Chapter 22 - Interesting Introductions

5.2K 252 24
                                    

Edelmar POV

Aku menyisiri tanganku ke rambut, lagi. Aku tidak tahu kenapa aku sangat gugup untuk bertemu dengan sahabat semasa kecilku dulu. Mungkin karena aku belum pernah melihat mereka lagi selama 6 atau 7 tahun ini. Aku merasa bersalah, karena setelah aku menikah dengan Amoretta dan menjadi raja, aku tidak sempat bertemu dengan yang lain.

Tapi itu semua akan berubah hari ini-mereka akan bertemu Amoretta dan kita semua akan menjadi teman baik seperti dulu ... aku harap. Aku lebih mengkhawatirkan suatu hal, seorang gadis yang selalu bermain bersamaku dulu. Dia selalu sayang padaku dulu, saat kami bermain, dia selalu menganggapku sebagai suami atau raja atau pangerannya.

Saat aku sudah mengirimkan undangan pernikahan pada mereka, tiga sahabat ku meminta maaf karena tidak bisa hadir. Sedangkan gadis itu, aku tidak mendapatkan balasan darinya. Aku menghela napas.

Aku duduk di salah satu kursi lengan ruang tamu terbesar. Mataku tertuju ke atas rak buku: 472 buku, semua yang sudah ku baca setidaknya sekali. Di atas perapian ada lukisan Amoretta dan aku. Di ruang pertemuan terbesar kedua ada lukisan Ibu dan Ayah. Ini adalah tradisi bahwa lukisan Raja dan Ratu harus diletakkan di ruang tamu terbesar. Aku melihat lukisan Amoretta, seolah-olah dia mengintip ke dalam pikiran dan perasaan ku yang terdalam.

Aku menghela napas lagi, kali ini dengan pikiran bahagia di pikiran ku. Istri ku yang cerdas, cantik, dan menarik adalah satu-satunya hal yang bisa mengalihkan pikiranku dari hal lain. Matanya bersinar bahkan dalam cahaya yang gelap, seperti seruling sampanye. Bibir merah kurva nya seperti sisi mawar. Kulit halus perunggu emasnya membuat ku ingin menjalankan tangan ku di sepanjang tubuh indahnya.

Dan itu bukan hanya penampilannya yang membuatku terpesona, kata-kata yang mengalir dari bibirnya, kata-kata lembut namun kuat, kalimat bijaksana yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Pendapat dan ide-idenya selalu didasari alasan yang berpendidikan. Dan dia memegang dirinya begitu tinggi, begitu elegan. Dia selalu berjalan dengan penuh percaya diri dan selalu memiliki senyum lembut di wajahnya.

Cara dia memperlakukan semua orang sama, entah bawahan atau bangsawan, mereka semua sama di matanya. Orang-orang dari kerajaan sangat mencintainya. Tapi tidak ada yang mencintainya lebih dari aku.

Senyum terbentuk di wajah ku saat memikirkan anak ku, Edmund. Banyak orang yang menanyainya. Dia mempunyai mata elang berwarna biru abu-abu, rambut hitam yang berjejak cokelat, kulitnya putih, dia banyak menuruniku. Pipinya bulat berwarna merah muda, seolah-olah dia selalu merona.

Aku mendengar banyak pelayan istana dan wanita memuji betapa tampan nya dia saat besar nanti. Aku tertawa saat berkhayal saat Edmund menemukan wanita idamannya. Aku harap aku tidak akan jauh dari anak ku secepat itu.

Pengadilan juga tidak menyetujui keputusan Amoretta untuk tidak memiliki pengasuh untuk Edmund. Banyak yang menyarankan untuk menyewa satu atau dua pembantu untuk mengurus Edmund, tapi Amoretta dengan tegas menolak. Katanya sebagai seorang ibu, dia akan merawat bayinya.

Secara pribadi, aku agak tidak menyetujui pendapatnya karena aku takut dia akan kelelahan. Tapi, aku juga bangga padanya karena sangat menomor satukan Edmund. Selain itu, cukup lucu juga menonton Amoretta yang perlahan memundurkan dewan pengadilan, membungkam mereka sampai malu.

"Yang Mulia," Kodey masuk ke ruangan, putranya yang berusia 8 tahun di belakangnya. Kodey semakin tua dan semakin tua sambil hari berlalu, tapi matanya tidak pernah kehilangan kilatan baik hati yang selalu dia pancarkan. Anaknya baru saja bekerja di istana, dia mulai magang sekarang. Anaknya tampak persis seperti versi miniatur dari ayahnya.

"Ya, Kodey?" Aku menjawab, sebagian gugup, bertanya-tanya apakah ia akan melaporkan bahwa para tamu sudah berada di sini. Aku sudah menunggu selama beberapa jam terakhir sementara Amoretta mempersiapkan dirinya dan Edmund.

Princess AmorettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang