Replika V

55 13 4
                                    

YEY!!! Akhirnya dapet cover baru :'v

Special Thanks for @itsbee yang udah bikinin ni cover :'v

Dan btw updatenya telat karena ada kepentingan duniawi :'v

Selamat membaca aja deh!

***

"Halo, Ndre!" Sapa seseorang yang katanya teman sebangku sekaligus sahabatku.

"Hmm..." balasku tanpa memalingkan wajahku dari novel yang ku baca.

"Baca apaan?" Tanyanya saat menghempaskan tubuhnya di kursi.

Aku menjawabnya dengan menunjukan sampul novel yang ku baca sesaat dan menariknya lagi.

"Sherlock Holmes," gumamnya setelah membaca judulnya.

Aku mengangguk kecil.

"Kenapa lo hari ini?" Tanyanya. Sok peduli.

Aku hanya menggeleng.

"Cerita dong," pintanya sambil menggoyang-goyangkan bahuku.

Dia sangat menjengkelkan. Aku banting bukuku hingga terdengar *bruk* yang keras. Kemudian berdiri dan melangkah menjauhi 'sahabat'ku. Dari ekor mataku aku melihatnya yang duduk sambil menatapku cengo.

Bel istirahat berteriak-teriak membuat seluruh murid bersorak gembira. Kantin yang tadinya sepi pun kini sudah dipenuhi lautan manusia. Tidak, itu terlalu berlebihan.

Aku yang sedari tadi membolos jam pertama hingga jam keempat berakhir kembali ke kelasku. Aku langsung dibanjiri pertanyaan-pertanyaan oleh teman-temanku, serasa artis yang lagi kena kasus saja. Aku memang tidak pernah membolos jam pelajaran, pernah sih sekali saat jam terakhir, itu pun karena gurunya yang hanya memberikan tugas dan kembali ke ruang guru. Setelah itu aku tidak pernah bolos lagi. Kecuali hari ini.

"Dari mana aja lo, Ndre?" Tanya teman sebangkuku.

Entah mengapa, dari seribu pertanyaan yang dilontarkan padaku tadi, pertanyaannya lah yang paling membuatku muak. Moodku hancur seketika. Bahkan melihat wajahnya pun aku tak ingin. Benci. Mungkin itu alasannya.

Aku segera memasukan novelku yang dari tadi ku tinggalkan di atas meja ke dalam tasku, menggantungkan di pundakku, dan berjalan keluar kelas. Ya, aku pulang lebih awal.

"Kemana lo? Lo kenapa, sih?" Teriak orang itu dari tempat duduknya. Aku tak mengacuhkaannya.

Aku mengambil motorku dan menuju gerbang sekolah. Aku memberi alasan kepada satpam bahwa aku sedang tidak enak badan, tentunya dengan ekspresi yang dibuat-buat. Dan langsung menginjak pedal gas motorku.

Mungkin ragaku tampak normal, tapi hatiku hancur tak berkeping-keping. Melihat sahabatku jalan dengan pacarku, maksudku mantan pacarku.

Apa ada orang yang tidak sakit hati kalau baru putus sama pacarnya, beberapa hari kemudian pacarnya jalan sama cowok lain, dan itu sahabatnya sendiri? Gak mungkin ada, walaupun ada, pasti mereka hanya sok kuat.

Ehh, tapi tunggu. Mengapa aku harus peduli? Lagian dia cuma mantan, kan? Dan apa salahnya jalan sama sahabat sendiri? Bukan itu masalahnya, aku hanya tidak tahu apa mereka sering melakukan ini --jalan berdua-- saat aku sama Tiara masih pacaran tanpa sepengetahuanku?

Aku hanya ingin tahu itu. Aku memang bisa menanyakannya tadi, tapi rasa amarah yang sudah diubun-ubun harus kutahan. Jika tidak, aku akan membuat keributan di kelas.

Aku hentikan motorku di depan rumah yang selalu kutinggali. Rumah ini tampak sepi, sepertinya ibu sedang pergi. Oh iya aku lupa, hari ini kan hari rabu, biasanya ibuku menghadiri acara pengajian rutin ibu-ibu kompleks, tapi aku selalu yakin jika setiap selesai mengaji pasti mereka akan berunding dan membicarakan orang lain, gosip. Membicarakan itu aku jadi ingat dua wanita yang membicarakan dengan aku di tengah-tengah mereka. Tiba-tiba aku merinding saat ingatanku mengeluarkan suara besar menusuk telingaku, diikuti wajah itu, wajah yang sangat menjijikan.

Karena terlalu banyak berpikir aku tidak sadar kalau saat ini aku berbaring di atas kasur kesayanganku. Saatku lemparkan tanganku lebar-lebar, aku menyentuh sebuah benda tipis dan kasar. Kuambil benda itu dan ternyata itu adalah kertas. Di atasnya tertulis :

Andre, ibu mau pergi ke rumah nenekmu dulu, pulangnya nanti sore. Ibu udah siapin masakan di dalam tutup saji. Dan jangan lupa ingatkan adikmu kalo hari ini ada les.

Ternyata tebakanku salah, ibuku tidak sedang pengajian. Berbicara tentang adikku, aku punya dua. Yang pertama bernama Ahmad Saiful Rabbani, ia kelas satu smp di smpku dulu. Yang kedua adalah Hanan Al-Bukhari, ia masih bayi dan aku yakin saat ini ia sedang berada digendongan ibuku.

Setelah melempar surat itu asal, aku berjalan menuju dapur dan membuka tutup saji.

"Sayur bayam." Aku bergumam saat melihat isinya. Hujan pun turun saat aku mengatakannya.

"Aku mau pesan itu satu," ucap seorang wanita cantik di depanku.

"Pesan apa?" Tanyaku.

"Yang barusan kamu sebut,"

"Maksudmu sayur bayam?"

Ia mengangguk sambil tersenyum.

"Itu salah satu makanan favoritku dari kecil," katanya setelah aku selesai menulis pesanannya. Aku mengangguk kecil. Kemudian memanggil pelayan dan memberi pesananku.

"Aku suka bayam saat aku nonton film popeye the sailorman," lanjutnya.

"Ahh film itu ya, yang popeye jadi kuat kalo udah makan bayam, terus ngalahin musuhnya yang kalo ga salah namanya... bertus?"

"Hahaha..." Tiara tertawa sambil menutup mulutnya "Brutus, Ndre, Brutus."

"Ohh aku hanya mengetesmu tadi," aku mengomel karena salah.

"Iya, iya." Jawabnya singkat sambil melirik ke arah pelayan yang membawa satu gelas white coffe dan green tea hangat.

Kemudian pelayan itu meletakan white coffee itu di depanku, dan green tea di depan Tiara.

"Selamat menikmati, mohon tunggu makanannya ya," pelayan itu tersenyum kemudian pergi.

"Cocok ya, minum kopi saat dingin," katanya tiba-tiba sambil melirik ke jendela yang memang sedang hujan.

"Ya begitulah," jawabku sekenanya. Dia hanya tersenyum sambil memandangi setiap tetes hujan.

"Kau tahu?" Pertanyaanku tiba-tiba sedikit mengagetkannya dari lamunan, "hubungan kita itu seperti kopi ini, jika tidak dinikmati secepatnya, hangatnya akan menguap. Jika dinikmati terlalu cepat, akan habis dengan cepat pula. Serba salah."

Tiara terkejut, bola matanya sedikit membesar dan membulat, tapi kemudian kembali menjadi normal.

"Maksud kamu?" Tanyanya,

Aku yang kaget dengan ucapanku segera tersenyum kemudian menjawab...

"Enggak, aku hanya bergumam."

"Itu dua minggu sebelum kita putus, kan? Masih segar dalam ingatanku." Aku berbicara pada diriku sendiri, kemudian menyuap nasi dan bayam itu ke dalam mulutku.

"Hujan..." aku yang sedari tadi menatapi jendela bergumam, "kau mewakili perasaanku."

Aku mengambil kopi yang entah kenapa ada di sebelah makananku, mungkin terlalu banyak berkhayal membuatku tidak sadar telah membuat kopi. Aku meminum kopi itu dari ujung gelas yang terasa hangat di ujung bibirku.

"Dan sepertinya... kita menguap."

DioramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang