Aku tidak perlu berfikir
Ketika menulis tentangnya
Cukup merasakannya
Ribuan aksara seperti berguguran
.
Tangan jiwa spontan saja
Memungut aksara yang jatuh
Jemaripun layaknya sapu lidi
Menulis kumpulkan kata
.
Dia adalah wanita
Yang dalam dunia diksi
Aku panggil dia putri
Sayang ini diksi terahir untuknya
.
Wahai putri kau adalah tamu
Selamat datang dirumahku
Disini tidak ada kemewahan
Hanya ada kesederhanaan
.
Ditengah musim kemarau
Hujan layaknya jodoh yang dinanti
Tidak akan ada yang mengerti tengtang sepi
Dimusim panas rumah kosong lama tak terisi
.
Dia hadir pada pagi beserta sejuknya
Rumahku biasa hening menjadi bising
Putri dengan senyum anggun yang terbayang
Nyatanya senang bercanda setengah gila
.
Mata malas dan sayu
Menjadi bingar berkaca
Ini adalah kesenangan
Yang ku harap akan lama
.
Sejenak kuperhatikan lebih dalam
Ku kira hanya ada ukiran tawa diwajahnya
Tetapi rekah setengah mekar kelopak matanya
Menahan air mata yang siap jatuh bak lelehnya lilin
.
Wahai putri inilah rumahku
Disini sederhana namun cukup nyaman
Aku percaya pada tawanya yang jujur
Tapi ini adalah waktunya ia menangis
.
Setiap kata yang keluar adalah keluh
Airmata lebih jujur dibanding tawanya
Bahuku pernah menjadi saksi
Atas setiap air mata yang jatuh
.
Sang putri datang pada pagi beserta sejuknya
Ini adalah senja dengan ribuan bintik gerimis
Ada berat dan sedih hati untuk dilupakan
Tentang yang terjadi pada pagi dan siang
.
Kau hanyalah tamu tidak bisa menetap
Jadi pulanglah sebelum tiba malam
Lebih tepatnya aku tidak bisa untuk inginkannya menetap
Kerna sudah ada yang menjadi pagi, siang sore dan malamnya
.
Taun menaun rumah kosong tak terisi
Hanya ada rindu berbingkai kenang
Ini adalah rumah sederhanaku
Sepi kerna tidak sembarang menerima tamu
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA HATI BICARA
RomanceGerimis adalah jiwa yang mencoba teguh Padahal mendungnya terlihat jelas Pelangi menjadi ekspresi munafik Ketika gerimis dan mendungnya belum usai Wahai jiwa tetaplah teguh Perlahan perihmu habis dalam lelehan gerimis " ___Fauzi.S___"