12

186 27 2
                                    

"Oh, ternyata selama ini lo boongin gue, Cath? Gue gak percaya, ternyata lo itu MUNAFIK!"

"Tunggu Zie! Gue bisa jelasin, lo salah paham," kataku menarik tangannya, mencegah ia pergi, "dengerin gue dulu, Zie."

"Gue gak butuh penjelasan dari orang munafik kayak lo, Cath! Gue benci sama lo! Persahabatan kita berakhir!" Ia melepas paksa genggamanku, lalu pergi.

***

Langkahku tepat di depan studio. Aku menoleh ke belakang dan melihat sekitar untuk memastikan bahwa aku memang sendiri--tidak ada yang mengikutiku. Aku mengangkat bahuku sekilas, lalu masuk ke dalam.

Saat kubuka pintu ruang latihan, Collin dan Leon tidak ada di dalam. Sepertinya mereka belum datang. Aku duduk terdiam menunggu kedatangan mereka berdua di dalam ruang latihan.

"Hmm...."

Sekitar lima menit kemudian, pak Freddrick tiba-tiba masuk ke dalam ruangan yang kini sedang ku tempati, "Eh? Loh Catlyn sendirian? Collin sama Leon mana?"

"Ah mm ... iya, Collin sama Leon kayaknya belum dateng," kataku sedikit membungkuk hormat.

"Oh, oke nanti kalo udah dateng, Leon suruh nemuin saya ya." Aku mengangguk, dan pak Freddrick pergi.

Leon doang? Tumben? Biasanya mah mereka kan satu paket gitu, kemana-mana berdua, udah kayak kulit dan dakinya.

Setelah lama menunggu seorang diri, akhirnya muncul dua pria yang kutunggu-tunggu. Aku langsung menyambut mereka dengan omelanku, karena mereka datang terlambat. Seharusnya seorang guru lebih tepat waktu, agar bisa dicontoh perilakunya.

Collin hanya menunjukkan senyum bodohnya, sedangkan Leon tetap diam. Ada yang aneh pada dirinya. Baru saja kemarin malam tersenyum, berbicara hal manis, dan bahkan memelukku, sekarang sudah kembali seperti dirinya yang kukenal pertama kali. Aku semakin penasaran dengan sosoknya.

"Oh iya, Leon lo dicariin pak Freddrick tadi, katanya lo disuruh ke kantornya." Leon mengangguk paham dan berterima kasih, lalu ia pergi.

-

"Huah...," Aku merenggangkan otot-otot tubuhku, karena sejak tadi hanya duduk manis, "hari ini udah selesai kan? Gue boleh pulang?" tanyaku pada kedua mentorku.

Collin mengangguk, tetapi matanya masih sibuk membaca kertas bertuliskan not balok. Melihat jawaban Collin, aku segera membereskan tasku, memasukkan buku juga kertas-kertas not balok ke dalam tasku untuk kupelajari di rumah. Leon yang melihatku akan segera pulang, juga membereskan barang-barangnya sendiri, sepertinya dia mau mengantarku pulang.

"Udah ya? Gue duluan." Baru saja menggenggam handle pintu, tangan seorang lelaki juga ikut menggenggam.

"Gue anter."

"Ah, ehm ... ya," anggukku pelan, menyetujui ajakannya.

"Eh! Kok gue ditinggal? Gue ikut!" seru Collin.

Tanpa menghiraukan perkataan Collin, Leon menarik tanganku untuk segera berangkat sebelum Collin benar-benar akan ikut dengan kami.

Sepanjang perjalanan, kami berdua hanya terdiam, tidak tahu harus berbicara apa. Kurasa makhluk canggung mulai menghampiri kami lagi. Leon memutar radio agar tidak terlalu hening di dalam sini.

Gila ini orang memang aneh atau berkepribadian ganda sih?

Akhirnya, aku sampai di kost. Aku langsung turun dari mobil setelah berterima kasih padanya.

My Idol BoyfieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang