Chapter 5 - Choosing the Bride

10.6K 620 11
                                    

Amoretta POV

Aku hanya menghabiskan waktu dikamar ku dari kemarin. Tidak ingin melihat dan menghadapi pangeran Edelmar. Aku tahu kalau faktanya aku telah bertindak kekanak-kanakan dan tidak dewasa, tapi aku tidak bisa menahan perasaan marah ku. Pada dasarnya, Edelmar mencoba untuk membuat masa depan ku agar bersamanya. Aku teringat kata-katanya semalam yang bagiku sangat salah "Tidak ada yang salah dengan menikah seperti ini! "

'Seorang putri pasti akan dijodohkan.' Itulah kata-kata yang selalu kuingat dari kecil. Tapi perjodohan sama sekali tidak menyenangkan. Harus mencintai seseorang yang tidak kau cintai. Itulah sebenarnya arti perjodohan.

Aku tidak tidur semalam, malahan hanya terus mengedipkan mata berkali-kali sambil memutar-mutarkan tubuhku. Berusaha ingin tidur, tapi tidak berhasil. Aku harus pura-pura tidur saat Ayah kekamarku dan mencium pelipisku. Untunglah dia tidak tahu aku menangis.

Bagaimana seharusnya aku bertingkah didepan Edelmar? Haruskah aku mengabaikannya? Mungkin aku harus minta maaf ... Tapi seharusnya aku bangga, karena aku telah membuatnya marah. Dia pasti tidak akan memilih ku sebagai istrinya. Aku mendesah saat aku melangkah ke kamar mandi.

Pelayan telah mengisi air hangat di bak mandi dan menaburi bunga Melati Arab. Melati Arab adalah bunga favorit ku. Kadang-kadang, saat Ayah mengajak ku kepasar, pasti selalu ada perempuan di jalanan membuat karangan bunga. Ayah selalu membeli satu untuk menyelipkannya di rambut ku. Permelia selalu bilang betapa wangi bunga itu dan Saphronia selalu menceritakan pengetahuan yang ia temukan tentang Melati Arab dari buku yang dia baca. Tapi Celesta malah sebaliknya, dia selalu pergi ke pasar untuk membeli gaun dan perhiasan.

Aku segera melucuti pakaianku, bersemangat untuk melangkah ke dalam air. Aku memejamkan mata beberapa lama sebelum aku menggosok tubuhku dengan kain. Tentang perjodohan itu, aku hanya menentang gagasan perjodohan saat aku dibesarkan dengan teori percaya pada cinta sejati dan cinta sebelum menikah.

Aku mulai membenci Edelmar saat dia sejalan dengan teori cinta itu. Setelah beberapa lama, aku mulai menyukai sesuatu pada dirinya. Dia benar-benar menarik selama tarian kami semalam. Tapi pada malam itu juga ... dia menghancurkannya ... menghancurkanku. Aku menghela napas.

Malam ini, saat makan malam adalah saat dia akan mengumumkan calon istri yang dia pilih. Aku terus duduk di bak mandi dan berharap aku bisa menunda makan malam itu. Aku mengeringkan tubuhku dan memandang bayanganku dicermin. Amoretta... huh kenapa hal ini bisa terjadi pada mu. Rasanya tidak adil mengingat ingat tentang perjodohan itu.

Aku berjalan keluar dan menuju kasur. Pelayan sudah menyiapkan semua-muanya. Memilih gaun bermotif klasik berwarna putih. Terlihat sangat cantik. Aku berpakaian perlahan, aku menyisir rambut ku perlahan-lahan. Aku mendengar suara ketukan pintu kamar. "ya. Siapa?"

"Christine, putri. Ratu menyuruh saya untuk menengok tuan putri."

"Silahkan masuk, Christine." Pelayan wanita berambut coklat keriting pendek memasuki kamarku. Christine sudah berkerja menjadi pelayan di istanaku sebelum aku lahir. Ibu sangat mempercayainya. Makanya ibu lebih memilih Christine untuk menata segalanya padaku.

"Oh yaampun Putri Amoretta. Tuan Putri cantik sekali." Kata Christine sambil menata rambutku. Aku hanya tersenyum.

"Tuan Putri cocok sekali dengan Pangeran. Pangeran laki-laki yang tampan dan gagah sekali. Hamba yakin Pangeran akan menjaga Putri Amoretta dengan baik." Mendengar kalimatnya barusan senyuman yang ada pada wajahku perlahan memudar. Aku hanya menatap bayanganku dicermin dan melamun.

"Baiklah Tuan Putri. Mari kita kehalaman, tidak enak kan kalau Pangeran menunggu." Christine tersenyum, aku hanya tersenyum kecut lalu berkata "Aku yakin Pangeran dapat menunggu lama" Christine tampak kebingungan. Aku tersenyum padanya dan berjalan meninggalkannya sendiri.

Aku berjalan ke halaman perlahan-lahan. Malam ini, makan malam itu berada di bawah bintang-bintang di halaman. Lebih tepatnya, di bawah tenda yang berada di bawah bintang-bintang. Aku melihat bayangan keluargaku dan ibu dari saudara tiriku. Aku mengambil napas dalam-dalam, berdiri dalam bayang-bayang. Saat aku mendekati keluargaku, pangeran, dan ayahnya, mereka semua berpaling padaku.

Sudah dua kali aku terlambat datang, setelah perjamuan itu. Ayahku memasang ekspresi serius, yang pasti orang lain akan tertipu dengan ekspresinya jika tidak mengenalnya. Ayahku tampak serius, tapi matanya melahirkan duka dan kesedihan. Ekspresi Ibu ku justru sebaliknya. Wajahnya sedih, tetapi ada juga jejak sukacita dan optimisme. Dia tidak mungkin senang dengan hal ini! Ayah ku memberi isyarat padaku untuk berdiri di samping saudara ku.

Masing-masing ibu berdiri di belakang putrinya, kecemasan yang jelas di mata mereka.

"Malam ini, adalah malam terakhir di sini untuk anakku dan aku ... dan salah satu dari kalian," Raja Daivian mulai. "Malam ini, anakku akan memilih salah satu dari kalian untuk menjadi calon pengantinnya. Lalu, besok pagi kami akan berangkat ke Forsythia. Sekarang, anakku, silakan membuat pilihanmu." Saudaraku dan aku berdiri dalam antrean dalam urutan ini: Permelia, aku, Celesta, dan Saphronia.

Edelmar berdiri di depan kami, menatap jauh ke dalam mata kami dengan mata biru nya. "Saphronia dan Permelia, aku minta maaf untuk menyatakan bahwa tak satu pun dari kalian adalah pengantinku."

Saphronia dan Permelia pergi untuk berdiri dengan ibu mereka dengan harapan yang tidak ada lagi di wajah mereka. "Ini jelas," bisik Celesta sehingga hanya aku yang bisa mendengar.

"Aku yakin dan berharap begitu." Celesta memelototiku melalui sudut matanya. "Sarkasme yang kasar, Amoretta sayang."

"Dan kata-kata manis mu memuakkan." Wajah Celesta berubah merah. Aku selalu tahu apa yang harus dikatakan untuk membuat uap marahnya keluar. "Seharusnya nama mu mempunyai arti 'Perhatian-Pelacur'."

Aku merasakan darah ku mendidih karena komentarnya. Aku? Perhatian-pelacur? Maaf saja soal bahasanya, tapi aku benar-benar kesal. Aku tetap bersikap tenang. "Terserah kau saja ... Deyanira." Aku tersenyum padanya.

Dia kaget dan marah. Dia benci setiap kali seseorang memanggilnya dengan nama alternatif nya. Bahkan, sekarang dia sedang menatapku seakan ingin membunuhku. Untunglah nada suara kami tidak kencang. Tidak ada satupun yang bisa mendengarnya termasuk Edelmar yang berada dihadapan kami.

"Kalian berdua wanita yang menawan, cantik, dan cerdas," pangeran melanjutkan. Aku mendengus. Celesta cerdas dan menawan? Oh yaampun.

"Tapi aku hanya bisa memilih salah satu dari kalian untuk menjadi pengantin ku." Celesta mempersiapkan dirinya untuk melangkah maju sebagai pengantin sang pangeran. Begitulah, sampai ia mendengar nama Putri yang Edelmar pilih.

"Amoretta."

_____________________________________

Hay readers maaf ya lama banget nunggu updatean nya. akhir akhir ini sibuk buat ukk. jadi ga sempet update deh. maaf banget yah :)

vote and coment readers. thank youuuu :)

Oh ya, baca ceritaku yang lain juga yah. Airhead dan My Life With a Vampire. Jangan lupa juga ya votenya. Ceritanya ga kalah seru juga kok ;)

Daann diatas itu si Celesta okeeey hahhaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Daann diatas itu si Celesta okeeey hahhaa

Princess AmorettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang