It's You

2.1K 156 8
                                    

"Aku gak tau kalian udah nyiapin apa di sana. Tapi kalo sampe ada anjing, ceker ayam, Chucky, Freddie Krueger, Scream, aku bakal usulin nama kalian jadi peserta Dunia Lain. Got it?" Tania dan Bima mengangguk dengan cepat. Well, kali ini aku serius.

"Car..." aku menoleh, "Freddie Krueger cuma bisa menyerang lewat mimpi, so,
jangan sampe tertidur."

"Thanks, Tan." Ucapku meskipun kalimat Tania tidak menghilangkan
kecemasanku sedikitpun.

Aku memanjat pagar dan melangkah dengan pelan. Aku mengedarkan pandanganku, mencoba mencari makhluk galak berkaki empat yang selalu menyalak garang itu. Aku hampir saja melewatkannya ketika melihat sesuatu menatapku dari kegelapan. Anjing penjaga itu sedang melihatku. Aku mematung. Sendi di leherku seakan mati, padahal aku ingin sekali melihat kedua sahabatku untuk terakhir kalinya.

Hp-ku bergetar. Aku mengambilnya tanpa mengalihkan pandanganku dari anjing penjaga itu.

"Hei, kenapa berhenti?" suara Bima. Ternyata mereka sedang memperhatikanku.

"Ada anjing penjaga. Kurasa dia menyukaiku, sedari tadi dia mempelototiku terus." Bisikku.

"Abaikan saja. Cepat masuk!" ucap Bima memberi instruksi.

Aku bergeser sedikit demi sedikit dari posisiku. Setelah cukup yakin, aku
melangkah menjauh selangkah demi selangkah. Anjing itu tetap pada
posisinya. Wah, akhirnya ia belajar kalem juga.

"Jangan matikan telponnya." Aku memasang earphone dan memasukkan hp-ku ke sling bag.

"Pintunya dikunci. Jendelanya juga tertutup. Kalo ketutup gini gimana aku
bisa masuk?" aku mulai frustasi dengan permainan ini.

"Bim, kamu jangan mempersulit Carissa dong.." aku mendengar suara Tania
dari seberang telpon.

"Kukira Carissa punya kuncinya. Dulu kan dia sering main di sini." Ujarnya
membela diri.

Tunggu, apa kata Bima? Aku punya kuncinya? Kayaknya aku ingat sesuatu. Dion pernah bilang sesuatu tentang membuka pintu tanpa kunci.

Sementara Bima dan Tania berdebat, aku mencoba mencari petunjuk. Ayo ingat, membuka pintu tanpa kunci! perintahku pada otakku.

"Gak mungkin kan pintunya bisa kebuka gitu aja cuma ngucapin 'Alohomora'. Emangnya temen Carissa itu Harry Potter apa."

"Bener! Sensor suara!" tiba-tiba aku mengingatnya setelah mendengar Tania berkata mantra di Harry Potter. Pintu ini bukan cuma bisa dibuka pake kunci, tapi juga sensor suara. Tapi apa masih berlaku ya?

"Lavender's blue dilly dilly lavender's green.." bait lagu yang pernah kunyanyikan dulu. Saat itu juga Dion mengubah sensor suaranya menjadi lagu ini.

Pintunya terbuka secara otomatis. Aku hampir saja berteriak saking girangnya.

"Pintunya terbuka." Ucapku.

"Wah, bener-bener orang kaya ya. Pintunya pake sensor suara segala. Apa rumah ini kita rampok aja ya?" usul Tania.
"Car, kamu udah di dalam? Cari tangga." Bima memberi instruksi lagi, mengabaikan guyonan Tania.

Jujur saja, dibanding di halaman tadi, aku lebih benci berada di dalam sini. Kalau orang cenderung takut tempat tertutup yang sempit. Aku malah tidak suka ruang tertutup yang kelewat luas.

Tempat yang luas tapi kosong. Kepalaku akan mulai berspekulasi. Kenapa tempat ini kosong? Kenapa tempat seluas ini tertutup dan kosong? Lalu kekhawatiranku akan semakin menjadi-jadi. Bagaimana jika tempat ini tidak benar-benar kosong?

"Bima, Tania..." aku memanggil mereka pelan. Aku semakin gelisah berada di dalam rumah ini.

"Tenang, Car. Ayo cari tangganya." suara Tania mencoba menenangkan. Aku hanya berbekal flashlight dari hp-ku karena tempat ini sangat gelap. Kalau sensor suaranya aktif berarti listriknya tidak mati tapi hanya dipadamkan sementara. Pasti ini ulah Bima.

Stockholm SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang