episode 1

72 9 10
                                    

"WAAAAAAAAA AWAS AWAS ITU DIBELAKANG ADA... Ah kan direbut!"

"YAK YAK TERUS MAJUU ITU MUMPUNG KOSONGG. YAKK MASUUKK...! YAAHH KETINGGIAANN..!"

Dina berteriak kencang sampai para penonton pertandingan final sepak bola pada acara class meeting hari itu langsung mengarahkan pandangan ke arahnya yang duduk di pinggir lapangan bersama dua orang sahabatnya.

"Din.... Plis... Gausah teriak isshh. Maluu guaa!" Pinta Monic sambil menatap tajam wajah Dina.

"Lahh. Yang teriak kan Dina, kok yang malu malah elu, Mon?" Tanya Via sambil mengeluarkan sebungkus ciki dari tas-nya.

"Isshh." balas Monic sambil memasang wajah kesal. Dina hanya tertawa kecil.

"Eh. Eh. Itu cowo yg itu siapa deh? Kok mirip Fajar ya? Yang nomer punggungnya 41. " tanya Dina, sambil menepuk pundak kedua sahabatnya.
Monic mencoba mencari lelaki yang dimaksud Dina. Sedangkan Via malah sibuk membuka bungkus cikinya. Dina memegang pundak Monic sambil menunjuk lelaki tinggi tampan dengan nomor 41 di jersey-nya.

Tiba-tiba saja Via memukul-mukul Dina dengan ciki ditangannya.
"Bukain dong, susah nih." pintanya sambil menyodorkan cikinya tepat di depan wajah Dina. Dina hanya menoleh sebentar dan langsung merebut ciki ditangan Via.

"Oohh. Itu namanya Restu. Dia anak baru. Iya ya rada mirip Fajar. Gantengan dia tapi daripada Fajar. Lu mau naksir dia?" Tanya Monic sambil tersenyum menyindir. Dina membalas Monic dengan senyuman dan alis yang dinaik-turunkan. Kenalin dong. Itulah yang Monic baca dari ekspresi wajah Dina.

"RESTUU..!! SEMANGAT YA SENYUM YA SEMANGAT SEMANGAT SEMANGAT!" Dina berteriak lagi sehingga kali ini ia benar-benar menjadi pusat perhatian. Bahkan Restu pun sempat menoleh ke arah Dina sambil menyipitkan matanya.
Monic menopang dagu dengan tangannya sambil mendengus sebal. Ia sudah bosan dengan kebiasaan sahabatnya yang satu ini. Liat cogan dikit langsung heboh.

"Buruan buka cikinya Dinaa, gua laperrr nihh." rengek Via sambil menggoyang-goyangkan tubuh Dina.

"Sabar! Susah tau, tangan gua licin." marah Dina. Via memanyunkan bibirnya dan langsung mengalihkan pandangannya ke lapangan.

"Restu? Restu itu....hmmm yang mana ya.." gumam Via sambil mengerutkan alisnya, tanda berpikir.

"Itu yang nomer punggung 41" jawab Dina sambil mencoba membuka bungkus ciki milik Via.

"Ohh! Itu tohh. Si Restu adek kelas kann?"

Pyaar...

Seketika bungkus ciki yang berada ditangan Dina langsung terbuka lebar hingga isinya terlempar keluar.

"Demi apa, Mon? Dia masih kelas 11? Atau kelas 10?" Tanya Dina, kepalanya menoleh ke arah Monic dengan cepat. Monic mengangguk mantap. Dina langsung menghembuskan nafasnya, tanda kecewa. Sedangkan Via sibuk memungut ciki nya yang muncrat kemana-mana.

"Aduuhh Dinaa ish gimana sih. Ini ciki terakhir gua. Ahelah malah tumpah semua" gerutu Via. Namun tak ada yang mempedulikannya.

Ini bukan sekali dua kali Dina bertemu dengan lelaki yang menurut nya tampan. Dan dia akan mengurungkan niatnya untuk modus jika mengetahui bahwa lelaki tersebut umurnya lebih muda ataupun lebih tua.

"Dia kelas 11. Tapi gapapa kali, Din. Cuma beda setahun ini." goda Monic. Dina hanya menampilkan ekspresi wajah bingung.

"Yaaa maksud gua, kan lu sama Restu cuma beda setahun. Gapapa kali kalo lu emang beneran naksir dia. Lagian dia juga ga keliatan lebih muda. Justru dia malah terlihat lebih dewasa daripada lu." Jelas Monic lalu menggoyangkan kepangan rambut Dina yang membuatnya terlihat kekanak-kanakan.

"Iya din sama Restu aja gih. Daripada lu nungguin Sang Fajar yang cintanya tak kunjung terbit." tambah Via, sok puitis. Kini ia sudah tak memperdulikan cikinya lagi.

"Nah.. Bener banget. Gua setuju sama lu, Vi. Tumben pinter." Puji Monic kepada sahabatnya yang terkenal dengan telmi nya itu.

Dina termenung mendengar nasihat kedua sahabatnya. Fajar memang bukan cinta pertamanya. Namun pertemuan pertama mereka tiga tahun yang lalu membuat Fajar menjadi satu-satunya pria yang merupakan alasan terkuat bagi Dina untuk menghilangkan hobby modusnya itu.

Dina dan Fajar memang tak ada hubungan khusus. Perbedaan tempat mereka menimba ilmu (read:sekolah) membuat mereka jarang sekali bertemu. Untungnya, mereka adalah anggota Pramuka aktif di Jakarta, sehingga seringkali ada event yang tanpa sengaja mempertemukan keduanya. Beruntungnya lagi, Fajar adalah adik dari Kak Qodrat, pelatih Pramuka di sekolah Dina. Jadi, tak jarang Kak Qodrat datang membawa Fajar.

Walaupun jarang bertemu, tapi Dina dan Fajar tetap menjalin hubungan yang baik. Bisa dikatakan, mereka cukup dekat. Hampir setiap hari mereka SMS-an bahkan telfonan. Mulai dari curhat masalah sekolah sampai keluarga. Tentu saja Dina lah yang lebih sering membuka percakapan dibanding Fajar. Tapi keadaan itu tidak juga membuat Fajar menjatuhkan hatinya kepada Dina. Bahkan mungkin Fajar tak pernah sadar bahwa Dina mencintainya.

Pritt..pritt..

sontak suara peluit wasit berbunyi, menandakan pertandingan telah berakhir. Dina yang kaget mendengar suara itu langsung terbangun dari lamunannya.

"Eh eh eh! Itu... Itu Restu bukan sih? Itu yang jalan ke arah sini" bisik Via sambil menunjuk ke arah pria yang berjalan menuju ke arah mereka. Bisikan itu disambut kedua sahabatnya dengan langsung menoleh ke arah yang dimaksud Via.

"Iya! Mampus lu, Din! Elu sih pake teriak-teriak segala tadi!!" kata Monic, suaranya pelan takut Restu mendengarnya.

Dina hanya diam dan terus memperhatikan Restu yang semakin dekat. Semakin dekat. Dekat.

***

kedikitan ya? maaf ya. Insyaallah episode selanjutnya bakal lebih panjang hehe.
jangan lupa vomment yaa! Because dukungan, kritik, dan saran sangatt dibutuhkan di sini :)) thankss

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang