Amoretta POV
Aku mengehela napas senang, puas dengan pemandangan di hadapanku. Sedangkan Saphronia dan Blake terlihat elegan berdua dan Parmelia dan Wilbert sangat menggemaskan. Celesta dan Glade sangat panas, gerakan dansa mereka seperti ada nafsu yang mendidih di bawah permukaan. Aku tersenyum sendiri sebelum mendengar seseorang menjernihkan tenggorokannya di belakangku.
Aku berbalik menghadap Cymbeline. Untuk pertama kalinya, dia tersenyum padaku. Tapi senyum manisnya pahit, seolah dia menunduk menatapku.
Aku segera menghilangkan perasaan itu dan tersenyum padanya dengan tulus. Matanya hanya mengeras. "Apa kau menikmati pesta ini?" Tanyaku sopan, tercengang melihat ekspresinya.
"Ya, sampai sekarang." jawabnya. Aku menyipitkan mataku, sedikit tersinggung. "Tapi katakan padaku, Sayang," lanjutnya. "Kau masih berani mengenakan gaun dengan model seperti itu?"
Aku merasa mataku melebar karena shock. "Maksudmu?" Aku menunduk menatap gaunku, tidak melihat ada yang salah. Cymbeline tersenyum jahat, terus berlanjut.
"Kau baru saja melahirkan bayi dan, sayangnya, lemaknya lebih jelas terlihat dalam gaun itu. Kau seharusnya menghilangkan berat badan sedikit sebelum memakainya," katanya. Dia menekan kata 'lemak' pada kalimatnya. "Aku tidak ingin para tamu berpikir kalau kau sangat ketinggalan zaman."
Aku melotot padanya tapi merasakan air mata mengalir di mataku. Betapa cepatnya dia bisa mengatasi keraguan dan ketidakamananku, berbicara seperti itu padaku.
Aku merasakan tangan seseorang di pundakku dan aku segera mengedipkan mataku. Aku mendongak untuk melihat Edelmar sambil tersenyum.
"Aku sangat senang melihat kalian berdua bergaul," katanya. Dia melirikku dan membeku. Air mataku hilang dan aku tersenyum, meski palsu. Tapi, Edelmar bisa melihat melalui topengku. "Apakah semuanya baik-baik saja?" Dia bertanya, khawatir di suaranya.
"Ya, semuanya baik-baik saja," jawab Cymbeline. Aku hampir melotot padanya lagi tapi aku hanya mengangguk setuju.
"Edelmar, bukankah kau akan berdansa denganku?" tanya Cymbeline. Mataku hampir melotot pada keberaniannya. "Tentu saja kalau tidak apa-apa denganmu, Amoretta," katanya polos. Aku benci cara dia mengatakan namaku, seolah dia sedang menceritakan lelucon lucu.
"Tentu saja, tidak apa-apa." aku tersedak. Aku tidak ingin Edelmar berada di dekatnya tapi aku juga tidak ingin membatasi Edelmar dan aku tahu akan sangat tidak sopan jika aku menolaknya. Aku mengertakkan gigi saat Edelmar melirikku lagi, mencoba melihat masalahnya.
Aku mengangguk padanya sambil tersenyum. Dia menatapku beberapa saat lebih lama sebelum membawa Cymbeline ke lantai dansa. Aku menangkap seringai yang dikirimkan Cymbeline dari balik bahunya.
Aku merasakan panas di wajahku saat kemarahan meresap ke dalam diriku. Aku memejamkan mata, membukanya lagi. Kali ini, aku benar-benar marah. Aku menggelengkan kepala, membersihkan pikiranku dan berjalan ke arah Permelia.
"Halo, Permelia! Kau terlihat sangat menggemaskan," aku menggoda. Dia selalu benci disebut 'imut' atau 'menggemaskan'.
Dia menjulurkan lidahnya ke arahku tapi cepat terkikik. "Aku tidak peduli jika kau memanggilku lucu atau apalah. Wilbert bilang aku terlihat cantik malam ini," dia menghela napas, menggenggam tangannya dan menatap ke langit.
Aku menertawakan ekspresinya yang penuh kebahagiaan. "Aku senang kalian akur," kataku. Aku mencoba untuk menjaga agar pikiran ku tetap bahagia tapi mataku selalu menyimpang ke arah tempat Edelmar dan Cymbeline menari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Amoretta
FantasyAmoretta percaya pada cinta sejati. Tapi apa yang terjadi ketika ayahnya, Raja Caspar, memaksanya untuk menikahi seorang pangeran dari bangsa lain? Akankah ia mengikuti tugasnya demi negaranya? Apa yang akan terjadi saat dia tahu tentang sejarah gel...