Melted 8

907 45 0
                                    


PART 8

Seperti pelangi

Memberi warna pada jiwa yang sepi

Jiwa yang gundah karena patah

Jiwa yang lelah karena amarah

Seperti pelangi

Kau memberi arti setelah badai hari ini

Sivia mengakhiri pembacaan puisinya dengan canggung. Ia tidak biasa maju ke depan kelas untuk membacakan karyanya ataupun presentasi. Dia terlalu malu, ya meskipun di depan kamera lain, Sivia justru bisa rileks di hadapan kamera. Rasanya jika di hadapan kamera ada yang 'mencair' dari dalam dirinya.

Sivia menatap seisi ruang kelas takut-takut, jadi gadis itu cenderung menunduk menunggu respon teman-temannya. Juniel menangkap keresahan Sivia, jadi pemuda itu mulai menumbukkan kedua telapak tangannya, bertepuk tangan. Ya, begitulah tepuk tangan dalam sebuah kelas awalnya lirih tapi lama kelamaan sorak sorai menyapa kedua telingamu membuatmu mendongak dan tersenyum. Seperti Sivia, untuk pertama kalinya sejak entah kapan ia lupa Sivia tersenyum di depan seluruh teman sekelasnya. Senyumnya bahkan lebih cantik dibanding senyum yang biasa ia perlihatkan di depan kamera.

Sivia untuk pertama kalinya –lagi- merasakan ada yang mencair dari dalam dirinya.

[]

Shilla mengaduk lemon tea nya dengan gusar. Sesekali kepalanya melongok-longok mencari kehadiran Ify dan Alvin. Ini jam kosong, Ify dan Alvin tiba-tiba hilang entah kemana. Shilla dengan naluri sotoynya memutuskan ke kantin karena menurutnya itu tempat yang biasa dua sahabatnya gunakan untuk ngobrol. Tapi nampaknya naluri Shilla salah tidak ada Ify maupun Alvin disini.

"ehemm," suara deheman menyapa Shilla saat gadis itu sedang asyik memperhatikan sekelilingnya.

"Apasih?" omelnya pelan tanpa menoleh.

"Boleh duduk sini?" tanya pemilik suara itu pelan. Shilla sama sekali belum menggubrisnya.

"Duduk mah duduk aja," balasnya cuek.

"Emangnya nggak ada kursi lain apa?" Shilla memandang ketus orang itu dan seketika membulatkan matanya. Eh? Tidak salah lihat kan? Batinnya tak percaya. Shilla segera membaca badge nama pemuda itu. Ah? Yang benar saja?! Batinnya masih tak percaya.

"Junio?" gumamnya pelan.

[]

Dari kejauhan Ify menggigit bibir bagian bawahnya was-was. Bagaimana kalau pemuda itu canggung lagi? Bagaimana kalau ia takut lagi? Bagaimana jika Shilla malah tidak mengacuhkannya? Bagaimana... kalau pemuda itu merasakan sakit lagi?

"Kalem kali, Fy. Rio itu cowok." Cibir Alvin memaksa Ify menghentikan aksinya. Gadis itu mengangguk lalu memposisikan duduk di sebelah pemuda berwajah oriental itu. Ify tahu pemuda di sebelahnya itu sedang sebal.

"bukan cuma lo yang nyesek. Gue juga, Alv. Inget?" ujar Ify sambil tersenyum tipis. Alvin sama sekali tak mendengar ocehan Ify, mungkin detak jantungnya yang tak karuan mencegah suara halus Ify masuk ke telinganya. Tanpa mempedulikan Ify yang masih saja merapal mantra penguat diri untuknya, Alvin beranjak. Sesak tahu melihat dia yang kau suka bersama yang lain.

"Alvin kemana?" teriak Ify. Alvin tak peduli, ia tetap berjalan. Shilla, sekarang tujuannya adalah gadis berwajah polos itu. Kalau rio Ify perbolehkan mendekati Shilla, Alvin juga punya hak yang sama. Untuk mendapatkan gadis itu.

MeltedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang