ADAM
Risih juga digelayutin terus sama nih tour guide. Seksi sih. Cuma attitude-nya yang nggak gue suka. Terlalu agresif. Tour guide macam apa nih yang disewa Dio?
Sebenarnya gue curiga sama paket perjalanan yang tiga curut itu kasih. Terlebih lagi Alex yang belakangan nggak musuhin gue lagi secara frontal. Terlalu aneh orang seperti Alex bakal menyerah begitu aja buat dapetin Aiza.
Yah, meskipun gue nggak bener-bener nikah sama Ai. Gue nggak pengen perjanjian itu bocor, bisa berabe urusannya kalo ada yang keceplosan.
Dan satu hal lagi. Satu hal yang akhir-akhir ini mengganggu pikiran gue. Memang sih sandiwara ini awalnya berjalan lancar, tapi setelah malam pertama itu...
Man, gue nggak bisa berhenti mikirin, meskipun udah mencoba nggak peduli. Gue heran. Cewek itu nggak sama kayak cewek-cewek lain. Cewek umumnya pasti marah atau nggak terima kalau keperawanannya direnggut. Sorry gue jadi vulgar.
Nangislah minimal. Tapi enggak. Atau guenya aja yang nggak tahu ya, bisa aja. Dan itu yang bikin gue sampai sekarang ngerasa nggak enak sama dia. Awkward lah ya.
Gue bahkan nggak kepikiran gimana hidupnya nanti kalau kami benar-benar pisah . Astaga, Dam, lo bahkan sekarang udah peduli sama tuh cewek jutek. Tapi melihat dia yang nyantai aja dan berkali-kali bilang kalau itu hanya pura-pura, mendesak atau mengingatkan perjanjian yang udah kita buat bikin gerah aja. Emang dia pikir gue lupaan apa sama perjanjiannya.
Ai itu sebenarnya cantik. Apalagi pas pakai kebaya. Cuma gue nggak mau aja ngomong ke dia, nanti kegeeran tuh cewek. Gue jadi ngebayangin gimana kalau Ai yang duduk di pelaminan kayak adiknya itu suatu hari nanti.
Dengan orang lain? Atau... mungkin dengan gue? Bahkan gue kepikiran yang kayak gini. Mungkin ini bentuk rasa tanggung jawab gue. Yah, meskipun Ai nggak pernah meminta tanggung jawab gue setelah malam pertama yang nggak terduga itu. Aiii... apa sih yang ada di pikiran lo?
Dikit-dikit jutek, dingin, cuek dan menjaga jarak terus dari gue. Padahal banyak juga yang udah lo dan keluarga lo berikan pada gue. Dan kalau gue jujur, sebenarnya gue nggak pernah main-main dengan pernikahan ini. Sejak ijab kabul itu, detik itu juga, gue merasa bukan cuma Adam Putra Laksmana, gue ngerasa jadi Adam suami lo.
Yah, suami pura-pura di perjanjian. Tapi niat gue berubah sewaktu gue berbicara empat mata dengan Bapak. Berbicara sesama lelaki dengan beliau.
Tapi gue susah mengakuinya di depan lo, Ai. Hm... masa gue suka sama lo ya?
Gue memandangi ponsel gue dari tadi. Oh, gue Ai nunggu sms balesan dari Ai yang pulang duluan tadi. Dia udah nyampe hotel 'kan ya?
"Mr. Adaaam... "
Sayangnya bukan suara orang yang gue harapkan. Gue selalu geli mendengar panggilan 'Mas Adam' dari Ai. Tapi terdengar manis aja gitu, mas-mas kayak gue orang Jawa aja.
Gue mengernyit kesal membalas tatapan tour guide yang sok cemberut di depanku.
"Tuh, 'kan. Nggak dengerin Kirana ngomong apa tadi," katanya dengan nada manja. Gue mendengus dan kembali mencomot daging dari dada ayam jumbo gue, nggak peduli rengekannya. Gue nyesel kenapa gue nggak ikut pulang Ai tadi aja sih.
Kenapa gue malah kepikiran sama tingkah uring-uringan Ai sedari pagi ya? Kenapa sih tuh cewek? Lagaknya musuhan banget sama Kirana.
"Kirana mau ke toilet."
Gue mengangguk acuh. Tersentak saat si cewek ini terpeleset entah karena apa dan terduduk di pangkuan gue. Tangannya melingkar di leher gue, bikin gue risih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Tender [HOLD]
RomansaNikah? Bukan sesuatu yang urgent bagi Aizha Shava. Di tengah merintis karir di Ibukota dan mencukupi kebutuhan keluarganya di desa, berita adik perempuannya ingin menikah lebih dulu membuatnya kelabakan. Desakan keluarga dan beban psikis membuatnya...