Sharleen sama sekali tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya sejak beberapa hari yang lalu. Hari ini genap lima hari sejak Justin mengatakan akan mendapatkan surat tanahnya dalam waktu seminggu. Tapi sampai hari ini, Sharleen belum menerima kabar apapun dari Justin selain kenyataan kalau pria itu selalu menelponnya lebih dari sepuluh kali setiap hari hanya untuk menanyakan kabarnya.
Sharleen baru saja akan menelpon Justin saat bel berbunyi. Dengan enggan Sharleen berjalan ke pintu untuk mengetahu siapa tamu yang mengganggunya sepagi ini.
Tamu itu adalah James. Pilot pribadi Justin. “Maaf mengganggu anda sepagi ini, Ms. Reynard. Tapi Justin meminta saya untuk menjemput anda dan segera menerbangkan anda ke Bellingham pagi ini juga. Ibu anda dan Tuan Rubben akan menyusul dengan penerbangan biasa.”jelas James tenang, nyaris setenang Justin.
Sharleen sama sekali tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Justin sama sekali tidak mengatakan apapun tadi malam saat dia menelpon. Setelah memastikan James menunggunya, Sharleen langsung berlari ke kamarnya dan mulai berkemas. Tidak banyak barang yang akan dibawanya.
“Apa yang akan kita rayakan??”tanya Sharleen saat menyadari kalau hampir seluruh pekerja di peternakan Justin sedang sibuk mempersiapkan pesta.
Justin menarik Sharleen ke dalam rumah dan mencium wanita itu lama. “Aku merindukanmu. Aku menyesal memintamu pergi. Aku benar-benar tersiksa, apalagi aku hanya bisa mendengar suaramu tanpa bisa menyentuhmu.”gumam Justin yang kemudian kembali mencium Sharleen.
“Kau sama sekali belum menjelaskan pesta apa yang akan kau adakan.”tegur Sharleen saat Justin menghentikan ciumannya.
“Kau bisa melihatnya nanti. Yang jelas, pesta ini akan menjadi pesta kenangan bagi beberapa orang.”ujar Justin yang sudah bersiap mencium Sharleen lagi kalau dia tidak menyadari kehadiran Hernan.
“Ada seseorang mencari anda.”ujar Hernan pelan.
“Siapa?”tanya Justin penasaran.
“Dia bilang dia ayah anda.”sahut Hernan.
Dad? Kenapa dia tidak memberitahuku sebelumnya??pikir Justin bingung. Dengan menggandeng Sharleen, Justin keluar dan menemui ayahnya. Justin berhenti sangat jauh dari tamu yang mencarinya. Justin sudah menyadari siapa orang itu bahkan sebelum berada dalam jarak pandang orang normal.
Sharleen merasakan kalau tubuh Justin menegang, tapi dia tidak tahu kenapa. Sharleen hanya bisa mempererat genggaman tangannya di jari-jari Justin yang nyarin mematahkan buku-buku tangan Sharleen.
“Apa yang kau lakukan disini??”tanya Justin begitu sudah cukup dekat dengan tamunya.
Abraham Alasdair menatap anaknya dengan seksama. Laki-laki dihadapannya ini memang anaknya. Sifat kerasnya sama dengan sifat Abraham sendiri. “Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”ujar Abraham tenang.
“Maaf, tapi aku tidak punya alasan untuk bicara denganmu.”ujar Justin dingin. “Hernan, tolong tanya tamu ini mau apa, setelah itu antar dia keluar. Aku masih harus mengurus keperluan untuk nanti malam.”lanjut Justin.
“Aku ingin menjual sahamku. Kau pasti tahu kalau perusahaan sedang butuh dana segar.”ujar Abraham akhirnya.
“Kau bisa menemui Maria di New York. Dia tahu apa yang harus dilakukan.”ujar Justin datar. “Jangan kira karena Mom dan Dad memberimu akses untuk menemuiku, aku akan dengan senang hati menyambutmu.”
Abraham tidak bergeming. Dia hanya menanggapi ucapan anaknya dengan santai. “Apa dia kekasihmu?”tanya Abraham sambil melirik Sharleen.
“Dia kekasihku atau bukan, itu bukan urusanmu.”geram Justin,”Hernan, sepertinya tamu kita sudah tidak ada urusan. Jadi tolong antarkan dia sampai ke bandara, dan carikan penerbangan yang paling awal.”ucap Justin dengan nada yang sama.
YOU ARE READING
Murphy Bridge
RomanceDalam hidupnya, tidak ada yang lebih berarti bagi Justin selain adik-adiknya. Justin akan melakukan apapun untuk mereka. Namun, betapapun Justin memuja dua wanita berharga dalam hidupnya itu, Justin tetaplah seorang taipan playboy yang meninggalkan...