- 1; pelampiasan -

284 43 9
                                    

"... lalu apa yang akan kujadikan pelampiasan?"
------

Tin tin..

Terdengar suara klakson mobil dibunyikan. Suara itu terdengar besar sekali. Ya, jelas saja, mobil itu adalah mobil pengangkut barang.

"Kardus itu juga," ucapku saat melihat orang yang Eomma telpon tadi untuk memindahkan semua barang-barang kami. (Ibu)

"Ne," jawabnya. (Baik,)

Ya, aku sangat sibuk sekarang.

Kau tahu? Aku akan menjalani trainee di Seoul!

Impianku terkabul!

Ah, akhirnya semua ini tidak sia-sia. Latihanku selama ini akan terbayarkan sekarang.

Tapi..

Aku rasa ada yang kurang..

Oh!

Aku ingat!

Orang yang tinggal di sebelah kiri rumahku..

Aku memutar kepala, ingin melihat rumah itu untuk terakhir kalinya..

.

- DEG -

.

Seakan ada panah yang tiba-tiba menusuk relung jantungku, aku merasa sesak.

Orang itu..

Tidak, tolong jangan muncul di depanku.

Tolong jangan membuat semua pertahananku satu minggu ini hancur.

Tidak! Jangan mendekat!

Aku tidak bisa menjelaskannya!

Tolong buat dia tidak mendekat!

Tolong! Siapapun!

.

"Kau akan pindah?"

.

Dia ada di depanku sekarang.

Matanya. Mata yang penuh dengan beribu-ribu pertanyaan. Aku tidak sanggup menjawab semua pertanyaanmu, Hana.

Bahkan, menatap matamu saja tidak.

Dan, aku hanya bisa menjawab pertanyaannya dengan anggukan.

"Aku?"

Itu hanya satu kata.

Satu kata. Perwakilan yang sangat singkat. Itu bagus. Karena semakin kau mencoba untuk banyak bicara, maka semakin banyak air mata yang akan keluar nantinya.

"Mian.." (Maaf..)

"Kau akan meninggalkanku?"

"Mi-mian.."

"Ta-tapi kau bilang.. Kau tidak akan meninggalkanku.."

Aku menarik nafas panjang, bersiap --lebih tepatnya memberanikan diri-- untuk menatap matanya.

Dan saat aku membuka mulut, Eomma memanggilku. Benar-benar waktu yang tidak tepat.

"Jeongguk! Kita harus berangkat sekarang!"

Dan aku mengurung niatku untuk membicarakan hal ini lebih dalam, "Aku pergi.."

Kubalikkan tubuhku.

"Ya, pergilah. Aku sudah terlalu muak dengan satu minggu ini,"

Samar-samar, aku mendengar dia mengatakan itu. Ingin rasanya berbalik badan lagi, dan menghentikan ini semua.

Tapi, hati ini tak kuat lagi untuk menatap matanya.

Aku berjalan ke arah mobil besar berwarna silver itu diparkirkan, lalu masuk kedalamnya. Didalamnya ada keluargaku, sedang menungguku.

Mobil melaju perlahan, Appa yang mengendarainya. Di sebelahnya ada Eomma, dan di bagian belakang ada aku dan kakak laki-lakiku.

Aku masih memperhatikan Hana dari dalam mobil, melihatnya dari pantulan yang ada di layar ponselku yang mati. Dia masih terpaku disana. Mencerna apa yang telah kuperbuat barusan.

Dan aku disini hanya melihatnya seperti itu dengan bibir yang sudah mulai terasa sakitnya. Namun rasa sakit ini tidak sebanding dengan yang Hana rasakan disana, aku bisa memastikan hal itu.

Lalu aku teringat akan semuanya.

Tentang janji yang sudah menjadi abu itu.

Aku berjanji untuk membawanya ketika aku akan meraih impianku. Tapi, aku mengingkari itu semua.

.

Jujur,

Aku takut,

Takut pada kenyataan bahwa aku tak akan bisa debut.

Setidaknya, biarkan aku debut. Dan aku akan mengundangmu ke konserku nanti.

Pegang janjiku yang ini.

"Anakku, kau menangis?!"

Suara ibu yang tiba-tiba itu membuatku sadar dari lamunanku.

Dan, lihatlah. Bukan ibuku saja yang terlihat terkejut. Orang di sebelahku juga terkejut.

"Tidak, Eomma. Aku tidak menangis,"

"Tapi bibirmu berdarah,"

"Tidak apa-apa, Eomma."

Lalu orang di sebelahku membuka mulut.

"Lelaki tidak menangis," ucapnya.

"Ya, itu sebabnya aku menggigiti bibirku."

"Ya, gigitlah sampai kau tidak punya bibir. Asalkan tidak menangis,"

Dengar? Kakak macam apa manusia itu.

.

Bibir, jangan sampai kau habis.

Kalau kau habis, lalu apa yang akan kujadikan pelampiasan?

•••••••••♪••••••••♪••••••••••♪•••••••••♪•
Halo, bertemu lagi ya kali ini.
Jangan lupa vote dan comment nya yaa~

Aku sayang kalian♥

Dream [BTS Jungkook FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang