak ingin mengungkit kembali tentang kenangan itu.

Sebenarnya aku menulis surat ini karena ada satu hal yang ingin aku sampaikan padamu tapi aku tidak memiliki kesempatan untuk berbicara denganmu. Aku akan pergi ke Tokyo minggu depan, aku mendapatkan pekerjaan disana. Itu sebabnya sebelum aku pergi, aku ingin bertemu denganmu sekali lagi. Aku tidak tahu ini untuk yang terakhir kalinya atau tidak, tapi yang jelas akan memerlukan waktu lama hingga kita bisa bertemu lagi.

Akhir pekan ini ada pertunjukan kembang api di Lapangan Gyoboshi, kau tidak lupa kan kalau akhir pekan ini adalah perayaan tahun baru. Aku fikir karena waktu itu kita tidak bisa melihat kembang api bersama, jadi untuk kali ini bisakah kau datang dan melihatnya bersamaku? Aku tidak akan memaksamu untuk datang menemuiku karena aku tahu batasan dimana aku bisa meminta sesuatu darimu, Chie.

Aku tidak akan menuliskan apa yang ingin aku katakan ketika kita bertemu nanti, karena aku ingin kau datang menemuiku. Tapi jika kau tidak datang, maka tanpa perlu bertanya aku sudah bisa mengetahui jawabanmu. Hingga waktu mempertemukan kita kembali tumbuhlah menjadi gadis yang cerdas dan manis, karena Chie adalah gadis yang seperti itu. Jangan membuat orang tuamu khawatir dan tolong jaga kesehatanmu. Maafkan aku, Chie.

When Love is BreakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang