Dua Belas

24 6 1
                                    

Senin, 17 Juli 2063

"Maafkan diri saya Bu" bujukku pada Bu Tari –guru olahraga sekaligus wali kelasku sekaligus guru kedisiplinan-.

"Tidak ada tapi tapi an" Bu Tari menarik tanganku.

"Ayolah bu, semua boleh ke kelas. Kok saya enggak" aku menyamai langkahnya.

"Kan kamu sudah berapa kali telat? Kenapa kamu telat? Macet? Kesiangan? Mamamu lama? Alasanmu selalu itu aja"

[ Kan yang penting jujur bu ] "Iya tapi kenapa saya sendiri yang dibawa Bu Tari ke ruang guru?"

"Soalnya saya mau kamu kasih surat ini ke orang tua mu" ucap Bu Tari mengambil sepucuk amplop dan memberikannya padaku.

"Ini surat apa bu?" ucapku bertanya.

"Surat panggilan, nanti kamu kasihkan orang tua mu"

"Lho tapi bu..."

"Gak ada tapi tapi, sekarang kamu ke kelasmu" ujar Bu Tari mendorongku pelan keluar ruang guru.

Setelah sampai di luar, Bu Tari langsung menutup pintu ruang guru karena akan rapat.

[ Dih, Bu Tari ini. Kalo mamaku mah pasti dateng, emang mama yang kesiangan kok ] batinku mengendikkan bahuku.

Sesampainya di kelas, Pak Muji menanyaiku lagi. Menyuruhku menulis tatib lagi untuk kesekian kalinya tapi aku menolak karena sudah disuruh menulis tadi oleh Bu Tari. Dan akhirnya dipersilakan duduk.

[ Aku heran, kenapa orang ini gak pernah ikut rapat pagi tiap Senin? Mesti udah dateng di kelas] omelku dalam hati.

Saat aku duduk di meja nomer 13, dengan Mawar sebagai teman sebangkuku. Lagi. Ian yang duduk di depanku langsung menoleh padaku.

Sudah menjadi ritual, saat pelajaran Pak Muji tidak ada yang mendengarkan. Hanya pura-pura.

"Al, elo kok telat lagi?" Ian menyelidikiku.

"Bukannya kalo gue dateng pagi anak-anak heran. Kenapa elo malah heran gue telat lagi?"

"Yaa kan elo dulu sempat dateng pagi" ucapnya sambil mengendikkan bahu.

"Eh Al, elo udah gak pernah dateng ke band lagi. Kabur terus" tambah Dyah yang sekarang sebangku dengan Ian.

"Apa sih. Gue males ikut band. Palingan nanti gue dikacang juga sama kalian" ucapku jujur.

"Ya enggaklah, kan..."

"Apa?! Kalian kan punya temen yang hebatnya sepantar kalian, aku mah apa? Damar aja udah bisa main gitar sekarang" potongku pada ucapan Ian.

Mereka pun langsung menghadap depan.

"Alysha kenapa marah gitu?" Mawar bertanya.

"Enggak, cuman gak mood aja kok" balasku yang kemudian dibalas anggukan dari Mawar.

Kemudian pelajaran berlangsung cepat,sudah masuk pelajaran PJOK aja. Ya aku bersyukur, dengan pelajaran itu aku bisa senang-senang.

"Rek, gak usah ganti katanya Bu Tari" Zeva mengumandangkan hal itu di depan kelas.

"Lho kenapa?" Insan angkat suara.

"Katanya Bu Tari mau ngasih teori aja minggu ini" jawab Zeva disusul keluhan dari anak-anak.

[ Bu Tari sengaja gitu yaa ke aku. Sial amat ]

"Pagi anak-anak" sapa Bu Tari membuat kami membalasnya dengan malas.

"Jangan murung gitu, anak 7C tadi juga saya beri teori. Tapi..." sambung Bu Tari menggantungkan kalimatnya.

"Tapi kita akan main kuis hari ini. Jadi siapkan hape kalian" lanjut Bu Tari mendapat sorakan dari anak-anak.

IDIOT METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang