Filosofi Hujan

629 78 2
                                    

Jangan lupa diputar ya mulmednya.Biar makin gereget bacanya.


Ia tersenyum puas di depan cermin. Dengan mengenakan dress soft pink selutut di padukan dengan sepatu flat dengan warna senada membuat penampilannya semakin anggun. Rambutnya ia gulung ke belakang menampakkan leher putihnya yang mulus membuat siapapun yang melihatnya pasti mengatakan jika gadis ini sangat, sangat dan sangat menawan. Ok, yang ini lebay -_-

Raina segera menuruni tangga dengan cepat, takut-takut jika seseorang yang ditunggunya terlalu lama menunggu. Ia sedikit menghela nafas kecewa mengetahui jika Dafa yang ditunggunya belum datang. Di ruang keluarganya hanya ada Mama dan Fabian yang sedang menonton TV. Bian sedikit menolehkan wajahnya saat menyadari kakaknya yang baru turun dari tangga.

"Mau jalan sama bang Dafa?" Tanyanya.

"Hmm, Dafa belum kesini Bi?" tanya Raina kembali.

"Ma, besok kak Raina dibeliin kacamata ya. Dia mulai rabun Ma kayaknya," ucap Bian lagi. Raina seketika melotot pada adik laki-lakinya itu.

"Resek loe Bi. Geser bisa gak sih, sofa lebar gitu masih aja ndempet-ndempet ke Mama," ucap Raina sembari menggeser tempat duduk Bian.

"Emang cuma loe doang yang punya Mama. Itu Nyokap gue juga kak," elaknya tak terima.

"Udah-udah, udah pada gede kok masih aja berantem. Mama pusing dengerinnya Rain, Bi," ucap Mama Raina sambil menutup kedua telinganya.

"Bian Ma yang mulai," rengek Raina pada Mamanya. Bian yang mendengar hanya mengendikkan bahunya acuh. Pada akhirnya cewek yang bakal menang. Right.

"Udah ah. Rain kamu mau kemana?" Tanya Mamanya.

"Mau cari buku Ma sama Dafa, bentar lagi kan Raina mau ujian."

"Jangan pulang malam-malam ya Sayang, baik-baik sama Dafa."

"Iya Ma. Tenang aja, Raina pasti jaga diri." Beberapa menit kemudian suara klakson mobil yang sangat dikenal oleh penghuni rumah ini terdengar. Raina langsung berpamitan dengan Mamanya dan melangkahkan kakinya keluar menemui Dafa.

"Kak," panggil Bian tiba-tiba.

"Hmm," gumam Raina sembari menoleh pada adiknya.

"Minta Bang Dafa beliin martabak ya buat gue. Bang Dafa ngerti kok."

Raina hanya memutar bola matanya malas. Bian memang sangat dekat dengan Dafa, jadi ia tak pernah sungkan pada kekasih kakaknya tersebut. Raina dengan cepat keluar. Senyumnya mengembang mendapati Dafa telah bersandar di samping mobil sportnya sembari memainkan handphonenya.

Raina menatap Dafa dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Kaus putih bertuliskan Badboy dipadu dengan jaket kulit hitam, celana jeans panjang dan terakhir dengan sneakers hitam putih yang menambah kesan keren melekat kuat pada Dafa. Bahkan, Dafa tak menyadari kehadiran Raina yang sedari tadi memandanginya.

"Serius banget ih, liat apaan sih," tanya Raina pada Dafa yang masih asik dengan ponselnya. Ia mencondongkan tubuhnya pada tubuh Dafa melihat apa yang sedang dilihatnya hingga tidak menyadari kehadirannya.

"Ya ampun Rain. Bikin kaget," jawab Dafa kaget. Ia sampai sedikit terjungkal kebelakang karna kaget. "Lagi baca chat dari Raka. Katanya mau titip buku Biologi sama loe," ucapnya lagi.

Raina hanya ber-oh ria menanggapi jawaban Dafa. Ia dan Dafa lalu segera masuk ke dalam mobil. Mobil Dafa pun langsung melesat ke toko buku yang hendak mereka datangi. Hampir setengah jam akhirnya mereka sampai ke toko buku tersebut.

"Gue kesana ya Rain. Beneran cari bukunya, jangan malah novel terus yang dibeli," ucap Dafa sambil berjalan kearah berlawanan dari Raina.

"Iya bawel," jawab Raina tersenyum.

A Secret and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang