"Kapan kita akan ke bumi, Justin?"
"Sekarang!"
Justin langsung mengembangkan sayapnya dan langsung terbang keluar Istana, mereka mengikuti.
Justin berhenti di ujung lantai serambi Istana yang merupakan pembatas, dia menarik nafas dan terjun.
Mereka terbang bebas sambil berkejaran di belakang Justin, sedangkan Eric terbang di paling belakang, dia terbang pelan sambil terus memikirkan hal-hal yang tak sempat mereka fikirkan,
Eric Pov
Aku yakin takan semudah yang kita bayangkan, Justin.
Aku merasa akan ada orang yang berkorban untuk ini, entah apapun itu bentuk pengorbanannya.
Apa yang akan terjadi di Istana tanpa kita, Justin?
Aku tahu Ratu pasti sudah mempersiapkan semuanya, tapi apa itu cukup?
Apa itu cukup untuk melindungi Istana dan isinya dari iblis-iblis itu?
Bagaimana bis...."Hei Eric, kenapa terbang mu lambat sekali? Apa sayap mu sakit?"
Author Pov
Ternando membuat Eric terkejut dan kembali ke alam nyata, fikiran-fikiran itu berusaha dia tepia dengan menggelengkan kepala.
Eric mempercepat terbangnya, dia terlalu jauh tertinggal.
'Wuussshhh...'
Mereka semua berdiri di atap rumah yang bercahaya, meski remang, tapi hanya rumah ini yang bercahaya sampai ke atap dan terlihat dari langit. Mereka tak khawatir ada orang yang melihatnya, karena manusia takan bisa melihat para Guardian.
"Justin!"
Justin melirik pada arah suara, Eric yang baru sampai itu memanggil Justin,
"Ya, Eric?"
"Aku.. Mencium bau iblis,"
Mereka semua terpejam dan mencoba menambah kepekaan indra mereka,
Ternando membulatkan mata,
"Benar, Justin. Aku pun menciumnya,"
Dia mengendus,
"Sudahlah, hanya satu iblis. Mungkin iblis pengintai. Mari habisi dia,"
Justin langsung terbang dan berdiri di balkon kamar, dia melihat seorang gadis yang sedang tertidur, ingatan dia langsung tertuju pada ucapan Ratu yang mengatakan bahwa gadis itu mirip sekali dengan Dewi Aurora, dan ya memang benar.
Justin ingat kembali bagaimana perasaan di luar batas nya yang mencintai Sang Dewi, Dewi tak pernah mengetahuinya dan dia malah memilih ke bumi untuk hidup bersama orang yang menghancurkannya.
Dia mengepalkan tangan melihat gadis itu karena mengingatkannya pada ingatan yang selama ini dia berusaha lupakan.
Justin di sadarkan dari fikirannya oleh tepukan Tredy di bahu nya, Tredy tahu perasaan Justin.
"Ayo masuk.. Ayo masuk, tunggu apa lagi?"
Ternando yang sudah sangat ingin melihat wujud manusia sedekat mungkin menarik-narik pelan sayap Justin,
"Ish,"
Pekik Justin sambil mengatupkan sayapnya.
Jendela kaca besar yang membatasi antara kamar Gadis itu dan balkon tidak di tutup, mereka masuk dengan bebas dari sana.
Justin mendekat ke tempat tidurnya, menatap gadis itu dari dekat, dadanya berdesir sakit karena gadis ini mengingatkannya pada Dewi, selama ini hati Justin beku karena Sang Dewi.
"Psstt.. Justin, bolehkah aku kesana? Aku ingin melihat manusia dari dekat, apa mereka berbahaya?" tanya Ternando dari sudut kamar, dia memang tak banyak tahu tentang manusia karena dia Guardian yang paling akhir ada diantara mereka.
"Kau tak perlu berbisik seperti itu, manusia tidak akan ada yang mendengar mu meski kau berteriak," ucap Denimor, Ternando hanya menyeringai.
Justin mengentikan jari nya pertanda Ternando boleh mendekat,
Ternando mendekat dan melihat dengan takjub gadis yang sedang tertidur itu,
"Cantik sekali, dia benar-benar seperti Dewi Aurora. Dan aku bisa merasakan aura nya,"
Gadis itu bergerak, matanya terbuka dan langsung bertemu dengan manik mata Justin yang dari tadi tak lepas dari wajah gadis itu,
"Aaaaaaaaaaa!!!!"