- 4; pengalih fokus -

193 34 19
                                    

"... Kepercayaan seseorang sulit untuk didapatkan. Jadi kalau kau memang percaya padanya, jangan biarkan kepercayaanmu memudar...."
----------------------


"Jadi kau ada di Seoul sekarang?" tanya seseorang sembari menatap ke arah luar rumah, berdiri menghadap jendela.

"Iya, Paman.. Aku akan melangsungkan masa traineeku,"

"Bagaimana dengan Hana? Kau sudah memberitahunya sebelum kau pergi?"

"Belum.."

"Aku sudah menduga ini sebelumnya.. Matanya memberitahukanku segalanya,"

"Ma-maafkan aku,"

"Minta maaflah pada Hana, Jeongguk. Dia benar-benar terpukul saat ini,"

"Ya, baiklah. Akan kulakukan,"

"Kapan?"

"Aku tidak bisa bertemu dengannya beberapa tahun kedepan.."

"Sudahlah, aku bisa marah besar jika tetap berbicara denganmu. Dan jangan lupa selesaikan masalahmu dengan jantan," ucap Ayah Hana itu sebelum memutuskan panggilan dengan sepihak.

Pekerjaan membereskan barang-barangnya terlalaikan. Dia meninggalkan itu semua saat Hana mulai menelfonnya, untungnya dia sedang di dalam kamar sekarang.

"Semoga dia baik-baik saja," batin Jeongguk bersamaan dengan hembusan nafas panjangnya.

Kalau tidak..

Mungkin appa dan eomma nya sudah merasa tak enak dengan keluarga Hana karena meninggalkan mereka tanpa pamit.

Mengingat mereka adalah tetangga yang sangat dekat.

*

"Katakan, apa yang terjadi," ucap Ibu Hana, dengan anaknya yang juga duduk di sebelahnya.

"Di-dia.."

"Pergi ke Seoul untuk trainee, dan kuyakin itu lebih dari satu tahun.. Belum lagi kalau dia sudah menjadi idol, dia.. Dia akan melupakanku," ucap Hana terbata-bata.

Ibunya langsung memeluk Hana yang sepertinya akan melanjutkan acara menangis yang sempat terjadi tadi.

Saat mendengar suaminya berteriak dari lantai dua, tepatnya kamar Hana, dia langsung berlari ke sumber suara.

Antara kaget dan takut. Itulah yang ia rasakan. Kaget karena mendengar suara suaminya, dan takut karena Hana mengalami sesuatu.

"Begini,"

"Kau percaya dengannya?" tanya ibunya itu, dan dapat ia rasakan anaknya mengangguk pelan di dalam dekapannya.

"Kalau begitu, tetaplah percaya padanya. Kepercayaan seseorang sulit untuk didapatkan. Jadi kalau kau memang percaya padanya, jangan biarkan kepercayaanmu memudar. Kamu bisa mengontrol itu, Mama percaya."

"Ta-tapi,"

"Mama akan temani kamu untuk percaya padanya. Jadi saat kamu kecewa, kita akan kecewa bersama. Oke?"

Perkataan Ibunya membuat air mata Hana semakin deras.

"Lalu bagaimana sekarang? Di sekolah aku akan kesepian.."

"Cobalah buka dirimu untuk berteman, jangan cuek lagi. Coba untuk selalu tersenyum di kelas,"

Hana tampak bingung. Darimana ibunya bisa mengetahui hal itu? Cuek dan tidak tersenyum..

Namun pada akhirnya dia berkata, "Baiklah.."

"Hapus air matamu, dan segera ganti pakaian." Ibu Hana melepaskan pelukannya. Ia beranjak.

"Untuk apa?" Hana mengernyit bingung.

"Kita akan membeli es krim di supermarket!" Ibu Hana itu mengedipkan sebelah matanya.

"YUHUU~" Hana berlari ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, begitu pun dengan ibunya.

"Sayang, ada apa?" tanya ayah Hana saat melihat istrinya sedang berlari ke arah kamar tidur mereka.

"Kita akan pergi ke supermarket! Woah, aku sangat bersemangat!" jawab ibu Hana dengan mata berbinar.

"Supermarket?" ibu Hana itu menjawab dengan anggukan semangat.

"Tapi kita baru saja ke supermarket kemarin, bukan?" tanya suaminya itu.

"Tapi persediaan es krimnya sudah habis, sayangku~"

"Sudah habis?! Satu pack habis dalam satu hari?!"

"Yap! Sudahlah, aku akan mengganti pakaianmu. Dan kau juga, bersiaplah. Jangan lupa panaskan mobilnya,"

*

"Ma, apa aku boleh membawa keranjang belanjaannya?" tanya Hana yang sudah berdiri di depan deretan keranjang dorong yang besar.

"Ja--"

"Tentu saja, kenapa tidak?" potong ayahnya Hana enteng, tidak sadar akan kesalahan besar yang telah diperbuatnya.

"Suamiku, kau telah membuat kesalahan besar.. Selama ini aku selalu membawa keranjangnya," ucap istrinya iba, lalu memutar kepalanya ke belakang. Melihat anaknya yang sedang berteriak kegirangan.

Setelah Hana mengambil keranjang dorongnya, mereka bertiga memulai perjalanan menyusuri supermarket itu.

Dengan kedua orang tuanya yang memimpin jalan di depan, Hana mengikuti mereka dari belakang.

Lorong demi lorong telah di telusuri, ayah dan ibunya Hana melewati lorong sembari mengobrol dengan santai. Tidak sadar apa yang telah Hana perbuat di belakang.

"Oh iya, Ha--" Ayah Hana memutar kepalanya. Dan ia tercengang saat melihat keranjang dorong yang cukup besar itu sudah terisi penuh.

"Sudah kubilang," ucap ibu Hana dengan senyum lebar, tak lama ia tertawa melihat ekspresi wajah suaminya itu.

"Anakku tersayang, apa saja yang telah kau masukkan ke dalam sana?" tanya ayah Hana itu setelahnya.

"Entahlah, banyak yang bungkusnya menarik. Jadi aku masukkan ke dalam." ucap Hana dengan wajah bingung.

"Anakku tercinta, jawaban macam apa itu, nak?" ayahnya Hana tersenyum, senyum paksaan. Ya, siapapun tahu itu.

"Nak, berjalanlah bersama ibumu. Ayah akan membawakan keranjang penuh ini untukmu," lanjutnya.

*

Sekarang mereka sudah berada di kasir. Setelah kejadian tadi, mereka membeli es krim satu kardus.

Ayah Hana sedang menyiapkan uang untuk membayarnya, namun sesuatu menarik perhatiannya.

"Maaf, apa ini juga termasuk?" tanya staff kasir seraya mengangkat suatu bungkusan besar.

Hana mengangguk, sedetik setelahnya staff kasir itu mengecek barcodenya dan memasukkan itu ke dalam tas belanja.

"Tapi itu 'kan makanan anjing.." ucap ayah Hana sembari termenung atas perbuatan anaknya itu.

"Jinjja?!" ayahnya mengangguk perlahan. (Benarkah?!)

"Ah, sudahlah, Pa. Aku menyukai gambar anjing di bungkusnya,"

"Ta-tapi untuk apa?"

"Kita bisa berikan itu pada tetangga, bukan?"

"Te.. tangga?" ayah dan ibunya Hana itu bertanya secara bersamaan.

"Ya," jawab Hana enteng.

Oh tidak, apakah menanyakan tentang tetangga adalah kesalahan besar yang terjadi kedua kalinya di hari ini? Akankah ia mengingat tentang orang itu lagi? Maksudnya Jeong--

"Tetangga sebelah kiri kita, Nenek Bi mempunyai anjing, bukan?" lanjut Hana.

Tanpa disadari, kedua orang tuanya menghembuskan nafas lega. Setidaknya tujuan mereka kesini tidak kacau..

.

Pengalih fokus.

Dream [BTS Jungkook FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang