Chapter 23

10.4K 770 2
                                    

"Sa, gue mau jalan. Lo beneran nggak mau ikut nganterin ke airport?" Askian mengetuk pintu Aksa berkali-kali, hampir sepuluh menit. Namun tidak ada jawaban.

Tidak ada yang tahu pula apa yang dilakukan Aksa.

Ia tidak menangis, bukan dirinya. Ia berpikir, menenangkan pikiran, menahan emosi. Seorang Angkasa Putra Nugroho menyerah? Berkelahi saja harus menang. Ya walau beda persoalan. Ia mengembuskan napas frustasi. Makanan semalamnya tidak tersentuh, hanya menghabiskan segelas air mineral.

"Serius ya nggak ikut? Jadwal penerbangan gue ternyata bareng si Razky Razky itu, lho. Siapa tau lo bisa dapet pencerahan," Askian terdiam, membuat Aksa menautan kedua alisnya. "Ya kayak kemaren, lo udah tau mereka pernah nggak kompak gara-gara ke geb pacaran sama anaknya. Trus kemaren klop aja tuh."

Aksa berdiri, menatap pintu kamarnya dan bergegas mendekati. Suara kakaknya mulai menghilang. "Askian! Gue ikut! Ganti baju dulu!"

"Nah gitu, gue tunggu di bawah."

*

"Kamu kenapa sih, murung aja." tanya sang Mama kepada Aksa. Aksa hanya menatap lurus ke depan. Mereka sedang duduk di ruang tunggu, sang Mama melirik Askian di sampingnya.

"Nggak dapet restu. Bete gitu jadinya."

"Belum dapet, nyet. Bukan nggak dapet." Sahut Aksa.

"Mama mending denger kalian main kata-kataan daripada ngeliat kalian diem gini. Kayak kesurupan." ucap sang Mama.

"Mama, kalau kesurupan itu 'kan nggak bisa diem." sahut Askian.

"Kalian 'kan duo racun, berisik mulu tiap hari. Jadi kalau diem, ya aneh lah."

Tiba-tiba Aksa tertawa disamping Askian. Tertawanya lepas, seolah bebannya tersingkir begitu saja. Askian yang mendengarnya ikut tertawa, apalagi sang Mama.

"Jangan nyerah ya, nak. Kamu 'kan bukan tipe yang begitu. Sama kayak Papa. Keras kepala, harus bisa dapet apa maunya," sang Mama terdiam, menatap lurus dan tersenyum sekilas. "Sampe-sampe nggak ada yang mirip Mama! Anak siapa kalian sebenernya!"

"Don't, Mom." sahut Askian.

"Here you go. Your Mom strike again." sahut Aksa.

Mereka bertiga tertawa seakan ruangan tidak ada seorang pun. Lalu tiba-tiba seseorang memginterupsi mereka. "Aksa?"

Aksa menoleh, mendapati Razky dengan senyum tampannya menatap Aksa. Mata cokelat ke abu-abuannya memperlihatkan bahwa ia bukan orang asli pribumi.

"Oh, Razky." sahut Aksa pelan.

"Siapa lagi ini? Yaampun temen Aksa cakep-cakep ya sekarang. Nggak kayak geng Avengers kamu itu." sahut sang Mama membuat kedua anaknya menatap jengkel.

Razky terkekeh, lalu mengajak Aksa untuk berbicara empat mata.

"Udah?"

Aksa menghela napas frustasi, lalu menggeleng pelan. "Keras, cuy."

"Lunakin. Lo pasti bisa."

Aksa menatap Razky lekat-lekat. "Lo ngomong gampang."

"Gue lebih sakit dari lo kemaren. Pradit cerita ke gue sama Johan malemnya. Itu juga kabur pelan-pelan." ucap Razky sambil memukul lengan kiri Aksa pelan.

Aksa menautkan alisnya, menandakan ia bingung sekaligus bertanya.

"Waktu gue sama Pradit, gue nggak tau Bunda bisa tau-tauan dari mana. Tiba-tiba dia nyamperin gue pas kelulusan. Dia bilang, gue bawa pengaruh buruk, gue nyesatin Pradit sampe-sampe dia jadi homo. Jujur, gue nggak terima. Gue sakit banget, tapi gue nggak dendam sama siapapun. Bunda nyuruh gue pergi menjauh, dan kebetulan bokap gue pernah nawarin buat ke Jerman. Yaudah dengan terpaksa gue ambil," Razky mengusap wajahnya kasar.

Bitter SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang