Ayana duduk dengan gusar, matanya berkeliaran melihat isi kamarnya padahal ia sering melihat kamarnya sendiri sekarang matanya beralih ke balkon kamarnya yang langsung berhadapan dengan taman belakang, matanya menatap bunga - bunga hasil cocok tanam ibunya. Ia tak menyangka sebulan lagi ia akan bertunangan dengan Reynand, Ayana sudah membulatkan tekadnya ia menerima lamaran itu bukan main Reynand senang mendengarnya. Tapi agaknya Ayana sedikit takut dengan keberadaan Azka, Ayana takut Azka akan menghancurkan tembok kokoh yang sudah dibuat Ayana selama bertahun tahun.Azka is calling
Ayana menghela nafas berat melihat caller id yang menelponnya, ia menempelkan ponsel ke telinganya.
"Ya.. hallo."
"Selamat yah Aya atas pertunanganmu." Ujar Azka di sebrang sana.
Ayana mematung sebentar dari mana Azka tau ia akan bertunangan. "Oh, iya terima kasih." Ujar Ayana formal.
Azka menyeringai di sebrang sana. "Aya, kamu tidak takut kalau aku akan merusak hubunganmu dengan Reynand? atau mungkin di acara pertunanganmu aku akan mengacaukan segalanya?" Seringaian tercetak di bibir Azka.
Jantung Ayana berdetak lebih cepat ini yang ia takutkan Azka merusak segalanya, keringat dingin mulai muncul di titik - titik kulitnya, bibirnya kelu untuk berbicara. "Azka.. stop it, please. Hubungan kita sudah berakhir kamu sendiri yang mengakhirinya, aku sudah punya Reynand." Nafas Ayana menjadi tidak beraturan.
"Kenapa? Kamu takut?"
Ayana tidak menjawab pertanyaan Azka, ia memutuskan telepon secara sepihak. Lain lagi dengan Azka ia tersenyum puas di apartementnya.
Ayana merebahkan tubuh lelahnya ke kasur berukuran queen size-nya matanya sayu ia takut Azka akan berbuat yang tidak - tidak, dering ponsel Ayana membuat lamunannya buyar.
"Iya Rey?"
"Kamu, mau tidur Ay?"
"Enggak Rey, Alex sudah tidur?"
"Sudah barusan, Aya kamu kenal dengan pak Azka?" Tanya Reynand di sebrang sana dengan tenang tapi lain lagi dengan Ayana matanya terbelalak ia tidak menyangka kenapa Reynand menanyakan hal seperti itu.
Ayana membasahi bibir bawah yang mendadak kering. "Dia temen sewaktu SMA-ku Rey, tapi kamu jangan salah paham, aku dan dia tidak ada hubungan apa - apa."
Reynand tertawa kecil. "Aku bukan tipe lelaki yang terlalu posesif. Berarti benar apa yang dikatakan pak Azka, dia sempat berbicara tentangmu kalau kamu adalah temannya."
Ayana menggigiti bibir bawahnya, apakah Azka juga berbicara kalau mereka dulu pernah berpacaran lebih tepatnya mantan. "Azka cuma bicara seperti itu Rey?" Tanya Ayana.
"Yah cuma seperti itu, kenapa?"
"Ah- enggak."
"Aya." Panggil Reynand dengan suara lembut dan rendah. Mendengar suara Reynand memanggil namanya jantung Ayana sedikit lebih kencang.
"Ya?"
Reynand menghela nafasnya. "Entah kenapa aku takut kehilangan kamu."
--------------------------------------------
"Arrgg.. pusing." Teriakan frustasi mengejutkan Ayana yang baru masuk keruangan Reynand. Reynand tampak kacau, bulu bulu halus di sekitar rahangnya mulai tampak, rambutnya yang dulu rapi sekarang berantakan tak beraturan.
"Ada masalah?" Tanya Ayana.
Reynand mendongakan kepalanya, di lihatnya Ayana berdiri didepan meja kebesarannya. Reynand menghela nafas berat masalah perusahaan membuat kepalanya pening, cabang yang berada di kalimantan sedang ada masalah dan ia harus turun tangan membereskannya. Sebenarnya Ayana tak tega melihat Reynand yang begitu kacau seperti saat ini.
"Rey."
"Hmm."
"Cabang di kalimantan, ada masalah?" Tebak Ayana.
"Ya, dan aku harus turun tangan." Reynand berdiri menghadap Ayana, ia sangat ingin memeluk Ayana. Dan menempatkan seluruh berat badannya di tubuh Ayana. Tapi, tak mungkin ia lakukan bisa bisa Ayana terjatuh.
Ayana mengenggam tangan Reynand dan menggiringnya ke sofa coklat yang berada di ruangan Reynand.
"Kamu terlihat kacau, Rey."
Reynand meringis dan tertawa pelan. "Aku pusing memikirkan masalah di kalimantan dan acara pertunangan kita sebentar lagi, aku tidak mungkin meninggalkanmu sendiri."
Ayana mengarahkan kepala Reynand bersandar di pundaknya. Di elusnya kepala Reynand dengan sayang, bukan Ayana tidak mau membantu pekerjaan Reynand, memang ia sebagai sekretaris Direktur Utama. Tetapi setelah Reynand melamar Ayana secara dadakan waktu itu, Reynand tak mau lagi Ayana terlibat dalam urusan kantor.
"Jangan terlalu memikirkanku, Rey."
"Aku punya firasat hubungan kita dalam bahaya Ay, aku takut meninggalkanmu. Aku takut jika aku pulang dari kalimantan kamu sudah berada dalam pelukan laki laki lain." Tutur Reynand.
Ayana tertegun, tenggorokannya tercekat mendengar penjelasan Reynand. Sama halnya dengan Reynand, Ayana juga takut. Sangat takut. Tapi dienyahkan semua pemikiran negatifnya ia tak mau Reynand khawatir dan tidak mau mengurusi kendala dicabang yang berada di kalimantan ia tak mau, ia menjadi penghalang.
"Itukan hanya firasat, dan kamu harus mengurusi cabang di kalimantan, karena aku gak mau kamu kehilangan cabang perusahaan kamu cuma gara gara aku. Aku gak mau dianggap sebagai pengganggu" Ujar Ayana.
"Aku tidak menganggapmu sebagai pengganggu Ay, tidak sama sekali."
Ayana memamerkan senyum khasnya. "Maka dari itu kamu harus menyelesaikan masalah di kalimantan, baru aku tidak merasa kalau aku sebagai pengganggu." Ayana tersenyum miring.
Reynand menghela nafasnya. "Oke, lusa aku akan berangkat ke kalimantan. Dan kamu harus menelponku jika ada masalah di sini."
Ayana tersenyum senang. "Dengan senang hati Mr. Wirdiatomo. Kalau begitu lebih baik kita bertemu dengan malaikat kecilku saja, aku sudah rindu dengan celotehannya."
-----------
Tarik nafas buang.. tarik nafas buang. Akhirnya nambah satu part juga setelah lama digantung.
Cerita ini memang slow update yah tergantung kesibukan aku. *cielah lagaknya*
Vote and commentnya jangan lupa..
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair
Romance'Duren'.. Duda Keren. Begitulah sebutan untuknya. Ayana Anindhiya Lituhayu tidak bisa membayangkan seorang Duren mendekatinya. Reynand Adhinarta Wirdiatomo harus mendekati seorang gadis demi anaknya.