16

242 7 0
                                    

"Ma, pergi dulu, ya. Udah telat nih. Assalamu'alaikum." ucap Salsa sambil mencium punggung tangan mamanya.

"Wa'alaikumussalam."

Sesampai di sekolah,

"Haduh mampus deh gue gerbang sekolah udah di tutup padahal kan baru telat tiga menit." ujar Salsa sambil mendengus kesal. Tanpa berfikir panjang dia memanjat pagar gerbang sekolahnya. Ia mendahulukan melempar tasnya melewati gerbang itu asal.

Pletak.

Salsa berhasil mendaratkan kakinya dengan mulus. Tapi, tunggu. Bunyi itu apakah suara kaki Salsa? Tidak. Menoleh ke asal suara. Dilihatnya seseorang laki laki mengumpat pelan. Tapi, umpatan itu masih didengar oleh Salsa. Salsa melotot saat menyadari siapa yang tak sengaja terkena lemparan tasnya.

"Lo," ucap mereka bebarengan disusul tunjuk mereka satu sama lain.

"Lo ngikutin gue?" tanya mereka bebarengan lagi.

"Siapa juga yang ngikutin lo?" tanya mereka bebarengan lagi untuk kesekian kali.

"Takdir kali," celetuk Deva terseyum miring.

Salsa terkejut. Mulutnya menganga lebar. Sumpah kali ini kadar kegantengan Deva melonjak tinggi hingga mencapai radius tertinggi.

Tangannya dilipat di dada. "Gue tau kok gue ganteng. Biasa aja liatnya, yang."

"Yang, yang. Pala lo peyang." Salsa membuang muka. Kalau tidak, bisa bisa Deva mengetahui rona merah yang terpancar di pipi mungilnya.

"Ciee blushing." Deva tertawa terbahak-bahak.

Sial. Deva tahu. Mampus deh.

"Lo salah liat kali," elak Salsa.

Deva manggut-manggut."Gitu." Lagi lagi ia menyunggingkan senyum miringnya. Senyum kelicikan. "Oke gue buktiin. Gue coba gombalin lo lagi."

Mampus kamu Salsa. Mau taruh dimana mukamu ketika salah tingkah nanti?

"Eneng manis. Apakah eneng bersedia jadi pasangan abang? Abang liat kita sering ketemu tanpa disengaja. Itu namanya jodoh lho. Eneng mau, kan?" goda Deva menaik-turunkan alisnya.

Salsa nekat menatap Deva penuh tantangan.

"Hah? Jadian sama lo? Ogah." Salsa memandang Deva jijik. Mengapa Deva bisa seperti ini? Belum minum obat kali.

"Eneng mau ke pelaminan sekarang? Kalau Abang sih mau-mau aja."

Pipi Salsa memanas. Gadis itu yakin sekarang pasti pipinya sudah seperti kepiting rebus. Tak terima dengan segala godaan itu, ia menabok punggung Deva yang sedari tadi menahan senyumnya. Sebelum tabokan itu mengenai punggung Deva, cowok itu kabur duluan.

"Kejar gue kalo berani," tantang Deva menjulurkan lidahnya keluar. Disusul tawa khasnya.

"Sialan lo." Salsa ikut berlari mengejar Deva.

"Eh, ini pada ngapain? Cepet masuk kelas. Bel masuk sudah berbunyi dari tadi," bentak bu Alya. Guru ini bertugas menjaga gerbang sekolah saat pagi. Mengangkat gagang kayu yang entah beliau dapat darimana. Bersiap-siap memukul mereka berdua. Untungnya mereka berdua tak dihukum.

Mereka berdua berjalan beriringan dan akhirnya berpisah di koridor. Salsa segera mempercepat langkahnya menuju kelas.

Di balik tembok kelas X-3 Salsa mengendap-ngendap layaknya seorang maling yang akan di tangkap polisi. Salsa mendengar suasana yang begitu ramai tapi ketika dia berjalan suara di dalam kelasnya mendadak hening. Aneh. Itulah kata-kata yang terlintas di fikirannya sekarang. Salsa mengintip di jendela kelasnya dan ternyata tidak ada seorang guru yang mengajar.

KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang