Kepulangan Dafa

371 35 0
                                    

Pukul 09.00 pagi waktu Australia.

"Arya bagaimana keadaan Dafa? Apa donor ginjal yang didapatkannya direspon dengan baik oleh tubuhnya?" Ucap Ivan sambil berdiri membelakangi seseorang yang dipanggilnya Arya.

"Duduklah Van. Aku akan menjelaskan semuanya padamu," jawab Arya sambil mempersilahkan Ivan duduk menghadapnya. Ivan mengangguk patuh.

Arya memberikan hasil pemeriksaan Dafa pada Ivan. Lalu, ia sendiri menunjukkan hasil pemeriksaan lain pada monitor komputernya.

"Lihatlah. Di sebelah kiri ini adalah ginjal anakmu yang rusak, dan ini ginjal baru yang ia terima. Ginjalnya yang rusak mengalami penumpukan amiloid di berbagai tempat yang tentunya hampir saja merenggut nyawa anakmu. Lihatlah di bagian dindingnya. Protein yang tidak seharusnya ada di tubuh orang normal ada pada ginjal anakmu. Ini yang menyebabkan anakmu mengalami gagal ginjal dan pendarahan hebat pada perutnya beberapa minggu lalu. Sedangkan, disebelah kanan ini merupakan ginjal baru dari pendonor. Sejauh ini, tubuh Dafa merespon baik hasil cangkok ginjal ini. Namun, tetap saja nantinya ginjal yang dicangkokkan ini juga akan mengalami penumpukan amiloid seperti sebelumnya." Jelas Arya pada Ivan.

"Berapa persen kemungkinan Dafa akan mengalami penumpukan amiloid?" Tanya Ivan ragu.

"Dalam berbagai kasus, kemungkinan terjadi penumpukkan kembali adalah 80%. Namun, itu bisa berkembang lebih cepat jika suatu saat nanti tubuh Dafa menolak ginjal yang telah dicangkokkan padanya."

"Apa tidak ada cara lain Arya untuk menyembuhkannya?"

Arya menghembuskan nafasnya pelan. "Ivan, pengobatan Amyloidosis tidak selalu berhasil. Kamu sendiri pernah bukan menangani kasus serupa. Aku yakin kamu paham betul kondisi saat ini. Kita hanya perlu terus berusaha dan berdoa. Dan aku dengar Dafa memiliki kekasih bukan di Indonesia? Mata anakmu selalu berbinar saat bercerita soal kekasihnya itu. Aku rasa, itulah alasan anakmu masih bertahan hingga saat ini. Biasanya, penderita Amyloidosis akan mengalami gejala-gejala fatal saat sudah memasuki waktu setahun. Ini sungguh diluar dugaan. Mungkin ini sudah saatnya kamu membawa Dafa kembali. Kondisinya sudah lebih membaik saat ini. Kamu tidak perlu khawatir," ucap Arya sambil berdiri dan menepuk-nepuk pelan bahu Ivan.

Ivan memikirkan kembali apa yang diucapkan oleh Arya. Memang benar, Dafa bisa bertahan hingga saat ini karena Raina. Ia sungguh bersyukur hingga saat ini dapat merawat Dafa. Ia sungguh tidak ingin kehilangan puta semata wayangnya tersebut. Ia juga bersyukur memiliki sahabat seperti Arya yang dapat membantunya. Arya adalah sabahabatnya pula saat kuliah dulu. Sebenarnya ia juga mendapat tawaran bekerja diluar negeri seperti Arya, namun ia memilih menetap di Indonesia karena tidak ingin jauh dari anak-anaknya, selain itu ia juga juga tidak ingin meninggalkan istrinya yang kini telah beristirahat tenang.

***

Dafa duduk di ranjangnya sambil menatap ponselnya. Ia menimang-nimang apakah ia harus menelfon Raina atau tidak. Selama ini, ia merasa bersalah pada kekasihnya itu karena tidak sekalipun mengangkat telfonnya. Ia hanya sesekali mengirimi pesan singkat untuk Raina. Ia bukan tidak ingin menghubungi Raina selama dua minggu ini, namun Rumah Sakit melarangnya terlalu sering memegang ponsel karena alasan radiasi atau semacamnya.

"Dafa sedang apa kamu? Bukankah kamu sudah dilarang memegang ponsel," ucap Ivan sambil mendudukkan dirinya pada pinggir ranjang Dafa.

"Dafa cuma pengen ngabarin Raina Yah. Dafa udah lama enggak ngirim pesan buat dia," balas Dafa sambil mengalihkan pandangannya keluar jendela .

"Kamu enggak perlu marah gitu. Kamu sekarang bisa nemuin Raina lagi. Kita pulang siang ini juga ke Indonesia."

Dafa spontan menoleh pada Ayahnya yang tersenyum padanya. "Ayah enggak lagi bercanda kan?"

A Secret and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang