- 8; bully? -

115 14 4
                                    

[WARNING]
CERITA INI MENGANDUNG KATA-KATA KASAR, PEMBACA DIHARAPKAN UNTUK MENYIKAPINYA DENGAN BIJAK.

.

"Apa-apaan ini?! Ayolah, Hana. Itu hanya Jeongguk," dua orang itu -Jinhee dan Hana, baru saja keluar dari persembunyian.

"Hanya Jeongguk kau bilang?!" Hana naik pitam.

"Kau bilang seorang penjahat ingin menculikmu. Jangankan menculik, bertemu saja tidak!"

"Itu semua berkatmu, teman. Kau memang penyelamatku."

"Sudahlah, tidak ada gunanya lagi dibicarakan. Omong-omong, kita harus kembali ke kelas. Sebentar lagi bel akan berbunyi," lanjut Hana.

*

Mereka berjalan melewati koridor kelas sembari mengobrol.

Tidak menyadari beberapa pasang mata sedang mengintai mereka.

Lebih tepatnya Hana.

Tatapan orang-orang itu tampak seperti sedang mendeteksi Hana. Menelaah dari atas sampai bawah.

Samar-samar mereka mendengar suara-suara yang sinis sambil mengatakan,

"Jadi dia yang bernama Hana?"

"Woah, aku tidak percaya ini."

"Heol! Dia sangat polos, wajahnya sangat menipu!"

Yang terakhir itu memang sangat menyulut emosi. Siapapun tahu itu.

Mereka sampai di kelas sekarang, berjalan menuju tempat duduk mereka yang letaknya di paling belakang. Tepatnya di pojok kiri.

Mata Jinhee membelalak saat melihat meja Hana yang penuh dengan coretan, berbanding terbalik dengan Hana yang hanya diam dan langsung duduk di kursinya.

Yah, walaupun reaksi pertamanya juga sama seperti Jinhee.

Jinhee berjalan perlahan ke tempat duduknya sambil memperhatikan kondisi meja Hana yang sangat mengenaskan.

Dengan tulisan "KEMBALIKAN JEONGGUK KU!!!" bertinta merah yang sangat besar tepat ditengah, mewakili semua tulisan disana.

"I-ini.." Jinhee membuka mulutnya.

"SIAPA YANG--"

Hana memotong aksi Jinhee dengan menarik tubuh Jinhee untuk duduk kembali.

"Hana, ini tidak boleh dibiarkan. Mereka sudah keterlaluan!"

"SIAPA--"

Lagi-lagi Hana menghentikan aksinya.

"Mengapa menghabiskan energimu seperti itu? Sudahlah, biarkan saja." ucap Hana.

"Ta-tapi,"

"Percaya padaku," potong Hana.

Tak lama guru mereka memasuki kelas, dan akan melanjutkan pelajaran.

Namun, baru saja memasuki kelas, Hana sudah mengangkat tangan kanannya.

"Ssaem, aku ingin menukar mejaku."

"Memang apa yang terjadi dengan mejamu?"

"Tidak ada yang terjadi, ssaem. Hanya saja, ada sedikit coretan di meja ini. Dan aku terganggu dengan itu," jelas Hana.

Ibu guru itu datang mendekat, dan melihat coretan yang tertera disana.

"Siapa yang menulis semua ini?" guru itu memulai wawancaranya dengan suara lembut nan gemulai.

Hening.

"AKU MENANYAKAN KALIAN, SIAPA YANG MELAKUKAN INI?!" guru itu berbalik badan, memperhatikan anak didiknya yang sedang terdiam ketakutan.

"Ha-ha," ia tertawa hambar.

"Kalian tau apa yang akan terjadi jika aku memberitahukan ini pada kepala sekolah?" tanya guru itu dengan senyuman miring.

"Ditambah lagi ini termasuk kasus bullying,"

"Kalian akan dikeluarkan dari sekolah dan dapat kuyakini kalian tidak akan bisa masuk sekolah lain ataupun universitas. Iris kupingku jika memang kalian bisa melakukan hal yang kuberi tau tadi,"

"Jadi... sebelum itu terjadi..." guru itu tersenyum. Mengancam sambil tersenyum memang hobinya.

"A-aku yang melakukannya.."

"A-aku juga,"

"Kami juga,"

Hampir satu per-empat murid di kelas itu berdiri.

"Apa tujuan kalian?" tanya guru itu.

"Ssaem, dia menyebabkan Jeongguk tidak masuk sekolah satu minggu ini."

Hana membelalakkan matanya. Sangat terkejut dengan perkataan salah satu teman sekelasnya itu.

Jadi.. Dia pergi karena aku?

"Tapi Hana adalah teman sekelas kalian! Mengapa memperlakukannya seperti ini?!"

"Ssaem, jangan membelanya! Jangankan berteman, tersenyum saja tidak pernah!" timpal yang lain.

"Ya, itu benar, ssaem." timpal yang lain.

"Jika kalian ingin berteman dengannya, carilah cara yang lebih baik. Jangan seperti ini!" guru itu berteriak lagi.

Hana meneguk air liurnya. Perkataan gurunya itu membuatnya tercekat.

Keadaan kelas itu hening. Orang di dalamnya hanya diam termenung, memikirkan perkataan guru itu yang memang ada benarnya. Jika ada jangkrik disana, mungkin suaranya sudah terdengar jelas.

"I-itu, ssaem, a-aku hanya ingin mengambil meja baru.." suara Hana memecahkan keheningan di kelas itu.

"Ya, pergilah. Jinhee, temani dia. Aku akan mengurus anak-anak yang tidak tahu malu ini,"

"Ne, ssaem." ucap Jinhee, lalu mereka berdua pergi keluar kelas. Dengan meja Hana yang diangkat oleh mereka berdua.

*

"Lihat? Sudah kubilang, jangan buang energimu." Hana membuka pembicaraan saat mereka hampir sampai di gudang penyimpanan meja, dengan meja yang masih diseret di depannya.

"Terserah," Jinhee memasukkan tangannya ke dalam saku rok sekolah.

Mereka sampai di tempat tujuan, Jinhee menunggu di luar. Hana membuka pintunya, dan menaruh mejanya di dalam. Dan keluar dengan tangan kosong.

"Kau tidak mengambil meja baru?"

"Tidak. Untuk apa? Nanti juga akan diambilkan oleh orang lain."

"Apa maksudmu?"

"Hmm.. Hei! Lebih baik kita membolos!"

"APA?!"

"Ayolah, aku ingin berjalan-jalan sebentar.." entah apa yang terjadi, tatapan Hana berganti menjadi sendu.

"Baiklah," ucap Jinhee mengerti.

Akhirnya mereka berjalan menyusuri lorong dalam diam, Hana menatap ujung kedua sepatunya. Saat di langkah ke sepuluh, Jinhee menghentikan langkahnya.

"H-hei! Aku sudah menyetujuinya, mengapa tiba-tiba kau terlihat sedih seperti ini?!" ucap Jinhee panik.

"Aniya, aku hanya teringat seseorang.. Orang yang selalu membolos bersamaku.." Hana menyunggingkan senyum kecil.

"Jeo-jeongguk?!" ucap Jinhee.

"Ya.. Aku selalu membolos dengannya.." Hana masih menundukkan kepalanya.

"Bu-bukan itu maksudku, ta-tapi.."



••••••••♪•••••••••
Kependekan ya? Hehe
Maaf jadinya cuman segini
Sekali lagi, maaf

Dream [BTS Jungkook FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang