Wajah cantik dengan mata biru yang kukira dia menggunakan lensa kontak, serta rambut panjang yang diwarnai pirang sudah cukup untuk membuatku mengenali siapa dirinya. Terlebih dengan gayanya yang modis membuatku lebih dapat mengenalinya lagi.
"Ju, Juleha! Apa yang kau lakukan di sini?"
Senyum manis langsung menghilang dari wajahnya ketika aku bertanya pada gadis pirang itu. Digantikan dengan senyum manis adalah geraman dari mulutnya, ekspresi di wajahnya juga berubah seakan kesal padaku.
"Bodoh, siapa yang kau panggil 'Juleha'!?"
Gadis itu kesal, dan kemudian menginjak kakiku sehingga membuatku menjerit kesakitan.
"Aduh! Kenapa setiap kali kita bertemu kau selalu menginjak kakiku, sih?"
"Itu semua salahmu."
Kulihat dia masih menatapku kesal. Yah, wajar saja sih jika dia marah padaku. Karena kutahu pasti setiap orang ingin dipanggil dengan nama aslinya. Namun, aku selalu senang menggodanya, aku tidak bisa menghentikan kebiasaan itu. Setiap kali kita bertemu pasti akan ada saja pertengkaran kecil seperti ini.
"Namaku Juliet, Ju-li-et. Apa sulitnya sih memanggil namaku dengan benar?"
Memanggil namamu dengan benar itu tidak sulit, hanya saja aku selalu senang menggodamu. Melihat ekspresi kesalmu padaku itu terkadang membuatku ingin tertawa sendiri.
Tadinya aku ingin mengatakan kalimat tersebut, tapi kuurungkan niatku karena kutahu aku tidak akan selamat jika mengatakan kalimat tersebut.
"Ngomong-ngomong, kau gunakan untuk apa pembalut wanita itu?"
Juliet Sulistya, gadis ini terlalu ingin tahu dengan urusan orang lain. Lebih baik aku mengalihkan pembicaraan, dan berharap dia tak bertanya macam-macam denganku.
"Apa yang kau lakukan di sini, Juliet?"
"Oh, kau merubah topik pembicaraan... Baiklah. Tentu saja aku di sini untuk berbelanja. Sekarang giliranku yang bertanya."
Tidak baik. Aku sudah tahu apa yang ingin dia tanyakan. Pastinya dia tidak akan membiarkanku pergi tanpa mendengar penjelasan dariku.
"Rey, apa yang akan kau lakukan dengan membeli pembalut wanita?"
Sial, gadis ini benar-benar tidak bisa membiarkanku pergi dengan mudah. Apa salahnya sih hanya pura-pura tidak melihat perbuatanku dan mengabaikanku. Kenapa sih dia ingin tahu sekali dengan apa yang kubeli.
Juliet masih menatapku. Matanya seolah berkata 'Jangan bohong padaku karena aku sudah melihat semuanya'. Berpura-pura bodoh juga percuma saja karena kuingat betapa keras kepalanya gadis di depanku ini.
Mataku melirik ke kanan dan ke kiri, berusaha untuk mencari celah kabur dari arah pembicaraan ini.
"Rey."
Juliet mendekat padaku dengan ekspresi yang menggambarkan untuk cepat menjawab pertanyaannya. Dia berhenti sepuluh centi di depanku dan masih menatapku tajam seolah dengan tatapan matanya dia tidak akan membiarkanku pergi.
"......Haah..."
Aku mendesah.
Aku tidak menemukan celah untuk kabur. Kurasa aku harus menjawab apa adanya kepada gadis ini.
"Kak Niki yang memintaku membelinya. Itu saja, tidak ada maksud lain."
Ada apa? Bukankah aku sudah menjawabnya? Tapi kenapa gadis ini masih menatap tajam ke arahku?
"Mencurigakan."
"Apanya yang mencurigakan? Semua yang kukatakan adalah benar. Kenapa kau mempersulitku, sih? Baiklah, aku mau pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fake Lover Romantic Comedy
Teen FictionTerkadang aku juga tidak mengerti tentang diriku sendiri. Apa yang kurasakan membuatku selalu berpikir ulang kembali. Apakah ini cinta? Ataukah hanya sebatas kasih sayang belaka? Entahlah, yang kutahu perasaan ini tumbuh sedikit demi sedikit, hari d...