episode 11

36 5 5
                                    

Fajar memalingkan wajahnya ke atas. Membalas senyuman bintang-bintang yang menatapnya malam itu. Sesekali ia melirik ke arah Dina yang masih memejamkan matanya. Entah apa artinya, tapi rasanya ia ingin terus selalu berada disamping Dina. Menyambutnya ketika membuka mata, mengembangkan senyum diwajahnya, menghapus air matanya, dan menjaganya ketika ia terlelap.

***

"Eh anak Bunda udah bangun." Sahut Tari begitu melihat putrinya menuruni tangga.

Dina tak menjawab sapaan yang baru dilontarkan sang Bunda. Ia terus berjalan ke arah dapur menghampiri Bundanya yang sedang asyik mengiris bawang. Kedua alisnya menyatu seperti sedang memikirkan sesuatu. Ya, kini ia sedang dilanda kebingungan. Dirinya tidak ingat bagaimana caranya ia bisa tiba-tiba saja terbangun dirumahnya padahal jelas-jelas semalam ia tertidur di bangku taman rumah Fajar. Apa jangan-jangan kejadian semalem cuma mimpi? Pikirnya.

"Bun," panggil gadis itu. Dina berniat menanyakan hal yang sedang ia pikirkan.

"Bun! Ih dipanggilin ga nengok-nengok." Gerutu Dina. Kemudian ia meletakkan bokongnya di kursi meja makan. Tangannya meraih toples berisi kue kering di atas meja makan.

"Apa sayaaang? Tadi Bunda udah jawab 'apa' tapi kamu diem aja." Balas Tari tanpa menghentikan tangannya yang masih mengiris bawang.

"Masa? Kok aku ga denger ya? hehe" Dina berucap dengan cengiran di wajahnya.

Tanpa mengatakan apapun Tari kemudian mengambil buah pepaya yang sudah dibagi menjadi dua potong dari dalam kulkas dan meletakannya di atas meja makan.

"Asyiikk!! Pepaya pepaya.. " Seru Dina begitu melihat buah favorit nya di atas meja. Seketika ia melupakan hal yang sebelumnya sangat mengganggu pikirannya itu.

Tari kemudian mengambil sebuah sendok kecil dan memberikannya kepada Dina. Tanpa pikir panjang lagi, putri sematawayangnya itu langsung meraih dan melahap buah yang sudah disajikan di depan matanya.

Dina memiliki cara sendiri untuk menikmati buah kesukaannya itu. Ia justru tak mau jika buah pepaya yang akan dimakannya sudah lebih dulu dikupas dan dipotong-potong. Ia lebih suka buah tersebut di bagi menjadi dua, lalu ia akan memakannya dengan cara mengerok daging buahnya dengan sendok.

"Kalo udah selese, tolong beliin gula sama teh celup di warung, ya, Na? " Pinta Tari yang kemudian meletakan uang sebesar dua puluh ribu rupiah di meja makan. Dina hanya mengangguk sebagai tanda setuju.

Masih dengan stelan baju tidurnya, Dina menuruti permintaan sang Bunda untuk pergi ke warung. Rambutnya bahkan langsung diikat tanpa disisir terlebih dahulu. Wajahnya yang masih mengantuk membuatnya semakin terlihat belum mandi.

"Bu Amat, aku mau beli gulanya sekilo dong, sama teh celupnya satu kotak." ucap Dina kepada pemilik warung begitu ia tiba.

"Gula sekilo.....sebentar ya, Neng Dina." Balas Bu Amat ramah.

Brrmm.. Brrrmm..

Tiba-tiba terdengar suara motor berhenti di depan warung. Dina menoleh dan mendapati sang pemilik motor berjalan mendekatinya dengan wajah yang masih tertutup helm.

"Misi, mbak. Mau tanya, alamat ini dimana, ya?" Tanya pemilik motor tersebut sambil menunjukan kertas kecil bertuliskan sebuah alamat. Dari suaranya yang sedikit samar karena tertutup helm, Dina bisa menebak bahwa pemilik motor itu seorang laki-laki.

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang