Melted 15

858 37 0
                                    

PART 15

Mommy, you are always somewhere

Daddy, I live outta town

Tell me how it could ever be

No more somehow

Juniel memperhatikan foto besar yang selama ini terpampang di ruang tamunya. Sepasang suami istri dan putra kembar mereka, iya itu foto keluarganya. Foto saat ia dan adiknya, Rio berusia 10 tahun. Tahun terakhir semuanya seperti yang nampak di foto besar itu. Ayahnya belum sesibuk sekarang. Ibu selalu ada di rumah dengan dongeng-dongeng ajaibnya. Semuanya baik-baik saja. Teramat baik seingat pemuda itu.

Tapi bukan berarti semuanya tidak baik-baik saja. Mengesampingkan masalah keluarga, satu hal yang baik dari semuanya yang telah terlewati adalah keadaan keuangan keluarga dan perusahaan waralaba Ayah yang semakin baik saja. Ya, itu saja yang baik. Lainnya? Semuanya bobrok menurut Juniel.

"Iyel."

Juniel menoleh begitu mendengar namanya dipanggil. Juniel tercekat, itu....

"Mama," lirihnya.

Iya, itu ibunya. Ibunya yang bilang akan pulang seminggu lalu. Kini sudah ada di depan Juniel sendiri. Wanita itu segera menarik Juniel dalam pelukannya. Juniel tak menolak seperti tahun-tahun sebelumnya dimana ia selalu menolak pelukan Ibunya ataupun Ayahnya. Kali ini, Juniel mengalah saja, toh ia juga sangat rindu pelukan ibunya. Biar Mama memeluknya saat ini. Biar Mama yang mencairkan hati Juniel dengan pelukannya yang super hangat.

"Mama," panggil Juniel di rengkuhan Mama. Mama tak menjawabnya, hanya mengelus punggung putranya yang kini tingginya sudah melebihi dirinya. Ia sudah melewatkan banyak hal sepertinya.

"Mama?" suara lain itu membuat Juniel melepaskan pelukannya. Ia dan juga Mama menoleh ke sumber suara. Yang ditatap hanya berdiri mematung, tidak tahu harus bagaimana.

[]

"Mama?" panggil Rio

Mama, baru kali ini Rio mengucap kata itu lagi setelah sekian lama. Rio tidak pernah lagi menyapa Ayah dan Ibunya di dunia nyata mmm., maksudnya saat mereka bertatap muka secara langsung. Sudah lama sekali saat Rio memanggil nama keduanya hingga Rio akhirnya lupa caranya. Terlebih lagi, sepertinya es dalam hatinya telah membekukan kata Mama dan Ayah. Membuatnya semakin sulit mengucap dua kata sederhana itu.

Tapi sekarang, entah kenapa Rio memanggil nama itu lagi, mengucapa 'Mama' dengan napas tertahan menahan sesuatu, rindu. Saat tadi ia turun dari kamarnya, ia mendapati Mama tengah memeluk Juniel. Hal yang terakhir Rio lihat enam tahun yang lalu. Rio membeku, langkahnya seakan terhenti begitu saja saat menyaksikannya. Iyel tidak berontak, mengingat tidak jarang Iyel menyentakkan tangan Mama saat hendak memeluknya. Juniel tenang di pelukan sang Mama, satu hal yang diketahui Rio, hati Juniel telah mencair.

Rio menyentuh dadanya yang mulai terasa sesak –sekaligus hangat bersamaan—. Rasa rindu kepada Mama yang bertahun-tahun ia pendam menyembul. Rindu yang hangat itu menjebol dinding es yang menyelubungi hatinya. Rindu yang hangat itu mencairkan kegengsian dan keegoisannya. Perlahan rindu itu membuat mulutnya bersuara lirih, mengucap kata Mama.

"Mama," Rio mengulangnya. Hatinya lega saat ia mengucapkan kata itu. Kata sederhana yang selalu ia gunakan untuk memanggil ibunya. Mama, sebutan sederhana untuk wanita yang telah membuat Rio melihat dunia. Sebutan sederhana untuk wanita yang menjaga Rio –dan juga Iyel- semenjak di dalam kandungannya. Sebutan sederhana untuk wanita yang teramat Rio sayangi.

MeltedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang