Chapter 8

3K 411 8
                                        

Ada 3 hal yang membuat Mingyu kesal setengah mati hari ini:
1. Ia hanya mendapat jatah 4 jam untuk tidur semalam. Gadis itu akhirnya pergi saat Mingyu dengan terang-terangan mengusirnya. Kata-kata yang ia lontarkan masih cukup baik, setidaknya.
2. Guru matematika mereka mendadak mengadakan ujian. Dan soal-soalnya membuat mental seisi kelas bagai jatuh dari atap gedung berlantai 50.
3. Entah kenapa, Wonwoo mendiaminya hari ini. Bahkan wajahnya jadi lebih emo dari biasanya.
Dan kekesalannya semakin memuncak saat pemuda bermata tajam itu memutuskan untuk terus mengabaikannya.

"Oke" Mingyu melepas earphone-nya dan mematikan iPod pemberian ayahnya. "Hariku sudah cukup buruk. Bisa kan tidak usah menambah bebanku lagi?"

Wonwoo yang sedang membaca buku nampak tidak memperdulikan omongan pemuda disampingnya.

"Kau tidak benar-benar sedang membaca buku. Kalau kau ada masalah dengan salah satu atau seluruh penjuru muka bumi, biarkan aku tau" lanjut Mingyu.

Tetap tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut pemuda tersebut.

Mingyu akhirnya sampai pada batas kesabarannya. Ia pun menarik buku yang tengah dibaca oleh Wonwoo dan melemparnya melewati ranjang.

Sebelum Mingyu sempat membuka mulut, Wonwoo berkata dengan suara sedingin es, "Masalahku terletak padamu, Kim Mingyu".

Ia menatap tajam pemuda yang lebih tinggi tersebut. "Kau pulang larut malam membuatku nyaris mati karna khawatir dan saat pulang kau asik-asikan dengan yeoja lain"

"Lalu apa katamu tadi malam? Aku merepotkan? Kalau kau merasa terbebani olehku kenapa tidak kau usir saja aku, hah?"

Mingyu terperangah. Ia tak menyangka pemuda didepannya bisa melontarkan kata-kata seperti itu. Sesaat kamarnya sunyi.

"Aku sangat ingin menonjok wajahmu tadi malam tapi aku tak bisa dan gantinya aku malah lari seperti pengecut" suara dinginnya perlahan berubah parau.

Sedetik kemudian Mingyu sadar dan jantungnya bagai tertusuk belati saat matanya melihat pipi Wonwoo merah dan dipenuhi air mata.

"Won--"

Pemuda bermata tajam itu mendadak beranjak dan keluar dari kamar. Otak Mingyu berteriak untuk menghentikannya namun seluruh alat geraknya terasa kaku.

Saat ia mendengar suara pintu depan dibuka, Mingyu langsung melesat turun dan memeluk Wonwoo sekaligus menyeretnya meski pemuda itu meronta untuk melepaskan diri.

"Lepaskan" ucap pemuda bermata tajam tersebut. Ia merasa tidak akan bisa menang melawan kekuatan Mingyu.

"Ani. Kalau kulepas, kau pasti lari lagi" bisik Mingyu.

Untuk sesaat mereka hanya berdiri mematung didepan pintu yang sudah terbuka setengahnya.

"Soal semalam, aku salah" Mingyu membuka percakapan. "Entahlah, aku mengantuk sekali tadi malam jadi aku asal bicara"

"Aku tak pernah menganggapmu merepotkan, Wonwoo-ya. Malahan aku senang kau berada disini menemaniku..yah aku memang salah dan aku minta maaf"

"Soal gadis itu..aku takkan membawanya pulang lagi. Jadi..jangan marah ya"

"Ne" ucap Wonwoo setelah beberapa detik.

"Hanya itu saja jawabannya?" gerutu Mingyu meski ia sudah sedikit lega.

"Iya, kumaafkan kau Kim Mingyu" Wonwoo mengusap kedua matanya untuk terakhir kali. "Ehm, aku minta maaf juga..kurasa aku terlalu terbawa emosi dan..sebenarnya aku masih ingin tinggal disini"

Mingyu tertawa kecil seraya menempelkan dahinya di rambut pemuda didepannya. "Gwenchana, setidaknya masalahnya sudah selesai"

"Oh ya" Wonwoo membalik wajahnya setelah Mingyu melepaskan pelukannya. "Kadang aku memanggilmu, tapi kau tidak merespon. Kau tidak sengaja atau bagaimana?"

Ekspresi pemuda yang lebih tinggi itu nampak kebingungan. "Lho, kapan memangnya?"

"Kemarin juga. Aku panggil namamu tapi kau cuek saja"

"Hee..mungkin aku yang tidak dengar, mianhae"

Wonwoo menghela napas. "Sudahlah, sepertinya suaraku terlalu kecil belakangan ini" meski ia yakin kalau ia selalu nyaris berteriak kalau memanggil Mingyu.

Ia menutup pintu depan yang terabaikan daritadi dan berlari kecil menyusul Mingyu yang sudah berjalan duluan ke dapur.

Saat Wonwoo mendekati pemuda itu, kakinya tidak sengaja menginjak genangan air yang entah sejak kapan ada disana. Tangannya refleks menggapai bahu Mingyu tapi akhirnya ia tetap terjatuh.

BRUK

"Wonwoo-ya!!" Mingyu yang sedang memotong sesuatu, buru-buru menolong pemuda tersebut. "Kau tidak apa-apa?"

"Eh iya, aku tidak apa" Kepalanya terasa sakit tapi bukan itu yang ia khawatirkan. Ia merasa jelas-jelas sudah memegang bahu Mingyu tapi ia tetap terjatuh. Wonwoo menatap nanar tangannya seakan-akan bagian tubuhnya itu bakal hilang.

"Aiishh" Mingyu segera mengepel genangan air tersebut setelah membantu Wonwoo bangun. "Gadis itu sepertinya menumpahkan teh semalam dan tidak bilang-bilang"

Wonwoo tidak berkata apa-apa. Matanya terfokus pada kedua tangannya.

"Mingyu-ya" Wonwoo menarik salah satu kursi di meja makan. Yang dipanggil masih sibuk mengepel dan tidak menyahut. Terjadi lagi. Padahal ia merasa suaranya sudah lumayan kencang. Tapi ada hal yang lebih penting selain itu.

Setelah ketiga kalinya memanggil, akhirnya Mingyu menolehkan wajahnya. "Ya?"

"Sebelum aku jatuh, aku sempat memegang bahumu. Refleks. Tapi aku tetap jatuh?"

"Benarkah?" Mingyu nampak terkejut. "Aku tidak merasakan apa-apa"

"Eh?"

"Kalau kau pegang bahuku, aku pasti merasakannya dan langsung menahanmu"

"Tapi aku yakin sudah memegangmu" Wonwoo bersikeras.

"Aku tidak bohong kok, saat aku menoleh kau sudah terkapar di lantai"

Keduanya sama-sama terdiam.

"...mungkin salahku" Wonwoo berkata pelan. "Mungkin aku tidak benar-benar memegang bahumu tadi"

Pemuda yang lebih tinggi itu menghela napas dan kembali melanjutkan kegiatannya.

Wonwoo mentautkan jemarinya. Matanya tidak mungkin salah, kan? Ia pun kembali mengingat-ingatnya. Dan salah satu 'rekaman' di kepalanya membuat pemuda itu tersedak.

Tangannya menembus bahu Mingyu.

Benarkah?

Wonwoo berusaha mengumpulkan kesadarannya kembali sebelum ia berteriak dan membuat segalanya jadi kacau. Ia pura-pura mengambil gelas untuk minum. Tapi saat ia memegangnya...

Tangannya tidak menembus gelas tersebut dan ia mengambilnya seperti biasa?

Wonwoo menghela napas panjang. 'Sepertinya aku mulai suka berkhayal yang tidak-tidak' pikirnya seraya menaruh kembali gelas tersebut.

Ia pun kembali duduk dan mengamati punggung Mingyu yang sekarang sudah kembali mengerjakan kegiatan awalnya.

Namun sebuah pikiran gelap justru menyelinap di pikirannya bagaikan pencuri yang datang di malam hari.

'Apakah suatu saat nanti aku akan hilang?'

-TBC-




under the roofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang