Me, You, and Distance (The8)

633 47 0
                                    

"Whenever and wherever, I'll wait...

Wait for the day we can hug each other, not our photos..."









Haru hanya bisa menahan rasa kesalnya di dalam hati lantaran ia sudah terlalu sering merasakan hal seperti ini. Dia tidak akan membanting pintu lockernya, mengomel dan mengeluh kepada Mari, atau menyumpahi orang yang bersangkutan.

Ya, sekali lagi ini semua karena Haru sudah sering menghadapi hal yang sama. Dia sudah bosan. Bosan dengan paket hadiah yang sebenarnya adalah terror seseorang kepadanya. Siapa lagi kalau bukan dari Park Taekwang, mahasiswa tingkat dua yang sudah mengejar-ngejarnya selama satu tahun terakhir. Pemuda yang selalu dipukuli Haru karena selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi. Pemuda yang tak pernah menyerah untuk mendapatkan hati Haru meskipun dia tahu jika hati Haru sudah milik seseorang.

"Dia mengirimnya lagi?"

"Eung..." jawab Haru lemas. Ia memindahkan ponselnya dari telinga kanan, ke telinga kiri. "Aku sudah muak dengannya. Jadi benda itu langsung kubuang ke tong sampah..."

"Kau pasti sangat pusing dengan kehadirannya, Haru-ya..."

Haru diam. Dalam hatinya ia mengomel. Memang benar. Hidupnya sangat terganggu karena kehadiran Park Taekwang. Pemuda itu sudah seperti seorang psycho yang selalu menerornya ke mana-mana. Tapi bukan itu yang sebenarnya membuatnya kesal sekarang. Ia kesal karena seharusnya ada seseorang yang berada di sampingnya saat ini. Seharusnya ada seseorang yang melindunginya dari Park Taekwang, atau siapapun yang menganggunya. Sayangnya, orang itu sama sekali tak bisa berada di sisinya.

"Yeobeosseyeo? Kau masih di sana, Jung Haru?"

Haru menarik nafas, "Kalau kau ada di sini... psikopat itu pasti telah berhenti mengejarku dari awal aku menolaknya..." lidah Haru tiba-tiba terasa gatal dan akhirnya ia pun berani mengungkapkan perasaannya. Kali ini, giliran seseorang di sebrang sana yang diam. "Seandainya kau ada di sini... siapapun pasti tak akan mengangguku..."

"Mianhae, Haru-ya..."

Setetes air mata jatuh membasahi pipi Haru. Haru selalu sedih jika perasaannya terbawa pada suasana seperti ini. Suasana di mana hatinya memikirkan bagaimana besarnya harapan tentang kehadiran seseorang di sampingnya. Haru sangat ingin sang pemilik hatinya tidak pergi jauh. Haru hanya ingin menghabiskan waktunya bersama dengan orang itu, seperti teman-temannya yang lain. Mereka makan bersama, dating bersama, nonton bersama, dan lainnya. Hanya Haru saja yang selalu sendirian dan kesepian. Meratapi nasibnya ditinggal jauh oleh sang pacar yang sedang beradu pendidikan ke negri kincir angin.

Ya.

Seo Myungho, pacar Haru, sedang berada di Belanda saat ini. Tahun ini adalah tahun keempatnya di sana. Selama tiga tahun terakhir ia tak pernah pulang ke Korea, dan selama tiga tahun terakhir pula ia dan Harutak pernah bertemu.

Sebelum berangkat ke Belanda Haru memang sudah berpacaran dengan Myungho selama satu tahun. Mereka hampir mengakhiri hubungan mereka saat Myungho memutuskan untuk menerima tawaran beasiswa sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda. Namun, pada saat itu Myungho berhasil memenangkan hati Haru dan membuat gadis itu tetap mempertahankan hubungan mereka.

Satu tahun menjalani long distance, tak mudah bagi Haru. Sekalipun ia dan Myungho tak pernah putus komunikasi tapi tetap saja, Haru selalu merindukan prianya. Haru selalu iri dengan pasangan-pasangan lain yang selalu bergandengan tangan saat berjalan, mereka bisa berpelukan, mereka bisa menghabiskan waktu bersama, sedangkan Haru, sebagian waktunya habis dengan melakukan video call bersama Myungho.

Tak dapat dipungkiri juga terkadang Haru merasa putus asa dengan hubungannya. Apalagi saat teman-temannya menggoda jika Myungho pasti akan jatuh cinta dengan gadis lain di Belanda. Mengingat wajah kekasihnya yang sangat tampan, Haru mempercayai hal itu dan membuatnya gila. Selama hampir dua minggu dia pernah menolak panggilan Myungho dan tak membalas pesannya. Hingga akhirnya gadis itu jatuh sendiri dalam rasa rindunya dan ia kembali tersadarkan dengan keyakinan jika Seo Myungho adalah lelaki yang setia.

