Chapter 07. Friends

2K 200 9
                                    

3 Oktober 1998

Seperti hari-hari biasa yang aku lalui, pada jam segini aku akan kembali ke perpustakaan untuk menyelesaikan PR atau hanya sekedar membaca buku-buku yang belum pernah ku baca. Ini sudah buku kedua yang kubaca, novel roman tentang percintaan. Mungkin kebanyakan dari mereka tidak percaya, tapi aku juga gadis dalam masa puber, tidak masalah kan kalau juga ikutan membaca novel.

Aku agak terkejut mendapatkan novel yang sedang aku baca ini, judulnya cintaku ada dan itu nyata. Novel ini terbitan baru, berkisah tentang sepasang kekasih yang berbeda status darah dan mengalami perjalanan cinta berliku. Aku menduga bahwa novel ini sebagai bentuk menciptakan era baru ini, atau mungkin penulisnya memang memiliki pengalaman seperti yang dia tulis.

Sayangnya ada yang mengganguku saat aku membaca bagian seru saat Taylor Bunn akan mengajak kawin lari si tokoh wanita Adele Lim yang merupakan perempuan darah murni. Dan orang itu adalah juga darah murni, Draco Malfoy.

"Kau mau apa, Malfoy?" tanyaku tanpa menegadahkan wajah dari novel yang sedang kubaca.

Draco menaikkan alisnya dan duduk di depanku.

"Kitasepakat untuk mengerjakan PR aritmancy, Granger! Apa kau lupa?" tanya Draco ketus.

"Okey. Maaf aku lupa," kataku. Aku menutup novelku seketika. Aku baru ingat kalau kami sudah sepakat akan mengerjakan proyek yang diberikan Professor Vektor.

"Kau membaca roman picisan?" tanya Draco jijik, aku melirik dari posisiku yang membungkuk sedang mencari bukuku. Aku menarik novel itu dari tangannya.

"Memangnya tidak boleh?" tanyaku balik, kumasukkan novel itu kedalam tasku.

"Hanya tidak pernah terpikir olehku kau punya sisi romantis," jawabnya, kemudian dia mulai membuka-buka bukunya.

Aku hanya memutar bola mataku, apakah tidak ada orang yang menganggap kalau aku juga gadis remaja biasa. Aku juga menyukai roman picisan, ataupun bergosip tentang cowok-cowok tampan. Tapi kenapa semua orang hanya menganggapku sebagai si kutu buku.

"Kadang membaca selain buku pelajaran juga berguna. Kau tidak pernah tau kapan kau bertemu dengan jodohmu," jawabku asal.

"Bukan masalahku. Terserah kau saja," kata Draco.

Aku kesal akan jawabannya, tapi kenapa juga aku harus mendiskusikan tentang diriku padanya? Kami mulai mengerjakan tugas kami. Ternyata Draco adalah orang yang sangat metodik, aku bisa melihat kenapa dia bisa menjadi orang yang sejajar dalam membahas masalah pelajaran. Aku terkejut mendapati diriku sangat nyaman berbicara dengannya, sesuatu yang tidak aku dapatkan dari Harry dan Ron.

Untuk dua jam kami membahas bagaimana memulai tugas kami, tahapan persiapan yang perlu di lakukan dan langkah awal memulai stimulasi formula yang sudah di berikan. Badanku terasa pegal-pegal karena duduk selama dua jam dan aku juga merasa bahwa Draco sama tidak nyamannya sepertiku.

Aku mengeluarkan cangkirku dan menyesap isinya. Terima kasih atas kehebatanku karena teh yang ada di dalamnya tidak tumpah. Tidak lama kemudian aku menyadari bahwa orang yang ada di depanku mulai membaui wangi teh yang kutambah dengan kayu manis dan sedikit lemon, kombinasi yang aneh kata Harry.

Aku mengeluarkan cangkirku yang satu lagi. Draco menaikkan alisnya, aku harus menahan diri untuk tidak tertawa. Kudekatkan cangkir itu ke arahnya tanpa memberikan insyarat lebih padanya, aku melihat dia mulai resah. Lima menit kemudian, Draco menarik cangkir itu dan menyesapnya.

"Ah.." desahnya tanpa bias ditahan.

Aku diam-diam menyeringai padanya.

"Apa yang kau tambahkan? Kayu manis?" tanyanya.

LOVE and PRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang