Dina hanya diam dan terus memperhatikan Restu yang semakin dekat. Semakin dekat.
Dekat.
Hingga akhirnya melewati Dina dan kedua sahabatnya yang tampak panik tersebut. Mereka tetap memperhatikan Restu yang terus berjalan dengan handuk di lehernya.
Ketiga gadis remaja itu sontak kaget saat melihat seorang perempuan berambut panjang berjalan dari arah berlawanan mendekati Restu yang juga masih terus melangkahkan kakinya. Kedua sejoli itu berhenti tepat 5 meter dari tempat Dina duduk.
"Kok bisa kalah sih?" Tanya perempuan itu sambil memberikan sebotol air mineral yang sedari tadi di genggamnya.
"Iya nih, lawannya kelas 12, jago jago." Jawab Restu. Kemudian ia meneguk minuman yang diberikan perempuan itu.
"Siapa tuh? Setau gua dia belom punya pacar kok." Bisik Monic. Namun kedua sahabatnya tidak ada yang memperdulikan ucapannya. Mereka tetap terus memperhatikan dan menguping pembicaran Restu dan perempuan yang belum diketahui namanya itu.
"Kamu mau pulang sekarang?" Kali ini giliran Restu yang bertanya. Perempuan itu hanya mengangguk pelan.
"Yaudah bentar, ya. Aku ambil tas ku dulu." Restu kemudian beranjak pergi.
"Eh gausah, aku, aku... Aku dijemput kok." Balas perempuan itu dengan nada ragu.
"EVI..!"
Tiba-tiba ada sesosok laki-laki berbadan cukup besar berteriak ke arah mereka berdua. Restu dan perempuan yang tadi mengobrol denganya langsung menengok ke sumber suara.
Oh namanya Evi. Batin Dina.
Dengan sergap Evi berjalan ke arah lelaki itu.
"Aku pulang duluan ya!" Tak lupa ia berpamitan dengan Restu. Restu melambaikan tangannya sambil tersenyum tipis. Ia terus memperhatikan Evi yang berjalan semakin jauh darinya.
Begitu melihat mobil yang dinaiki Evi pergi, Restu pun berjalan meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba saja, Restu membalikan badannya. Melihat itu, Dina dan Monic langsung pura-pura mengobrol seolah mereka tak memperhatikan apa yang baru saja terjadi. Namun dengan polosnya, Via masih saja melihat ke arah Restu.
Dina yang melihat kebodohan sahabatnya itu langsung membelokkan kepala Via ke arahnya dengan tetap pura-pura mengobrol dan sesekali Dina melirik ke arah Restu. Ternyata Restu membalikkan badan untuk mengambil handuknya yang terjatuh. Kemudian ia berbalik lagi dan pergi meninggalkan tempat itu.
"Hhhh... Gua kira dia balik mau nyamperin kita." Ucap Dina dengan napas lega.
"Huu.. Makanya jadi orang jangan kepedean." Balas Monic sambil menoyor kepala Dina.
"Elu ego yang udah bikin gua kepedean." Dina menoyor balik kepala Monic.
"Eh eh! Arya! Arya! Sini deh! Sini!" Tiba-tiba saja Via memanggil seorang lelaki berkacamata yang baru saja melewati mereka.
"Din, nih ini Arya. Temen sekelasnya si Restu." Via mengenalkan lelaki itu kepada Dina.
"Ya.... Terus?" Tanya Dina heran.
"Hah? Ya.. Ya.. Gapapa sih, gua cuma ngasih tau aja hehe." Jawab Via sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.
"Maaf ini saya dipanggil kesini ada apa ya, Kak?" Arya yang sedari tadi terlihat bingung pun akhirnya angkat bicara. Tatapannya mengarah ke wajah Dina.
"Kok lu nanya ke gue?" Kan yang manggil elu mah dia." Jawab Dina sewot, tangannya menunjuk ke arah Via.
"Hah. Em.. Emm.. Gaada apa-apa kok. Gua manggil lu kesini buat.... Ya... Kali aja temen gua mau nitip salam ke Restu gitu." Lagi-lagi Via menggaruk lehernya yang tidak gatal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
Teen FictionKetika dua lelaki mencintai satu wanita yang mencintai keduanya. Mana yang harus dipilih sang wanita? Dan siapa pria yang harus mengalah? Atau ketiga-tiganya harus pergi? Tentu saja cinta sejati tak akan pernah pergi. "Ask your heart" Gitu aja kok...