Entah untuk keberapa kalinya Mingyu membuka pintu dengan kasar di area rumah sakit. Membuat seorang suster memelototinya dengan tajam dan nampaknya hampir menghubungi petugas keamanan kalau saja pemuda itu tidak membungkuk sopan kearahnya sebagai ucapan maaf.
Didalam kamar Wonwoo, ia mendapati pemuda bermata tajam itu berdiri disamping ranjang. Mingyu benci mengakuinya tapi ia sempat berpikiran kalau pemuda itu sudah bagai hantu gentayangan sekarang ini.
"Bagaimana? Sudah puas melihat mayatku?" Wonwoo tiba-tiba membuka suara. Iris coklatnya menatap Mingyu lurus.
"Kau tidak lucu" ucap Mingyu tegas. "Kau ini kenapa sih? Kau kabur seenaknya dan tiba-tiba jadi sinis begini"
"Aku biasa saja" Wonwoo tersenyum miring. Di mata Mingyu ia terlihat sedang menyembunyikan sesuatu. Dan pemuda yang lebih tinggi tersebut tidak akan sungkan untuk memaksanya mengaku.
"Aku tidak suka ada permainan rahasia diantara kita. Apalagi terlihat jelas kau punya sesuatu yang tidak kuketahui" Mingyu mengepalkan tangannya. Ia sangat sangat sangat kesal tapi ia harus setengah mati menahan emosinya yang kian meluap.
Wonwoo tidak menanggapinya. Matanya malah sibuk melihat hiasan yang tergantung di tembok.
Lelah dengan perilaku pemuda itu yang semakin aneh saja, Mingyu beranjak mendekatinya. Bermaksud menarik tangannya untuk menyeretnya pulang. Namun tangannya hanya menggapai udara kosong.
Mingyu memelototi tangannya lalu tangan Wonwoo. Ia mengucek matanya lalu menggapai tangan pemuda bermata tajam itu lagi. Ia terkesiap saat tangannya menembus tangan pemuda itu.
Jiwanya seakan hilang setengah saat ia memastikan kalau yang dilihatnya itu nyata.
"Kau ingat kan saat aku terjatuh di dapur? Aku meraih bahumu tapi tanganku menembusnya. Kau tidak percaya padaku" ujar Wonwoo tanpa melihat Mingyu.
"Esoknya, aku tidak bisa merasakan apa-apa. Aku mengambil buku-ku dan tanganku benar-benar menembusnya"
"Aku nyaris gila saat esoknya lagi aku sadar kedua kaki-ku menghilang meski beberapa saat kemudian kembali muncul"
Suaranya tertahan sesaat. Mingyu sadar kalau pemuda itu menahan tangisnya. Lalu suaranya berubah parau saat ia melanjutkan.
"Aku..mencoba memanggilmu. Tapi kau tak pernah mendengar suaraku. Taruhan, kau baru sadar baru-baru ini kan kalau aku hilang?"
Mingyu menggigit bibirnya. Yang dikatakan Wonwoo benar dan ia tak tau bagaimana membalas ucapannya.
Wonwoo menghela napas. "Pikiranku kacau karena aku tidak mengerti apa yang terjadi pada diriku ini. Dan aku tak bisa menyalahkanmu, kan?"
"Tapi" lanjutnya. "Akhirnya aku mengerti satu hal saat melihat keadaan tubuhku"
Hening sejenak.
"Aku akan segera mati"
Selama beberapa menit kamar itu sehening pemakaman saat tengah malam. Mingyu berusaha mencerna kata-kata pemuda itu sementara Wonwoo membuang muka.
"Tidak mungkin" gumam Mingyu.
"Mungkin saja" Wonwoo sengaja menaikkan volume suaranya. "Aku sudah menduga hal ini akan terjadi tapi tak kusangka bakal secepat ini"
"Berhenti bercanda, Jeon Wonwoo"
"SIALAN KIM MINGYU" Wonwoo meninju kasur meski ia tau tangannya pasti menembusnya. "Memangnya aku terlihat bercanda sekarang, hah?"
Mingyu meremas kedua bahu Wonwoo. Ia masih bisa memegangnya namun tidak merasakan apa-apa. "Brengsek. Jangan bicara seakan kau sudah siap pergi ke alam sana" kedua irisnya menatap nanar mata pemuda tersebut.
Wonwoo tersenyum tipis meski air mata telah menumpuk di kedua matanya. Jauh di dasar hatinya, ia sama sekali tidak mau pergi begitu saja. Meninggalkan ibunya. Meninggalkan Mingyu.
"Kau sendiri bilang kalau aku merepotkan. Aku tau kau 100% sadar saat bicara begitu" Wonwoo meletakkan salah satu tangannya diatas tangan Mingyu. "Dengan begini, aku tidak akan menyusahkanmu lagi kan?"
"Ne, jujur ya kau memang merepotkan, Wonwoo-ya" jawab Mingyu langsung. Wonwoo sedikit tak menyangka jawaban itu yang keluar. Namun kata-kata yang keluar selanjutnya membuat dirinya tak bisa berkutik.
"KAU MEREPOTKAN KARENA MEMBUAT DADAKU BERDEBAR SETIAP HARI. MEREPOTKAN KARENA BERKALI-KALI AKU HARUS MENAHAN DIRI UNTUK TIDAK MENCIUM-MI SAAT BANGUN TIDUR. MEREPOTKAN KARENA..AKU TERUS MENERUS MENGHARAPKAN DIRIMU. SELALU"
Lagi-lagi kamar tersebut dilanda keheningan yang disebabkan pidato dadakan dari Mingyu.
"Saranghaeyo, Wonwoo"
Wajah Wonwoo seketika merah padam mendengarnya. Ia tak salah dengar kan? Namun melihat ekspresi Mingyu yang sangat serius membuatnya yakin.
Air mata yang sedari tadi ia tahan-tahan akhirnya jatuh juga. Wonwoo makin terisak saat Mingyu memeluknya erat. Pemuda yang lebih tinggi itu mencium rambutnya.
"Nado saranghaeyo, Mingyu"
Tanpa aba-aba, Mingyu mendaratkan ciuman di bibir Wonwoo. Pemuda bermata tajam itu sedikit terkejut namun ia membiarkannya. Wajahnya terasa panas saat Mingyu melumat bibirnya dengan antusias. Ia ingin melepaskan diri sebelum ciuman mereka semakin dalam namun seluruh tubuhnya tak mampu bergerak sedikit pun.
Mingyu akhirnya melepas ciumannya. "Kau tidak apa-"
Kalimatnya terpotong saat matanya tertuju pada kedua kaki Wonwoo yang hilang. Dan sedikit demi sedikit, mulai beranjak menuju paha, pinggang, perut serta diikuti oleh lengannya.
"Wonwoo!" Mingyu berteriak seraya mengulurkan tangannya. Namun percuma. Tangannya menembus tubuh pemuda itu bagai menangkap udara kosong.
Titik-titik cahaya mengelilingi sisa tubuhnya yang masih terlihat. Meski diluar masih agak terang, namun cahaya misterius tersebut seakan mengalahkannya.
Wonwoo tersenyum. Senyum tulus yang Mingyu pertama kali lihat sejak ia berkenalan dengannya.
"Biarpun detik ini aku menghilang dari hadapanmu dan kau tidak dapat melihat sosokku lagi..ingatlah bahwa aku akan selalu disana..didalam hati terdalam-mu, Mingyu"
"Aku akan selalu mencintaimu, Mingyu"
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, tubuh Wonwoo lenyap bersama titik-titik cahaya tersebut. Menyisakan Mingyu yang tiba-tiba terjatuh dan sebelum ia mengetahuinya, pandangannya telah berubah menjadi gelap.
-TBC-

KAMU SEDANG MEMBACA
under the roof
Fanfiction❝Biarpun detik ini aku menghilang dari hadapanmu dan kau tidak dapat melihat sosok-ku lagi..ingatlah aku akan selalu disana..didalam hati terdalam-mu, Mingyu❞