Malam damai ini, aku kembali dengan aktivitas rutinku. Membaca buku, berotak-atik ponsel, sembari menonton tv yang sudah kusetel sejak jam tujuh pagi.
Kamar terlihat lengang. Pasalnya, kakak sedang ke luar rumah. Sehingga aku leluasa menempati kasur besar ini. Berguling-guling laiknya ikan yang dibumbui tepung. Ha ha.
Lagi. Hasratku menggelora setelah dengan saksama menonton serial pengharapan, perjuangan, pengorbanan cita-cita. Membuatku terharu. Seketika aku mulai menatap lamat-lamat ke dalam diriku. Tentang cita-cita yang kuperjuangkan selama ini. Tentang impian yang kucintai sampai detik ini.
Benar. Pada dasarnya cita-cita bukanlah sebuah angan yang hanya diimpikan saja. Tapi mencakup dengan perngorbanan, pengharapan, dan perjuangan. Bahkan tak tanggung-tanggung memaksa buliran air mata ini deras. Bersikukuh dengan prinsip meskipun goyah.
Aku mengalami hal itu. Berlinang air mata bahkan putus asa. Menyerah begitu saja. Melalui hal sulit itu. Aku mulai kompromi dari diriku sendiri. Belajar yang membutuhkan proses panjang. Hilir mudik mencari sesuatu yang dapat dipelajari. Bercengkerama dengan penulis lain adalah hal yang menyenangkan. Mereka banyak memberikan ilmu dengan tulus. Sampai aku di titik ini. Memang aku belum sampai di puncak. Tapi setidaknya aku sedikit demi sedikit merangkak ke puncak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Narasi
No FicciónSoal kehidupan banyak rasa. Kumpulan narasi ini hanya menjadi penyanding atas rasa yang tertoreh. Mewakili setiap rasa yang kini mencuat di relung hati. Membiarkan aksara demi aksara terlukis indah. Demi merasakan kehidupan ini.