"Eve? Eve?" suara baritone itu membuat Evranda terbangun, matanya perlahan-lahan ia buka, mencoba agar sepenuhnya terbuka. Sontak, ketakutan itu menyelimuti dirinya lagi. Dihadapannya seorang pria dengan mata berwarna hijau menatap Eve dengan raut khawatir.
"Pergi lo! Pergi! Gausah ganggu-ganggu gue lagi! Pergi!" teriak Eve sembari menggenggam selimutnya dengan erat. Tangisannya pecah, menggema diseluruh ruangan UKS itu.
"Eve!" teriak seorang perempuan di ambang pintu.
"Eve lo gapapa?" tanyanya lagi sembari memeluk sahabatnya yang kini semakin menangis.
"Itu Rene.. itu dia.." jawab Eve disela-sela tangisnya.
"Maksud lo?" Tanya Rene lagi.
"Dia.. yang ngikutin.. gue.." jawab Eve.
Yang dituduhnya hanya menganga lebar, raut wajah kebingungan tampak pada mukanya. Segera ia bangkit dari kursi UKS dan pergi dari ruangan itu. Sontak, Rene langsung meminta izin kepada Eve untuk mengejarnya. Setelah berpamitan, ia langsung melangkah keluar dan berlari mencari pria tersebut.
Tapi nihil, sudah 10 menit ia mencari tapi tak ada hasil. Dan akhirnya ia ingat sesuatu, taman terpencil belakang sekolah. Dengan cepat, ia langkahkan kaki jenjangnya dengan sedikit berlari menuju taman belakang sekolah.
"Kak! Kak!" yang disapanya itu kini menoleh, masih dengan menampakkan raut wajah bingungnya.
"Kak maaf ya tadi temen aku langsung nuduh kakak sembarangan gitu." tutur Rene dengan nafas terengah-engah.
"Gue ga marah, gue cuma bingung. Gue aja baru tau dia, kenapa dia langsung nuduh gue?" tanyanya.
"Emm anu, kak ini privasi dia, jadi mending nanya sama orangnya aja. Oh iya, kenalin aku Irene Leora Kaila." jawab gadis itu seraya mengulurkan tangannya.
"Oh, Aditya Reynand." ucapnya sambil membalas jabatan tangan Irene.
"Oh ya ka, aku duluan ya. Cuman pengen ngomong itu doang soalnya. Dah!" tuturnya kemudian dengan cepat melangkah pergi menuju UKS, untuk mengetahui keadaan sahabatnya. Adit hanya mengangguk kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal –bingung.
Sesampainya di uks, ia menatap Eve dengan wajah penuh harap. Rene mencoba untuk menormalkan hembusan nafasnya dan membuka mulutnya, "Eve, lo mau cerita kan?" Tanya Rene dengan nada khawatir, Eve memalingkan wajahnya lagi. Pertanda ia masih tak mau menceritakan tentangnya.
"Eve, mau sampe kapan lo gini terus?" desaknya, sebenarnya Rene tak tega melihat Eve akhir-akhir ini. Semakin lama Eve semakin murung, kesehatannya juga menurun. Bila bukan demam, biasanya dia tiba-tiba pingsan. Dan karena itu juga, Eve sekarang sudah tidak berisi lagi. Melainkan kurus, bahkan hampir sangat kurus.
"Eve, gue tau sebenernya lo mau." desaknya lagi, mau tak mau kini Eve menatapnya lagi.
Ia menghembuskan nafasnya perlahan, "Oke, gue mau cerita," ucapnya akhirnya.
"Tapi lo jangan nganggep gue gila, gue cuman takut ini doang. Oke?" Rene mengangguk, rasa khawatir semakin menyeruak di dalam dirinya. Hembusan panjang terdengar dari mulut Eve. Kemudian ia mulai berbicara.
"Hari itu, tepatnya minggu kemaren pas gue sama lo ditaman belakang sekolah. Lo liat gue panik kan? Itu gue emang panik banget, tapi jahatnya lo seakan ga peduli," tuturnya kemudian menunduk lagi.
"Gue, panik karena disitu gue ngerasa ada yang merhatiin gue dari kejauhan. Sebenernya bayangannya keliatan dibalik pohon oak gede itu, cuman gue agak takut. Apalagi kalo dia penculik, gimana? Makannya gue cuman masang muka panik.
"Pas pulangnya, Pak Kardi ngasih gue kertas, warna ungu di dalemnya ada tulisan pake tinta merah. Dan itu bikin gue kaget karena pengirimnya itu yang ngikutin gue Rene. Dan hari ini juga, dia ngirim kertas itu lagi ke gue. Gue takut Rene, gue.. takut." ucapnya dengan isakan kecil. Dengan cepat Rene memeluknya erat dan mengusap-usap rambut coklat panjangnya perlahan.
"Kenapa lo ga langsung bilang Eve, kalo tau gitu gue pasti bantu lo dari dulu." Eve hanya semakin terisak dengan air mata yang mengalir deras dipipinya. Rasa bersalah bergerumul di dalam hatinya. Tak ia pedulikan bajunya atau baju Rene yang basah karena air matanya.
Kini keheningan menyelimuti keduanya, semuanya bergelung di dalam pikirannya masing-masing. Irene semakin mengeratkan pelukannya terhadap Eve, hanya dengan cara ini Eve biasanya berangsur-angsur akan tenang.
"Eve, mau balik ke kelas ga?" Eve bergeming, mulutnya mengatup. Dan matanya tertutup rapat. Nafasnya mulai teratur. Pertanda dia sudah berada di alam mimpi.
"Yaelah ini anak tidur," ucap Rene sambil terkekeh. Dipegangnya telapak tangan Eve. Kemudian dengan punggung tangannya ia mengecek dahi Eve perlahan.
"Demam lagi Eve? Astaga." dengan cepat tangannya meraih ponsel Eve diatas nakas. Tangannya mengutak-atik ponsel tersebut dengan lihai. Ditempelkannya ponsel itu ditelinganya, menunggu jawaban dari sana.
"Halo?" terdengar suara baritone diujung sana, dengan cepat Rene langsung menanggapinya,
"Halo? Kak, Eve demam tinggi lagi,"
"Oh ya? Terus dia sekarang ada dimana?" Tanyanya dengan nada yang sedikit khawatir.
"Iya, disekolah,"
"Emang dia kenapa lagi Rene?"
"Nanti juga pasti dia cerita kok kak, udah ya kak cepetan mumpung Eve lagi tidur,"
"Yaudah kakak kesana ya, dia di UKS kan?"
"Iya kak, Oke." jawabnya cepat kemudian langsung menutup teleponnya secara sepihak. Ia meletakan ponsel Eve di nakas lagi dan tersenyum simpul menatap Eve.
"Eve, Eve. Lo pinter bikin orang yang sayang sama lo khawatir tau ga." ucapnya pelan kemudian merebahkan badan Eve di kasur lagi. Kakinya melangkah pergi menuju kelasnya, sebenarnya ia agak khawatir takut-takut stalker itu ada disamping Eve. Tapi bagaimana mungkin?
Ah kakak Eve sebentar lagi dateng kok, batinnya.
Ditempat lain, seorang lelaki menatap gadis yang disukainya itu dengan tatapan yang sendu. Ia merasa bersalah terhadap semua yang terjadi pada gadis itu. Tapi tidak ada cara lain, hanya ini yang bisa ia lakukan karena obsesinya terhadap gadis itu semakin besar.
Dengan langkah pasti, pria itu melangkah masuk ke dalam mobilnya dan mengambil album fotonya, ditatapnya foto yang dihasilkan dari kameranya itu dengan senyum puas.
"Kau, sangat cantik Eve." gumamnya pelan kemudian langsung menancap gas menuju tempat tujuannya.
HAIIIIII sorry ini part medit alias dikit banget wkwkwk. soalnya ini filler buat kedepannya doang si... gitu. yaudah deh ditunggu feedbacknya!:)
Kota Lurus, 13 Juni 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From You
Teen FictionEvranda Bintang Aprilia adalah seorang gadis SMA yang pintarnya melampaui teman-teman yang lain. Pribadinya yang hangat membuat semua orang menjadi suka padanya. Tak terkecuali seorang stalker yang sangat-sangat menggilainya. Siapa sangka bila stalk...