Bab 4

33 3 3
                                    


        Pagi ini langit terlihat kelabu. Awan mendung menyelimuti langit disekitar kota Tokyo. Matahari tak terlihat dari sudut manapun. Hanya seberkas cahaya terlihat yang terkadang mengintip lewat celah-celah awan.

       Ia menyeberang bersamaan dengan beberapa orang yang akan berjalan menuju halte, tempat yang biasa ia pakai untuk menunggu kedatangan bus. Hari ini ia berangkat sekolah lebih pagi, karena hari ini adalah jadwal piketnya.

       Ia memasuki bus yang sudah datang. Lalu duduk di salah satu kursi. Kali ini ia kehabisan tempat duduk favoritnya. Entah mengapa, hari ini orang-orang berangkat lebih pagi, atau ia saja yang tidak tahu kalau ternyata orang-orang disini lebih suka berangkat pagi?

       Ah, sudahlah. Tidak usah terlalu dipikirkan.

      Ia menguap, lalu menutup mulut dengan kedua tangannya. Jujur saja, ia masih mengantuk. Semalam ia begadang karena menonton film, yang tentu saja sebelum menonton film, ia tak lupa untuk mengerjakan PR matematika terlebih dahulu.

       Tiba-tiba ponselnya bergetar. Lalu ia menggeser layar dan mendapati notif dari grup kelasnya.

       Ken Yamamoto: bagi yang piket tolong lebih cepat datang, mesin pemanas ruangan tidak bisa dihidupkan. Aku disini sendirian dan kedinginan.

       Akane mengerutkan alis. Mesin pemanas ruangan tidak bisa dihidupkan? Yang benar saja. Jangan bilang laki-laki itu hanya beralasan karena tidak ada yang membantunya untuk menyapu ruang kelas. Lalu Akane melihat jam pada layar ponselnya. Pukul 06:03. Sekitar lima sampai tujuh menit lagi ia mungkin sudah sampai sekolah. Ia tidak terlalu memperdulikannya dan lebih memilih untuk memejamkan mata sejenak sambil menunggu tujuan tiba.

       Selama tujuh menit berlalu, akhirnya bus yang ia tumpangi sudah sampai di depan sekolah. Dengan segera ia melangkahkan kakinya dan meninggalkan bus.

       "Astaga, dingin sekali." Ia menggosok-gosokkan kedua tangan, lalu meniupnya. Pada saat ia keluar dari bus, angin dingin langsung menyambutnya dengan satu gerakan lembut. Sambil terus menggosok-gosokkan kedua tangannya yang kedinginan, ia berjalan untuk memasuki sekolah dan menuju kelas yang terdapat di lantai dua.

       "Bagaimana pemanasnya?" tanyanya pada saat sudah memasuki kelas.

       Eh? Tidak ada orang? Dimana Ken?

       "Ken? Dimana kau?" ia menyelusuri setiap sudut kelas. Bola matanya bergerak kesana-kemari, mencari laki-laki itu. Apakah dia bercanda? Atau jangan-jangan dia hanya...

        Langkah kakinya terhenti ketika ia melihat sepasang sepatu didekat mesin pemanas. Dengan segera ia mempercepat langkah kakinya untuk menghampiri seseorang yang berada di sebelah mesin pemanas.

       Laki-laki itu tertidur. Dengan menggunakan headset di kepalanya.

       Akane mendesah dengan keras. Dasar laki-laki ini. Sungguh. Ia tak tahu harus diapakan anak laki-laki ini. Akane memijat pelipisnya sejenak, lalu memutuskan untuk melihat pemanas itu terlebih dahulu. Apakah benar-benar rusak atau tidak.

       Akane berpikir sejenak sambil mengetuk dagu dengan jari telunjuknya. Lalu ia mencoba untuk menghidupkan mesin pemanas. Tidak bisa. Ternyata benar, mesin ini sepertinya rusak. Kemudian ia berusaha untuk mengotak-atik mesin yang berada di hadapannya saat ini. Ia bergumam, dan berpikir sambil menggaruk rambutnya yang tiba-tiba saja terasa gatal, lalu menyelipkan rambut panjangnya ke telinga. Apa yang salah dengan mesin ini? Ia benar-benar tidak tahu soal mesin.

       Ia mengeluh dalam hati. Apakah dirinya harus membangunkan orang pemalas ini? Tidak. Sepertinya tidak. Ia termasuk orang yang paling malas kalau membangunkan orang. Apalagi tipe orang seperti laki-laki ini, sudah pasti kewalahan jika membangunkannya.

       Pada saat ia sedang sibuk mencoba untuk mengotak-atik mesin pemanas itu, seseorang datang. Dengan spontan, ia langsung menoleh kearah pintu. "Hai, Akane," sapa laki-laki penuh wibawa tersebut sambil berjalan lalu menaruh tasnya diatas meja.

       "Oh, hai, Takeuchi." Lelaki itu adalah salah satu anggota piket pada hari ini dan juga sebagai ketua kelas.

       Lelaki berkacamata itu menghampiri Akane, lalu melihat-lihat dan matanya meneliti disetiap bagian-bagian mesin pemanas didepannya. "Bagaimana mesinnya?" ujar Takeuchi sambil berjalan menuju gadis yang terlihat kebingungan itu.

       "Aku juga tidak mengerti. Aku tidak mengerti soal mesin," katanya pasrah.

       "Biar kulihat," katanya, lalu, "ㅡapa yang dilakukan orang ini?" katanya setelah melihat Ken tertidur pulas disamping mesin pemanas. "Mengapa kau tidak membangunkannya?"

       "Aku malas untuk berbicara dengannya," kata Akane apa adanya sambil meringis kearah Takeuchi.


Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang