PART 14 B
Ify-Shilla
Kita adalah sepasang sepatu
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusiaMid tes yang berlangsung seminggu berefek besar pada hubungan Ify dan Shilla. Jarak antara mereka semakin lebar. Ruangan Shilla yang terpisah dari Ify dan Alvin, membuat Ify susah untuk sekedar bertanya pendapat Shilla tentang ujian tadi. Dan Shilla sepertinya tidak mau repot-repot melakukan hal itu. Ia masih ingin masa tenang tanpa dipusingkan soal Rio dan Ify.
Mungkin iya, kini mereka –Ify dan Shilla- adalah sepasang sepatu. Dekat tapi terasa jauh, ya meskipun jaraknya hanya sejauh kaki kanan dan kiri. Merekalah sepasang sepatu, tanpa pasangannya tak berguna. Tergeletak begitu saja dan akhirnya dibuang begitu saja.
"Shilla." Panggil Ify begitu Shilla keluar dari ruangan. Shilla menoleh dan tersenyum –untuk pertama kalinya sejak bertengkar- pada Ify. Ify tidak menyangka Shilla akan tersenyum begitu manis padanya. Gadis itu lantas berlari menghampiri Shilla dan merangkulnya. Hal yang ingin ia lakukan sejak seminggu lalu.
Kehampaan yang Ify rasakan perlahan terisi. Gerak kaki manusia itu membawa sepatu itu hidup. Tak seperti sebelumnya, mati bagai tak berjiwa.
Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginanIfy kini tahu apa sebenarnya akar masalah semua ini. Setelah seminggu tak bertemu Shilla, ia benar-benar menginstrospeksi dirinya. Ini semua juga karena Ify terlalu takut. Ia takut untuk berterus terang pada Shilla. Iya, lagi-lagi seperti sepatu. Ify tidak takut berlari sekencang apapun sebenarnya, tapi ia khawatir Shilla akan kelelahan. Ia lebih suka berjalan dan memendam keinginannya untuk berlari untuk Shilla. Dan inilah kesalahannya, ia lebih memilih bohong karena ia kira Shilla akan baik-baik saja. Tapi, lihat sekarang? Shilla tidak baik-baik saja. Ify sadar sekarang Shilla sama sepertinya, ia ingin berlari, ia rela kehujanan. Karena ia tidak takut lelah, ia tidak takut kedinginan.
Ify-Rio
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apaDesah napas Rio terdengar begitu kentara di telinga Ify. Namun sebisanya Ify tidak menoleh dan bertanya ada apa. Gadis itu tetap menatap lurus-lurus ke depan, pura-pura tidak mengacuhkan Rio.
"Ify," panggil Rio. Ify melirik Rio dari ekor matanya sebentar, masih tak berniat menoleh.
"aku nggak suka kita yang kayak gini," ujar Rio pelan. Memangnya Ify suka apa mereka yang begini? Ify juga nggak suka keleus, tapi keadaan yang memaksa Ify untuk begini. Pura-pura jadi dingin pada Rio.
"Ify," panggil Rio lagi. Kali ini Ify menoleh. Apa?
"Aku minta maaf," lanjut Rio sambil menatap Ify dalam-dalam. Ify melengos pelan.
"Ify, aku nggak tahu harus gimana lagi."
Rio menghela napasnya kasar entah untuk yang ke berapa. Harus bagaimana lagi dia? Dia benar-benar tidak tahu. Selama ini, Ify lah kompasnya. Tanpa Ify, jelas ia akan tersesat. Selama ini, Ify yang pelan-pelan mengajari tentang kasih sayang. Tentang bagaimana mengubah perasaan dinginnya menjadi hangat.
Tapi sekarang, sebuah keping masalah yang tidak disadari Rio telah ia ciptakan membuat mereka menjaga jarak. Kompas Rio tak mau menunjukkan kemana ia harus melangkah. Rio buta tanpa kompasnya. Rio sadar selamanya ia ingin tetap bersama kompasnya, kenyataannya ia tidak bisa apa-apa. Bahkan untuk sekedar menahan kompasnya untuk tetap disisinya pun dia tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melted
Teen FictionWhen you started to know love, that's the time you melted :) Tidak ada yang aneh dari pertemanan Ify, Shilla, dan Alvin. Sampai bertemulah mereka dengan si kembar Junio dan Juniel. Junio sudah mencuri hati Ify sejak hari pertama Ify melihatnya. Dan...