Satu tahun berikutnya, hidup Haru yang kesepian mulai dimasuki seseorang. Park Taekwang, adalah teman sekelasnya di semester tiga. Haru pernah membantunya lolos dari hukuman dosen tergalak di kampus dan itu membuat Taekwang jatuh cinta pada Haru. Taekwang mulai menunjukkan perasaannya dengan membelikan hadiah-hadiah kepada Haru setiap hari. Ia mengikuti ke manapun Haru pergi bahkan ia juga membelikan makanan-makanan ke keluarganya. Dengan susah payah Haru menjelaskan bahwa dirinya sudah memiliki kekasih tapi pemuda itu seakan tak peduli. Dia baru akan berhenti jika kekasih Haru sendiri yang memintanya secara langsung, face to face. Haru pun berakhir dengan gangguan Park Taekwang yang terus menghantui hidupnya selama satu tahun.

Sampai sekarang.

"Maafkan aku karena tak bisa berada di sisimu saat ini, Haru-ya... Maafkan aku karena kau berjuang sendirian mempertahankanku di sana... Hubungan kita memang sulit, tapi bukankah kita sudah membuktikan kalau cinta kita sangat kuat? Aku mohon padamu... jangan menyerah... akan tiba waktu di mana kita akan kembali bertemu dan bersatu... dan di saat itulah aku berjanji tak akan ada Park Taekwang, atau pria lain yang berani menunjukkan batang hidungnya di hadapanmu..."

Haru meraih sebuah bingkai foto di sebelah tempat tidurnya. Fotonya bersama dengan Myungho. Ia meraba wajah Myungho di foto itu dengan ibu jarinya. Haru tersenyum kecil. Matanya tetap basah karena menangis. Haru pun meletakkan kepalanya ke bantal, bersiap untuk tidur. Ia mematikan lampu kamarnya dan menyalakan lampu tidur. Lalu memejamkan matanya. Di pelukannya, ia menggenggam erat foto tadi. Dia memang tak bisa bertemu dengan Myungho, tapi mimpilah yang akan mempertemukan mereka.

.

.

.

.

.

.

.

Satu tahun kemudian...

Haru mempercepat langkahnya memasuki pintu masuk gedung besar itu. Ia tak peduli dengan keramaian yang ada, bahkan ia juga tak peduli dengan beberapa orang yang memarahinya karena menyenggol atau menabrak mereka. Kaki Haru terus melangkah maju menuju satu-satunya tempat tujuan Haru. Tempat di mana dia benar-benar akan berhenti.

Haru melirik sebuah gate masuk yang saat ini, ada banyak orang keluar dari sana. Di sinilah kaki Haru berhenti. Matanya melebar memperhatikan satu per satu insan yang keluar dari sana sambil mendorong koper dan tas mereka. Hatinya berdegup kencang. Harusudah tidak sabar untuk bertemu seseorang.

Hingga akhirnya Haru tak bisa lagi menahan airmatanya saat matanya menemukan seseorang yang dicarinya. Seorang pemuda berkulit putih, dengan tinggi sekitar seratus delapan puluh sentimeter, berwajah oriental, berbeda dengan sekelilingnya yang sebagian berwajah kebarat-baratan. Ia melemparkan senyuman kepada Haru. Matanya berkaca-kaca, ia juga merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Haru saat ini. Sebuah kebahagiaan.

"Myung...ho..." gumam Haru.

"Haru-ya..." Harubisa melihat jelas kata pertama yang keluar dari mulut pemuda yang saat ini berdiri sepuluh meter darinya.

Haru segera menapakkan kakinya satu langkah. Ia melangkah maju, melangkah dengan langkah yang semakin lama semakin cepat. Langkahnya itu bahkan sudah berubah menjadi langkah lari, sama seperti orang yang berdiri jauh di sana.

"Haru-ya!" suara Myungho kali ini terdengar jelas di telinga Haru karena pemuda itu itu mengucapkannya tepat di telinganya. Tak ada hal lain yang bisa dilakukan Haruselain menangis dan memeluk erat pemuda itu.

Semua orang yang ada di bandara Incheon-lah yang saat ini menjadi saksi mata. Bagaimana kedua insan yang sudah lama tak bertemu sedang berpelukan erat di tengah mereka. Pelukan pertama, sejak empat tahun tak bertemu. Pelukan yang merupakan hadiah karena mereka telah menang. Menang karena berhasil mempertahankan hubungan dan melawan sesuatu yang tak mudah untuk dikalahkan. Yaitu sebuah jarak.

END

Seventeen Love Stories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang