Chapter 22. Killer

4.2K 211 52
                                    

15 Oktober 2005, Hestitant

"Draco…!"

"ck…" jelas bukan respon yang di inginkan oleh ayahnya. Draco dengan enggan membalikkan dan berjalan ke ruang kerja ayahnya.

Lucius Malfoy duduk di sofa di sebelah meja kerjanya dengan anggun. Draco selalu bertanya-tanya kenapa ayahnya begitu sabar menjaga rambunya tetap panjang. Dia sangat yakin bahwa rambut ayahnya lebih lembut dan lebih mendapatkan perawatan dibandingkan dengan rambut ibunya. Tapi dalam hati Draco juga menduga bahwa itu memang sudah garis keturunan mereka, dianugerahi rambut yang lembut dan bersinar.

"Father, selamat malam," sapa Draco sambil mengangguk sopan dan duduk di sofa sebelahnya, tetap menjaga jarak.

"Dari mana kau?" Tanya Ayahnya.

Draco memutar bola matanya tanpa dia sadari. Merlin, dia sudah dua puluh lima tahun dan ayahnya menanyakan dari mana dia seolah-olah dia masih remaja 17 tahun atau mungkin lebih muda.

"Bersenang-senang dengan anakku," jawab Draco singkat.

Lucius mengerakkan bahunya tak nyaman, melambaikan tongkat sihirnya dan secangkir teh yang sama dengan ayahnya muncul di hadapannya.

"Draco, aku tau rencanamu. Tapi aku takut bahwa rencanamu tidak akan berhasil. Dan daripada mendapatkan putramu, kau malah akan sangat jauh darinya," kata Lucius.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu, father!" jawab Draco cepat. Dia tidak pernah membayangkan bahwa dia dan ayahnya akan berbincang mengenai Alexander dengan keadaan tenang seperti ini.

"Aku tau kau berusaha mendekatkan diri pada mereka, kau mencoba untuk membuat mereka nyaman dengan keberadaan dirimu. Kemudian Miss Granger mau menikahimu dan melihat situasi yang terjadi pada Miss Granger saat ini itulah solusi terbaiknya. Tapi itu tidak akan berhasil," kata Lucius.

Draco tidak menyangka bahwa ayahnya akan memikirkan hal ini.

"Benarkah? Tapi sejauh ini menurutku aku akan berhasil," jawab Draco dingin. Dia tak ingin memberikan keraguan yang diam-diam bersembunyi di dalam hatinya.

"Tidak. Cara itu tidak akan membuatmu mendapatkan putramu dan juga gadis itu," kata ayahnya sambil mengambil cangkir dan menyeruput tehnya.

"Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?" Tanya Draco curiga.

"Aku tidak melakukan apapun," kata Lucius tegas menerka dugaan yang telah di buat putranya. "Kau tidak berpikir bukan, bahwa Shafiq juga anggota Sacred Twenty-Eight? Dia pasti juga memikirkan jalan keluar yang sama agar Miss Granger menikahi penyihir berdarah murni yang termasuk ke dalam Sacred Twenty-Eight. Dan bagaimana mungkin kau bisa berpikir dia akan memilihmu?" Tanya Lucius.

Jantung Draco seraya berdetak lebih cepat. Ayahnya baru saja mengungkapkan fakta. Dia tidak memperkirakan bahwa Hermione akan memilih pria lain. Tapi kenapa? Bukankah memilih Draco adalah pilihan terbaik? Tapi kualifikasi apa yang bisa membuat Hermione memilihnya? Dan jawaban itu draco jawab sendiri 'tidak tau'. Dia... pria yang –walaupun dia tidak menginginkan hal itu- pernah mencampakkannya. Kenapa Hermione harus memilihnya? Dan kemudian keraguan itu tergambar amat nyata dan membuat terasa amat perih.

"Apa yang kau sarankan, father?" Tanya Draco pelan.

"Aku menyarankanmu untuk mengambil hak asuh Alexander dari Miss Granger dan kemudian dengan sendirinya dia akan merangkak mendatangimu dan minta kau nikahi. Kita bisa menggunakan media jika diperlukan. Memberitahu dunia siapa penerus Malfoy sangatlah penting dan itu akan semakin memojokkannya," kata Lucius.

Draco merenungkan apa yang baru saja dikatakan oleh Lucius. Memang kalau dia bisa memberikan Hermione satu argumen yang menyakinkan bahwa menikahinya adalah solusi yang paling tepat maka dia bisa mendapatkan Hermione dan Alexander secara bersamaan. Tapi ketika Draco bertanya pada hatinya maka bukan itu yang dia inginkan dan bukan itu juga yang Hermione inginkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOVE and PRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang