01

481 10 0
                                    

Gadis itu berjalan menuju kelasnya, dia baru saja dari taman belakang sekolah. Selalu langkah ceria, rambutnya dikucir kuda sehingga ketika sedang tertawa membuat rambutnya bergoyang kesana kemari. Sementara tak jauh dari keberadaan gadis itu,

Duk..duk..duk..

Seseorang cowok sedang memantulkan bola basket di lapangan. Merupakan cassanova sekolah, SMA Cakrawala. Menarik perhatian penuh dengan kelincahannya dalam olahraga satu ini. Dia tak mengikuti ekstra basket di sekolah ini karena ya memang tak pengin aja. Pandangan cowok itu fokus dengan bola yang dipantulkan oleh tangannya sendiri, tak menghiraukan para pasang mata itu.

"Waw, sumpah cogan ngets."

"Ganteng banget. Gue pengen ngelap keringetnya.

"Itu kak Deva kelas XI-1, kan?"

"Kak Deva semangat, ya."

Seruan para penggemar cowok itu, Deva. Terdengar jelas di telinganya. Yang sudah jelas pasti anak perempuan yang berseru histeris kayak ngelihat setan. Cowok itu bermain sendirian sementara sahabatnya sedang di pinggir lapangan. Menonton.

Tanpa diduga ketika Deva sedang menge-shoot bola ke dalam ring tiba tiba bola itu malah terpental di pinggir ring. Mengenai pelipis seseorang. Bukan bukan. Bukan seseorang bahkan, seorang cewek yang tengah berjalan tenang dengan temannya. Tubuh gadis itu terhuyung ke belakang dan kepalanya nyaris mengenai aspal yang menyelimuti kawasan sekolah itu. Untungnya belum tepat mengenai aspal, kepala gadis itu jatuh di pangkuan Baran, teman sekelasnya.

"Salsa," teriakan super cempreng dari salah satu temannya. Ia langsung berlari ke arah gadis itu.

Mendengar sedang ada keributan, Deva tak menghiraukan dan memilih untuk kembali ke kelasnya karena dia sudah sangat capek. Maklum hari ini matahari menyengat kulit dua kali lipat dari biasanya. Membakar kulit umat manusia.

Gadis itu dibawa ke UKS oleh Baran. Alena Salsarani. Cukup simpel namanya. Dibaringkan di ranjang ruangan itu. Di belakang Baran, sahabat dari gadis itu yang berteriak tadi--mengikuti langkah Baran. Seiring Baran selesai membaringkan tubuh gadis itu, ia pamit balik ke kelasnya.

"Sal, sadar dong," ucap Vani-- sahabat Salsa--panik. Ia menepuk nepuk pipi Salsa lembut. Khawatir. Lebay.

"Udah sini duduk. Salsa nanti juga sadar," ucap Livia yang juga sahabat dari Salsa--sambil menepuk nepuk sofa yang didudukinya. Seakan menyuruh Vani duduk disampingnya. Dalam hati Livia memaki Vani, lebay lo.

Vani memang cewek paling sensitif diantara mereka sementara Livia, cewek tersantai.

"Eh, kalian. Kalian balik dulu ke kelas biar gue yang ngurusin." Tiba tiba di ujung pintu UKS, terdapat Amalia, salah satu petugas UKS yang piket di hari itu.

Mereka menoleh. Sesaat kemudian. "Ya, udah. Balik yuk, Van," ajak Livia beranjak dan menarik tangan Vani. Sedangkan Vani hanya mendengus pasrah. Dia sangat khawatir akan keadaan sahabatnya itu cuma karena kelakuan Deva. Vani terlalu lebay karena kepanikannya kali ini padahal Salsa hanya mengalami luka ringan saja.

Setelah lima belas menit Salsa pingsan, akhirnya dia mengerjap ngerjapkan matanya pertanda dia sudah sadar. Saking kerasnya benturan bola basket tadi membuatnya jatuh pingsan. Gadis itu melihat jam hitam yang melingkar di tangan kirinya.

"Udah jam sebelas siang. Gue balik ke kelas," pamit Salsa seraya turun dari ranjang. Amalia yang sedari tadi tetap menunggu, merespon pamitan itu dengan anggukan.

Gadis itu berjalan keluar ruangan itu sambil memegang pelipisnya yang dibalut kapas. Perlahan dia menghembuskan nafasnya dan mengingat kejadian yang membuatnya terjatuh. Di jalan, gadis itu terus memaki cowok yang membuatnya sampai pingsan. Cling. Salsa sadar akan sesuatu. Dia mengalihkan ingatannya. Gadis itu memutuskan untuk memepercepat langkahnya ke kelas karena tak mau ketinggalan ulangan hari ini.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang