11

199 28 3
                                    

Catlyn POV

Entah mengapa aku sedikit sensitif akhir-akhir ini. Berat. Beban yang ku jalani, semakin lama semakin membunuhku secara perlahan. Ayah dan ibu sudah semakin tua, tidak lagi bisa mengurusku. Aku harus bisa menjadi tulang punggung bagi keluargaku, karena hanya akulah yang dimiliki oleh ayah, ibu. Kerja disaat yang sama dengan sekolah, tidak seperti yang kubayangkan. Pernah bermimpi menjadi idol layaknya deCoLe, kini sirna. Aku lelah.

Tanganku memangku dagu. Aku terdiam, melamun.

"CING!" bentakan kerasnya yang disertai satu tepukan tangan tepat di depan mataku, berhasil mengembalikan kesadaranku. Aku terkejut, tapi Collin malah tertawa terbahak-bahak melihat wajah terkejutku yang baginya sangat lucu.

"Apaan sih?! Santai dong! Gue gak tidur kali!" ocehku sebal mendengar tawa puasnya.

"Ya abis, lo gak tidur, tapi ngelamunnya ampe alam laen," katanya.

Lalu ia duduk di sebelahku tanpa seijinku. Aku memalingkan wajahku, tidak ingin melihat tingkah anehnya.

"Cing, lo ngapa dah? Kayaknya akhir-akhir ini lo badmood mulu gitu. Ada masalah?" Ia berusaha menangkap mataku yang terus menghindar dari tatapan matanya.

Aku menggeleng malas, "Enggak. Gue gak pa-pa," ucapku sambil melengos pergi dari kantin.

Entahlah, aku tidak nyaman bercerita pada Collin. Ia lebih cocok menjadi teman yang selalu menghiburku dengan tingkah konyolnya, daripada menjadi pendengar yang baik. Aku membutuhkan Leon. Hanya Leon yang bisa menolongku saat ini.

-

Aku berjalan sendirian menyusuri setiap lorong kelas. Aku sengaja pulang terlambat karena benar-benar tidak berniat melakukan apapun. Saat jam pelajaran-pun konsentrasiku terbagi.

Hmm, hari ini gue gak liat Leon sama sekali. Di mana sih lo Leon? Gue butuh lo.

Saat aku hendak mengangkat kepalaku --melihat ke depan-- tiba-tiba...

BRAK!

"Eh, sorry gue gak liat," katanya sambil membantuku kembali berdiri. Aku hanya mengangguk.

Lalu semua menjadi gelap.

"Cath? Catlyn?" Suara seseorang memanggilku terdengar masuk ke dalam telinga. Tapi, aku tidak dapat membuka mataku.

Aku melihatnya. Aku melihat tubuhku terbaring. Aku melihat seorang lelaki yang tengah berusaha membangunkan aku. Itu Leon.

Tunggu. Gue udah mati? Apa yang gue liat ini? Kenapa gue bisa sampe ke sini? Gak ... gak ... gak mungkin!

"Gak mungkin!" teriakku terduduk.

Leon yang masih menjagaku hingga terlelap, langsung terbangun. Dia berkali-kali menanyakan keadaanku, tapi aku masih sibuk ngos-ngosan layaknya pelari yang kelelahan. Keringatku menetes, sedangkan ruangan itu dingin. Bola mataku berputar mengelilingi ruangan sambil mencoba mengingat ruangan apa yang kutempati.

"Cath? Cath? Lo gak pa-pa?"

Setelah tahu pasti ini adalah kamarku sendiri, aku menatap bodoh ke arah lelaki di sebelahku. Pikiranku masih kosong. Ia melambai-lambaikan tangannya padaku.

"Cath? Lo mau minum? Lo gak pa-pa kan?" tanyanya khawatir.

Dua menit kemudian, "LEON?!" Aku langsung segera memeluknya.

"Lo gak pa-pa kan? Gue ambilin minum dulu ya," katanya hendak melepaskan pelukan eratku.

Aku menggeleng, "Lo di sini aja dulu please? Gue ... gue takut."

My Idol BoyfieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang