Keberangkatan Dafa

336 33 5
                                    

Dua minggu ini, siswa-siswi kelas XII SMA Garuda disibukkan oleh Try Out dan TDS sebelum Ujian Nasional. Seperti yang lain, Dafa dan Raina juga semakin sibuk akhir-akhir ini. Mereka tidak lagi selalu bisa bertemu seperti biasanya. Namun, aktivitas rutin Dafa menjemput dan mengantar Raina merupakan hal mutlak yang tidak bisa ditinggalkan.Di sekolah, mereka hanya sesekali saling bertegur sapa saat berpapasan di koridor sekolah. Waktu istirahat tidak lagi digunakan mereka untuk mengobrol panjang di kantin sekolah. Jadi, tidak heran jika Dafa dan Raina sangat merindukan saat-saat mereka dapat kapan saja berduaan dan saling bercerita seperti sore ini.

"Akhirnya selesai juga ya Daf. Otak gue berasa mau pecah," ucap Raina kesal. Ia berbaring terlentang diatas rumah pohonnya.

"Namanya juga udah kelas tiga Rain. Wajar lah," ucap Dafa tenang,

"Heran deh. Loe bisa ya Daf tenang kayak gitu, loe itu kayak enggak punya beban."

Dafa hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Raina. Raina tidak tahu saja ia memiliki beban yang berat dalam hidupnya, namun ia memilih tetap tenang.

"Daf," panggil Raina.

"Hmm," gumam Dafa.

"Setelah ini loe mau lanjut dimana?"

"Belum tau Rain. Kenapa?"

"Seru kali ya kalau kita nanti bisa satu kampus lagi. Berangkat kuliah bareng, hang out sama temen-temen baru, terus liburan bareng. Ahh .. Ngebayanginnya aja bikin gue seneng. Selama ini, gue pengen banget jadi mahasiswa yang bebas, hehehe."

"Elo tuh ya. Kuliah itu bukan buat main-main Rain. Justru saat itulah tantangan hidup loe. Nantinya loe harus netuin masa depan loe. Jangan mikir yang seneng-seneng aja."

"Sekali-kali santai kali Daf mikirnya. Elo terlalu kritis menanggapinya," cibir Raina. "Daf, bener loe belum nentuin mau kemana?"

"Entahlah Rain. Tapi gue pengen jadi arsitek yang hebat."

Raina memicingkan matanya. "Setahu gue loe enggak suka gambar-gambar gitu. Kenapa enggak jadi fotografer aja. Loe kan suka motret, dan hasil jepretan loe bagus-bagus kok," puji Raina.

"Gue pengen bikin rumah yang cantik buat loe," ucap Dafa sambil tersenyum manis pada Raina.

"Sweet banget sih loe. Semoga kita langgeng terus ya sampai nanti."

Dafa hanya tersenyum manis menanggapi ucapan Raina. "Semoga aja ya Rain kita bisa sampai pada saat itu. Gue akan berusaha sekuat tenaga ngewujudkan mimpi loe, gue sayang loe Rain," ucap Dafa dalam hati.

***

Setelah mengantar Raina pulang, Dafa segera bergegas pulang. Akhir-akhir ini ia sangat mudah lelah dan lemas. Belum lagi, ia sering mengalami mimisan yang membuatnya harus pintar-pintar menyembunyikan keadaannya pada Raina dan yang lainnya.

Di ruang keluarga, Ivan dan Kristina sudah menunggu Dafa sedari tadi. Mereka ingin membicarakan kelanjutan pembicaraan mereka beberapa minggu lalu mengenai pengobatan Dafa di luar negeri. Berhubung hari ini Dafa sudah menyelesaikan ujiannya, mereka rasa ini adalah waktu yang tepat untuk kembali membicarakan hal tersebut. Belum lagi, kondisi Dafa yang semakin hari semakin mengkhawatirkan membuat mereka semakin was-wasan. Mungkin di depan orang lain Dafa dapat menyembunyikan keadaannya, namun tidak untuk mereka terutama Ivan. Ia tahu betul kondisi Dafa tanpa menanyakannya.

"Kamu udah pulang Nak? Kemari, Ada yang ingin Ayah bicarakan dengan kamu," ucap Ivan.

Dafa hanya menghela nafas pelan, mungkin ini waktunya ia harus mendengarkan Ayah dan Eyangnya. Ia mendudukkan tubuhnya pada sofa.

A Secret and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang