Aku mengambil kunci motorku diatas lemari kayu dan bergegas menuju garasi.
"Andre!" Teriak seorang wanita dari dalam rumah, "helmnya ketinggalan!"
Seorang wanita cantik yang selalu memberiku makan setiap hari muncul dari balik pintu memegang helm berwarna ungu.
Aku berlari menghampirinya.
"Makasih ya, Bu. Andre sekolah dulu."
Ibuku hanya mengangguk, dia sudah terbiasa dengan kebiasaan pelupaku. Lalu aku sungkem kepadanya dan kembali menaiki motorku.
*Brumm* mesin motorku berteriak. Aku segera menjalankan motor bebek ini menuju luar kompleks.
Pagi itu, jalanan masih sangat sepi, hanya ada angkutan umum yang berlalu-lalang untuk mencari penumpang. Mungkin karena aku berangkat terlalu kepagian. Sekitar 10 menit aku menggeleng jalan raya. Aku berbelok menuju Perumahan Puri Indah. Aku melihat seseorang berseragam SMA menaiki motor melewati gerbang kompleks.
"Ndre!" Panggil orang itu dari kejauhan. Yang tidak lain adalah Nico.
"Yo!" Balasku dengan berteriak.
"Kemana lo?"
"Jemput Tiara lah, kemana lagi?" Kemudian aku gas motorku. Nico terlihat bingung. Wajahnya saat bingung itu sangat lucu.
"Ndre! Ndre! Woy!" Teriak Nico yang kulihat dari spionku.
Tanpa mengindahkan panggilannya. Aku terus gas motorku menuju Jalan Kenanga 2. Karena jika terus meladeninya, bisa-bisa aku terlambat ke sekolah.
"Permisi." Panggilku sambil membunyikan klakson saat berhenti tepat di depan pagar berwarna hitam yang membatasiku dengan rumah berwarna oranye.
"Lama sekali," gerutuku. "Ini hampir tiga puluh detik."
Sibuk menggerutu, aku tidak sadar seorang perempuan muncul dari balik pintu.
"Loh, ko? Andre?" Ucap wanita itu menyadarkanku.
"Ehh, Tiara. Yuk sekolah." Ajakku padanya sambil menyunggingkan senyum termanisku.
Dia terlihat sedikit ragu. Tapi aku tak mempedulikan itu, karena beberapa saat kemudian wanita dengan rambut bergelombang itu duduk di jok belakangku.
Selama perjalanan, kami hanya saling diam. Ini tidak biasa, seperti dia menyembunyikan sesuatu. Tapi aku hanya menyimpan pertanyaan itu di dalam kepalaku.
Bunyi peluit yang ditiup oleh pria buncit berseragam putih hitam mengantarkan aku dan Tiara memasuki pintu gerbang. Saat pandangan kami saling bertemu, aku tersenyum kepadanya sambil mengucapkan terimakasih. Aku pun memarkirkan motorku di bawah shelter. Aku melihat Tiara yang resah saat turun dari motorku.
"Kenapa, yang?" Tanyaku lembut. Ia terlihat kaget, kemudian berjalan mendahuluiku. Aku mengikutinya dari belakang.
"A-anu, Ndre." Katanya terbata-bata, kemudian berbalik ke arahku.
"Hmm? Ada apa?"
"A-ki-kita kan..."
"Hmm?" Aku memicingkan kepala.
Ia menarik napasnya dalam-dalam.
"Kita kan udah putus." Katanya dalam satu hembusan napas.
Terjadi keheningan diantara kami.
"A-apa maksud kamu?" Tanyaku yang tersentak dengan pernyataannya. Tiara hanya tertunduk. Ia terlihat lemah.
"Kita udah putus." Ujarnya lemah, sangat pelan hingga hampir tidak terdengar suaranya.
Tiara pun berbalik dan berlari masuk ke dalam sekolah.
Aku yang mematung mencoba mencerna ucapannya. Aku memegang dahiku untuk mengingat-ingat apa yang telah terjadi.
"Sialan, aku ingat. Itu kan kemarin."
Aku berniat memanggil Tiara. Tapi aku urungkan niat itu karena saat hendak memanggilnya ia sudah masuk ke sekolah.
Apa-apaan aku ini? Aku bodoh, masa hal yang baru terjadi semalam udah lupa. Betapa bodohnya aku. Rasanya sangat memalukan, ini terasa seperti mencoreng arang di muka sendiri. Aku melakukan sesuatu perbuatan yang memalukan diriku sendiri.
Lututku terasa lemas. Aku belum bisa melupakan hal barusan dan sepertinya tidak akan pernah bisa kulupakan.
Aku segera memasuki gerbang sekolah dengan menunduk. Membayangkan apa yang akan terjadi saat aku bertemu dengannya lagi. Aku segera berjalan menuju kelasku. Tulisan X-5 terpampang di atas pintu kelasku. Dibawahnya aku melihat Nico yang sedang bersandar di depan pintu kelas. Laki-laki berambut golf itu menatapku tajam.
"Menungguku?" Tanyaku saat berada tepat di depannya.
"Bagaimana?" Nico bertanya balik.
"Memalukan." Kataku sambil memaksa masuk ke dalam kelas dan sedikit menyenggol tubuh Nico yang menutupi jalan.
Aku melihat Tiara, ia bersama teman-temannya sedang mengobrol di meja paling depan di barisan ketiga. Aku segera duduk di bangkuku yang berada paling belakang. Dan melihat ke luar jendela.
Suasana kelas terlihat seperti biasa. Sepertinya kabar aku putus dengan Tiara belum tersebar. Paling sebentar lagi juga gosipnya bakal tersebar di seluruh sekolah. Ya, hampir seluruh murid tahu bahwa aku berpacaran dengan Tiara. Tapi, aku bukan siswa populer, begitu pun Tiara, bukan siswi populer. Kami hanya memiliki banyak teman, dan banyak dari mereka yang menggebet kami. Lucunya, beberapa dari mereka mencoba untuk merusak hubungan kami, tapi aku dan Tiara tidak pernah terprovokasi, karena kami saling percaya satu sama lain. Atau mungkin, pernah saling percaya satu sama lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama
Novela JuvenilTentang aku, kamu, dan cerita yang tak akan pernah terjadi lagi. Amazing Cover By : @itsbee