Chapter 19: Rasa Takut

356 39 29
                                    

Apa yang sudah kukatakan!

Tanpa sadar mulutku sudah mengoceh tentang hal-hal tidak perlu. Bagaimana bisa aku berbicara seperti itu meskipun aku sudah tahu jika lawan bicaraku mempunyai sifat yang dingin. Lihat, sekarang saja dia sudah menatapku dengan tatapan dinginnya. Wanita itu tetap diam dengan suasana tenang di sekitarnya, sehingga membuatku bertanya-tanya dalam benakku.

Apa dia marah padaku? Ataukah dia sedang merencanakan bagaimana caranya menculikku dan menyekapku di suatu tempat terpencil. Lalu karena aku sudah berani mendaratkan tanganku pada keponakannya, aku akan disiksa sampai aku tidak dapat bergerak lagi. Tidak! Bagaimanapun pemikiranku, sikap tenang Kak Lidy membuatku berspekulasi tentang hal-hal tidak perlu.

Tiba-tiba saja pengawal di sekitar kami memancarkan aura yang sangat berbahaya. Dan tekanan yang dikeluarkan oleh mereka sudah membuat bulu kudukku berdiri. Wajahku mungkin saja sudah terlihat pucat saat ini. Yang lebih parahnya lagi, plus yang membuatku jengkel adalah pengawal bernama Bagas yang saat ini sedang menyeringai ketika dia melihat wajahku yang putih pucat. Pengawal bernama Bagas menggunakan isyarat tangan kepadaku, yang seakan dia membuat tangannya menggorok lehernya sendiri. Isyarat tangannya dapat kuartikan seperti ini, 'Tamatlah riwayatmu wahai anak muda'.

Brengsek! Pengawal itu benar-benar membuatku jengkel saja.

"Kalian semua, tenanglah."

Hanya dengan satu lambaian tangan dari Kak Lidy semua aura serta tekanan yang memberatkanku langsung lenyap.

"Jadi, apa semua kata-kata yang sebelumnya kau sebutkan itu adalah nyata? Atau kau hanya ingin membual saja?"

Wanita itu kembali menatapku dan menantikan jawabanku.

"Ini... ini serius!"

Aku awalnya ragu untuk membuka mulutku. Mengingat bagaimana jika aku salah berbicara, aku takut Kak Lidy tidak puas dengan jawabanku dan memilih untuk mengenyahkanku. Tapi, jika aku tak memberikan jawaban, mungkin saja aku akan berakhir di sini. Baik itu diam maupun berbicara, keduanya akan menentukan nasibku. Yah, setidaknya aku perlu menjawabnya untuk menambah sedikit peluang keberhasilanku.

"Bukannya aku menolak cara anda dalam merawat Ambar. Aku tahu mungkin anda beranggapan jika ini semua demi kebaikan Ambar, demi masa depan keponakan anda. Tapi, setidaknya anda juga harus memberikan kelonggaran dalam pertemanannya serta pilihan hidupnya."

Yup, aku sudah berada di jalur yang benar.

"Jika menurut anda aku ini tidak cocok dengan keponakan anda dan menginginkan kami untuk berpisah, heh... maaf saja, aku tidak akan menerima hal itu, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!"

"Hubby..."

Ambar menatapku dengan penuh perasaan adorasi.

"Aku menolak keputusan anda dalam menjodohkan Ambar. Biarkan Ambar memilih sendiri jalan hidupnya. Anda tidak perlu selalu menetukan arah tujuan yang Ambar pilih, anda hanya perlu mengawasinya dan membimbingnya saja jika menurut anda itu tidak sesuai."

Setiap kalimat yang kulontarkan membuat mulutku menjadi kering.

"Pada akhirnya, Ambar harus memilih jalan hidupnya sendiri... ahem! Baiklah, ini selesai. Bolehkan aku minum sekarang?"

Tanpa persetujuan yang lain aku langsung meneguk minuman di atas meja. Mulutku yang sudah mengoceh hingga kering akhirnya mendapatkan asupan air. Perasaan lembab kembali kurasakan di dalam mulutku membuatku bernafas lega. Ah, akhirnya aku berbicara di luar kendaliku lagi.

"Hubby..."

Tarikan kecil pada sudut kemejaku segera membuatku berpaling ke arahnya. Tatapan pemujaan dia arahkan padaku karena aku sudah berani menentang tantenya demi dirinya. Namun sedikit kekhawatiran Ambar berikan untukku. Aku membalasnya dengan senyum percaya diri.

My Fake Lover Romantic ComedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang