The Unspokens
3 — Damn Feeling
Krystal.
Apa dia kekasih Jongin?
Satu-satunya jawaban yang mungkin hanya iya. Jongin itu anak tunggal, siapa lagi yang akan memanggil namanya dengan sebutan semanis itu selain orangtuanya?
Benda persegi panjang itu bergetar lagi, kali ini hanya sebuah pesan singkat masih dari orang yang sama.
From: Krystal
Kenapa kau memutus panggilanku, Sayang? Uhm, kau langsung ke restoran saja ya, aku mulai lapar. Aku pesan duluan. Restorannya ada di ujung jalan dekat butik Glore de Belle. Sampai bertemu nanti.
Setelah Jonginnie, sekarang Sayang? Oh, bagus sekali. Tinggal menunggu waktu saja sampai Tiffany berkata sejujurnya bahwa Jongin punya kekasih lain. Bukankah dengan begitu semua selesai?
Tiffany tersentak ketika kunci pintu kamar mandi terdengar. Segera dia hapus riwayat panggilan dan pesan singkat lalu mengembalikan benda itu persis ke tempat semula.
Jongin keluar dari kamar mandi dan bergegas mengganti pakaiannya kemudian menyambar kunci mobil setelahnya. "Aku pergi pagi ini, aku juga tidak pulang nanti. Jangan menungguku."
"Memang siapa yang menunggu, tsk," sungut Tiffany dengan memutar bola matanya kesal.
Kim Jongin menoleh dan menatap remeh. "You?" Kemudian pria itu keluar tanpa peduli jawaban darinya. Tak ada ucapan sampai jumpa atau kecupan manis di keningnya.
Oh, kenapa dia jadi sulit bernapas sekarang?
It wasn't jealousy, right?
|
Tujuan awal Tiffany harusnya adalah rumah Bora, tapi sekarang dia malah banting setir ke arah Gangnam dengan berbekal rasa penasaran. Ya, beberapa bukti foto bisa dijadikan tameng, setidaknya. Jika saat ini Jongin benar ada di sana, maka dia pasti bersama seseorang bernama Krystal itu.
Perjalanannya butuh sepuluh menit. Sesampai dia di sana, dia langsung memilih meja dekat jendela. Wanita itu mengedarkan pandangannya, dimana Jongin? Manik matanya mencari-cari sosok itu sampai dia mendengar percakapan;
"Aku menginap di apartemenmu malam ini, Sayang."
"Kau akan menginap di apartemenku? Bagaimana dengan istrimu itu?"
"Abaikan saja, bukan masalah penting jika dia penasaran. Dia hanya terlalu naif, hahaha. Pernikahan kami tidak dilandasi cinta atau sejenisnya."
"Kau yakin?"
"Yeah. Ini hanya karena bisnis. Aku akan menceraikannya segera setelah bisnis keluarga kami membaik."
"Jahat sekali. Tapi aku suka, hahaha!"
"Kemarin aku sempat menggodanya. Konyol sekali wajahnya astaga!"
"So...a dumb girl? Well, I know you love me more than I am, Babe."
"I am."
"Karena kau menginap di apartemenku, bagaimana kalau kita belanja dulu? Ada tas tangan yang ingin kubeli kemarin, empat juta won, boleh 'kan?"
"Apapun untukmu, Cutie."
Suara Jongin sangat jelas. Segalanya yang dikatakannya juga benar, itu semua fakta. Alisnya menyatu sedih sekaligus kesal. Akan menceraikannya segera setelah bisnis keluarga kami membaik?
Lagipula, pria itu tidak perlu merendahkan dia juga 'kan? Sialan!
Tapi, sebenarnya kasihan sekali Kim Jongin. Bagaimana bisa dia terjebak dalam perangai Krystal? Sekali lihat saja, dia tahu wanita itu bukan wanita baik-baik—dalam arti dia itu gila uang, bukan wanita karir yang punya penghasilan juga. Jelas sekali anak manja yang menggantungkan hidupnya pada ayahnya atau sejenisnya.
Tiffany tertawa memikirkan hal itu. "Seandainya aku bisa menendang perut Jongin sekarang."
Setelah mengambil napas panjang, dia memutuskan untuk pulang saja. Selera makannya merosot. Dia yang awalnya ingin makan sekalian saat di restoran tadi, kini malah berakhir makan ramyun di supermarket pinggir jalan.
Tifany mulai memakan ramyunnya dengan brutal kemudian menghela napas kasar. "Kenapa harus hal semacam ini yang menimpaku?!" Wanita itu menusuk-nusuk seisi cup ramyun dan kembali. Penuh dengan pelampiasan emosi. Sampai dia teringat satu hal,
dia lupa bahwa satu foto sebagai bukti dapat menyelamatkan hidupnya!
"Sial!"
|
Tiffany berencana menginap di apartemen Bora. Lagipula Jongin tidak pulang hari ini, dia tak perlu repot-repot kembali dan memasak—and anyway, Jongin 'kan tidak pernah memakan masakan buatannya? Masa bodoh dengan pemuda itu.
Dia kini berada di depan kamar apartemen sahabatnya itu. Dengan kesal dia berkata, "Bora, berhentilah membuatku menunggu!"
"Astaga, Tiff! Ada apa dengan koper itu?"
"Aku mau menginap di apartemenmu."
Bora hanya menggelengkan kepalanya. "Oke, masuklah."
|
Bora dan Tiffany berada di ruang tengah, menikmati satu kardus chicken drumstick yang dipesannya setengah jam sebelumnya.
"Hei, kau serius tidak ingin cerita apapun padaku?" Perempuan bermarga Yoon itu menyela kegiatan makan Tiffany, mengundang ekspresi datar di wajah apik sahabatnya. "Memang apa yang harus aku ceritakan?"
"Tentang Jongin misalnya?"
Tiffany kembali memakan ayam gorengnya. "He won't be home today. Mungkin besok, lusa dan besok lusa juga tidak akan pulang."
"What the fuck!" Bora tersedak makanannya, terkejut akan penjelasan Tiffany. "Jongin sering tidak pulang? Bagaimana kalian selama ini?"
Si Hwang masih dengan ekspresi datarnya berkata. "Nothing. Tidak ada perasaan apapun dalam hubungan kita, mungkin akan segera cerai."
"Kau bercanda? Apa kau tidak kasihan?" Bora menaikkan sebelah alisnya. "Kasihan?" Tiffany menaikkan sebelah alisnya pula, bingung. "Ya. Hatimu, apa kau tidak kasihan?"
"Seperti dia peduli saja. Sudahlah, jangan bahas hal ini lagi," ucap Tiffany pelan. Dia benar-benar lelah melihat semuanya tidak tertata rapi.
Tapi benar juga,
apa pria itu pernah sekali saja mencemaskannya?
Sepertinya tidak.
Jika benar dia menyukai Kim Jongin, maka sepertinya dia harus menelan perasaannya kembali. Bukankah Jongin menolak mentah-mentah dirinya lewat percakapan di restoran tadi?
Hah, semakin dipikir semakin rumit saja. Dia tak ingin ambil pusing. Biarkan saja hal ini berlalu. Persetan dengan perasaan.
Masa bodoh dengan Jongin!
—to be continue...

KAMU SEDANG MEMBACA
The Unspokens
FanfictionJongin dan Tiffany adalah dua orang yang terjebak dalam sebuah perjodohan dan memutuskan untuk menjalani seperti seharusnya, tetapi bagaimana jika ternyata secara tidak sengaja mereka jatuh hati? [exoshidae; kaifany]