Tanpa pikir panjang lagi, Evranda mendekati pria itu. Air mata yang menggenang telah mengalir, isakan demi isakan terdengar. Entah apa sebenarnya yang dirasakan Eve sekarang ini. Apa gue suka beneran? Batinnya.
Tangannya menyentuh tangan pria itu, "Dingin." Ujarnya. Senyum tipis menghiasi wajah Eve, entah kenapa ekspresinya susah untuk diatur sekarang. "Kak, bangun kak." Tuturnya lirih.
"Eve? Ngapain lo disini?" suara cowok membuyarkan lamunan Eve, namun bukannya berbalik tangisannya malah semakin deras. Apa gue bener bener mikirin kak Adit sampe sekarang gue denger suaranya? Batinnya lagi.
"Eve? Evranda Bintang Aprilia." Deg. Suara itu nyata. Pikirnya. Dengan perlahan ia membalikkan badannya dan, sekarang ia tak bisa berkata-kata.
"Kok lo disini?" Tanya cowok itu. Apa gue lagi berhalusinasi?
Cowok itu menghampiri Eve, "Lo... kenal sama Sam?" tanyanya. Sam? Siapa? Pikirnya.
"Kak.. Adit?" ucapnya tercekat, "Iya gue Adit, lo kenal sama sam? Kembaran gue?"
Kembaran? Kenapa gue baru tau? Bodoh.
"Ja- jadi, i-ini bukan ka Adit?" tanya Eve dengan muka bingung. Adit terkekeh, "Lo berharap gue koma?"
Eve hanya memasang tampang bego, membuat Adit gemas ingin mencubit pipinya itu -namun ia urungkan karena ia takut Eve akan marah- . Keduanya hanya terdiam menatap satu sama lain. Dan Eve terlihat lebih bodoh ketika ia memang benar-benar tidak menyadari jika ia memakai piyama dari rumah.
"Jadi?" tanya Adit setelah sekian lama mereka hanya terdiam. Wajah Eve menjadi datar, "Kak, jelasin gamau tau."
Adit terbelalak, "Semuanya?" Eve mengangguk kecil. Adit membalasnya hanya dengan senyuman.
"Yaudah, sini." Ucap Adit sembari menggaet tangan Eve menuju sofa di tengah ruangan untuk berbincang. Jangan aneh jika sekarang muka Eve sudah memerah layaknya tomat segar.
"Jadi, kemaren tuh-" Adit memulai ucapannya dan Eve memandangnya dengan serius, ia pikir ini dongeng apa-_-.
Flashback 2 hari yang lalu
"Lo mau kemana dit?" ucap Sam yang masih berkutat dengan macbook dipangkuannya itu.
Bukannya menjawab Adit malah melenggang pergi dari kamar dengan rahang mengeras dan muka dinginnya. Jaket jeans melekat ditubuhnya yang tegap itu.
Sam mengernyit, "Aneh dia akhir-akhir ini. Gue ikutin aja ah." Tanpa pikir panjang lagi Sam mengikuti Adit pergi. Diikutinya mobil Adit hingga menuju suatu tempat yang tak asing baginya. Taman sepi dipinggir kota yang sampingnya berdiri tembok besar -tepatnya tembok gedung tua yang tak terpakai-.
Mau ngapain Adit ke taman sepi ini? Pikirnya.
Dilihatnya dari kejauhan, Adit dengan pria dihadapannya yang sedang memegang pisau, Siapa? Batin sam.
"Oh, ternyata kau punya keberanian untuk bertemu denganku anak muda." Ucap pria itu dibalik topeng hitamnya, mata hijau memancarkan pantulan cahaya dari cahaya bulanng.
Adit berdecak, "Untuk apa kau mengejar Eve?" tanyanya. Pria dihadapannya terkekeh, "Untuk apa? Kau tidak tau? Tentu saja untuk menjadikan ia milikku." Jawabnya.
Rahang Adit mengeras, "Sampai kapanpun kau takkan mendapatkan Eve."
Pria itu membalasnya dengan tawaan, "Oh anak muda, aku pasti mendapatkannya setelah aku menghabisimu." Ucapnya dengan smirk andalannya itu. Tangannya meraih sesuatu dari dalam kantong dan mengeluarkannya. Pisau, ya itu pisau.
"Mau apa kau?" tanya Adit, ia terlihat sedikit was-was. "Apa kau takut? Benda ini hanya akan menancapmu. Dalam hitungan detik kau akan merasakan sakitnya hingga akhirnya kau tidak dapat merasakan apa apa lagi." Jawabnya dengan sedikit penekanan diakhir katanya.
Pria itu sudah siap untuk menusuk Adit, Adit tidak bisa berkutik lagi karena ia sudah terpojokkan.
Sial, batinnya. Disekeliling semak Adit melihat beberapa komplotan pria ini membawa senjata di tangannya, ia memang tidak bisa berkutik.
Hingga pada akhirnya pisau tajam itu melesat dan crakk,
Suara darah.
"S.s.sam?"
Darah telah berlumuran disekitar tubuh Sam dan tanah taman itu.
"Gu.. gue udah manggil polisi. Lo Am..an.. dit" kalimat terakhir itu yang terucap dari mulut Sam. Dan yang Adit ingat hanyalah smirk andalan pria itu sebelum pria itu pergi meninggalkan keduanya.
Flashback end.
Raut wajah Eve berubah menjadi ketakutan setelah mendengar cerita itu, air matanya yang tertahan kembali mengalir.
"Ma-maaf udah bikin kakak jadi gini, a-aku bener bener mi-minta maaf." Ucapnya disela sela tangisannya. Adit tersenyum, "Gapapa,"
Setelah beberapa lama Eve menangis, ia mengangkat wajahnya dan akhirnya tersenyum getir, Adit membalasnya dengan menepuk puncak kepalanya beberapa kali. Membuat wajah Eve menjadi layaknya tomat -lagi-
Eve menepuk jidat, "Ah! Iya kayaknya aku harus pulang deh kak soalnya tadi aku ga izin ke mama." Adit bangkit dari tempat duduknya, "Yuk gue anterin ke depan."
Di sepanjang jalan mereka berbincang dengan lepas, sebenarnya mereka ingin mengatakan kangen namun apa daya gengsi menjadi penghalangnya. Alhasil yang mereka lakukan ya hanya seperti ini. Hingga mereka sampai di parkiran dan Eve memasang senyumnya, "Oh iya, semoga kak Sam cepet sadar ya kak." Ucapnya yang dibalas dengan anggukan dari Adit.
"Aku pergi," Adit tersenyum, "Hati-hati," ucapnya.
Sesampainya dirumah, senyum bahagia terukir jelas di wajahnya. Kakaknya yang melihat itu hanya bisa tersenyum. Sepertinya otak Eve sedang konslet sekarang karena tak henti-hentinya memikirkan perlakuan Adit tadi. Kurasa Eve akan bermimpi indah malam ini.
☆★☆★
A.n.
Author notenya ada di announcement berikutnya.
-Mel-
Minggu, 17 Juli 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From You
Teen FictionEvranda Bintang Aprilia adalah seorang gadis SMA yang pintarnya melampaui teman-teman yang lain. Pribadinya yang hangat membuat semua orang menjadi suka padanya. Tak terkecuali seorang stalker yang sangat-sangat menggilainya. Siapa sangka bila stalk...